> >

Afrika Selatan Desak Mahkamah Internasional Lindungi Warga Gaza dan Perintahkan Gencatan Senjata

Kompas dunia | 17 Mei 2024, 18:35 WIB
Dubes Afrika Selatan untuk Belanda Vusimuzi Madonsela, duduk di kanan, dan Cornelius Scholtz, duduk kedua di kiri, berbicara sebelum dimulainya sidang di Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) di Den Haag, Belanda, Kamis, 16 Mei 2024. (Sumber: AP Photo)

DEN HAAG, KOMPAS.TV - Afrika Selatan mendesak Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) untuk memerintahkan penerapan gencatan senjata di Gaza dalam sidang terkait langkah-langkah darurat untuk menghentikan operasi militer Israel di kota Rafah, Gaza bagian selatan, Kamis (16/5/2024).

Ini ketiga kalinya pengadilan tertinggi PBB tersebut menggelar sidang mengenai serangan Israel ke Gaza sejak Afrika Selatan mengajukan kasus pada Desember lalu yang menuduh Israel melakukan genosida.

Dubes Afrika Selatan untuk Belanda Vusimuzi Madonsela mendesak panel 15 hakim ICJ agar memerintahkan Israel “sepenuhnya dan tanpa syarat menarik diri” dari Gaza.

Baca Juga: Pemerintah Gaza: Israel Bunuh Lebih dari 100 Akademisi, Hancurkan 103 Universitas dan Sekolah

Mahkamah Internasional dalam putusan sebelumnya telah menemukan ada “risiko nyata dan segera” bagi rakyat Palestina di Gaza akibat operasi militer Israel.

“Ini mungkin kesempatan terakhir bagi pengadilan untuk bertindak,” kata pengacara Irlandia, Blinne Ní Ghrálaigh, yang merupakan bagian dari tim hukum Afrika Selatan.

Hakim di Mahkamah Internasional memiliki kekuatan luas untuk memerintahkan gencatan senjata dan tindakan lainnya, meskipun tidak punya aparatur penegak hukum sendiri.

Perintah Mahkamah Internasional tahun 2022 yang menuntut Rusia menghentikan invasi penuh ke Ukraina, sejauh ini belum dipatuhi.

Baca Juga: Kabinet Perang Israel Terpecah, Menhan Gallant Kritik Rencana Pasca-perang Netanyahu di Gaza

Dalam sidang sebelumnya tahun ini, Israel dengan tegas membantah melakukan genosida di Gaza, dan mengatakan berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari korban sipil dan hanya menargetkan militan Hamas.

Israel menuding Rafah sebagai benteng terakhir kelompok militan tersebut.

Permintaan terbaru yang diajukan Afrika Selatan fokus pada serangan Israel ke Rafah.

Afrika Selatan berpendapat operasi militer tersebut jauh melampaui upaya membela diri yang dibenarkan.

“Tindakan Israel di Rafah adalah bagian dari tahap akhir. Ini adalah langkah terakhir dalam penghancuran Gaza,” kata pengacara Vaughan Lowe.

Baca Juga: Mahkamah Internasional PBB Kembali Bersidang Malam Ini, Mengadili Serangan Israel di Rafah

Hakim ketua Nawaf Salam, ketiga dari kanan, membuka sidang di Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, Kamis, 16 Mei 2024. Pengadilan tinggi PBB itu membuka sidang selama dua hari dalam kasus yang diajukan Afrika Selatan terkait serangan Israel ke Rafah di selatan Jalur Gaza. (Sumber: AP Photo)

Menurut Afrika Selatan, perintah Mahkamah Internasional sebelumnya tidak cukup untuk mengatasi “serangan militer brutal terhadap satu-satunya tempat perlindungan yang tersisa bagi rakyat Gaza.”

Israel akan diberi kesempatan untuk menjawab tuduhan tersebut pada Jumat (17/5/2024).

Pada Januari lalu, hakim memerintahkan Israel untuk melakukan semua yang bisa dilakukan untuk mencegah kematian, kehancuran, dan tindakan genosida di Gaza.

Tetapi hakim tidak sampai memerintahkan penghentian ofensif militer yang telah menghancurkan wilayah Palestina yang telah berada di bawah pendudukan Israel sejak 1967 dan diblokade sejak 2007 tersebut.

Baca Juga: PBB Kecam Penjarahan Bantuan Kemanusiaan untuk Gaza oleh Pemukim Israel, Ada Mie Instan Indonesia

Dalam perintah kedua pada bulan Maret, ICJ menyatakan Israel harus mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki situasi kemanusiaan.

Afrika Selatan hingga saat ini telah mengajukan empat permintaan kepada Mahkamah Internasional untuk menyelidiki Israel. Tiga kali telah digelar sidang.

Sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Gaza telah mengungsi sejak Israel melancarkan serangan terbesarnya ke wilayah tersebut.

Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza menyatakan hampir 36.000 warga Palestina tewas akibat serangan Israel sejak 7 Oktober 2023.

Afrika Selatan memulai proses ini pada Desember 2023 dan melihat kampanye hukum ini sebagai bagian dari identitasnya.

Baca Juga: Israel Gencarkan Serangan Udara ke Jabaliya di Utara Gaza, Bertempur Sengit dengan Hamas

Partai yang berkuasa di Afrika Selatan, Kongres Nasional Afrika, telah lama membandingkan kebijakan Israel di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki, dengan rezim apartheid. Apartheid di Afrika Selatan berakhir pada 1994.

Pada Minggu (12/5/2024), Mesir mengumumkan rencananya untuk bergabung dalam kasus ini.

Kementerian Luar Negeri Mesir menyatakan tindakan militer Israel “merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional, hukum kemanusiaan, dan Konvensi Jenewa Keempat 1949 tentang perlindungan warga sipil selama perang.”

Beberapa negara juga mengindikasikan rencana mereka untuk bergabung. Tetapi sejauh ini hanya Libya, Nikaragua, dan Kolombia yang telah mengajukan permintaan resmi untuk melakukannya.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Associated Press


TERBARU