> >

Netanyahu Cuek dengan Ancaman AS Jika Israel Serang Rafah, Merasa Siap Meski Tanpa Senjata

Kompas dunia | 10 Mei 2024, 11:40 WIB
Benjamin Netanyahu memimpin rapat kabinet di pangkalan militer Kirya, yang menampung Kementerian Pertahanan Israel, di Tel Aviv, Israel, pada 24 Desember 2023. (Sumber: AP Photo)

TEL AVIV, KOMPAS.TV - Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu cuek dengan ancaman Amerika Serikat (AS) yang akan menghentikan pengiriman senjata, jika Zionis tetap serang Rafah.

Presiden AS Joe Biden sebelumnya sempat mengatakan bahwa ia akan menghentikan sejumlah pengiriman persenjaataan jika Israel menginvasi Rafah, salah satu kota di Gaza.

AS sendiri telah menghentikan sementara pengiriman bom ke Israel, karena kekhawatiran atas kematian warga sipil.

Baca Juga: Israel Bantah Ada Kelaparan Besar di Gaza, Sebut Bantuan ke Palestina Sudah Lebih dari Populasi

Namun, Netanyahu tampaknya tak peduli dengan ancaman tersebut.

“Jika perlu, kami akan berdiri sendiri. Saya telah mengatakan jika perlu, kami akan bertempur dengan kuku kami,” katanya Kamis (9/5/2024) seperti dikutip dari BBC International.

Netanyahu pun mengenang perang pada 1948, untuk mengabaikan peringatan dari AS, yang merupakan sekutu terdekat Israel.

“Pada perang kemerdekaan 76 tahun lalu, kami hanya sedikit yang melawan banyak pihak. Kami tak memiliki senjata,” ucapnya.

“Ketika itu ada embargo pesenjataan untuk Israel, namun dengan kekuatan semangat, heroisme dan persatuan di antara kami, kami meraih kemenangan,” katanya.

Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menegaskan bahwa musuh dan teman dekat Israel, harus mengerti bahwa mereka tak bisa ditundukkan.

“Kami akan berdiri dengan kuat, dan mencapai tujuan kami,” katanya.

Baca Juga: Menlu RI Retno Marsudi dan Menlu Papua Nugini Kunjungi SD Wutung di Perbatasan

Pernyataan itu muncul beberapa jam setelah PBB mengatakan lebih dari 80.000 orang lari dari Rafah sejak Senin (6/5/2024).

Bombardir terus dilakukan Israel, dan tank dari negara Zionis telah berkumpul di dekat kawasan pembangunan.

PBB juga memperingatkan bahwa makanan dan bahan bakar mulai habis dan lebih dari satu juta pengungsi masih berlindung di kota itu, karena tak mendapatkan bantuan dari penyeberangan terdekat.

Penulis : Haryo Jati Editor : Desy-Afrianti

Sumber : BBC


TERBARU