Perundingan Gencatan Senjata Gaza Tampak Suram, Raja Yordania Temui Joe Biden di Gedung Putih
Kompas dunia | 7 Mei 2024, 05:16 WIBWASHINGTON, KOMPAS TV - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden akan bertemu dengan sekutunya di Timur Tengah, Raja Abdullah II Yordania, di Gedung Putih pada Senin (6/5/2024) waktu setempat, di tengah kabar terkait prospek gencatan senjata di Gaza yang makin suram dan kelompok Hamas serta pejabat Israel saling tuding atas kebuntuan ini.
Pada hari Minggu (5/5), Hamas mengulangi tuntutannya untuk mengakhiri perang sebagai syarat pembebasan sandera, sementara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dengan tegas menolaknya. Hamas juga menyerang perlintasan Kerem Shalom ke Gaza yang menurut Israel menewaskan tiga tentaranya.
Seorang diplomat Yordania mengatakan pertemuan hari Senin antara Biden dan Raja Abdullah II bukan pertemuan bilateral resmi melainkan pertemuan pribadi informal. Ini terjadi saat pemerintahan Biden dan pejabat Israel keras berselisih atas rencana serangan militer Israel di Rafah.
Biden terakhir kali bertemu Raja Abdullah di Gedung Putih bulan Februari lalu dan dua sekutu lama itu membahas serangkaian tantangan, termasuk rencana serangan darat Israel di selatan Gaza dan ancaman bencana kemanusiaan bagi warga sipil Palestina.
Yordania dan negara-negara Arab lainnya sangat kritis terhadap tindakan Israel dan menuntut gencatan senjata sejak pertengahan Oktober 2023 ketika korban sipil mulai melonjak.
Perang dimulai setelah Hamas mengejutkan Israel dengan serangan lintas perbatasan pada 7 Oktober tahun lalu di mana 1.200 orang diklaim tewas dan 252 sandera diambil, menurut data Israel.
Biden terakhir kali berbicara dengan Netanyahu pada 28 April dan mengulangi posisinya dengan jelas mengenai kemungkinan invasi kota perbatasan Gaza, Rafah, kata Gedung Putih. Presiden AS itu vokal dalam permintaannya agar Israel tidak melakukan serangan darat di Rafah tanpa rencana untuk melindungi warga sipil Palestina.
Dengan protes pro-Palestina meletus di berbagai kampus di AS, Biden semakin terdorong secara politis untuk meyakinkan Israel agar menunda serangan ke Rafah. Biden mengatasi kerusuhan di kampus terkait perang di Gaza minggu lalu tetapi mengatakan protes di kampus tidak membuatnya mempertimbangkan ulang kebijakannya di Timur Tengah.
Baca Juga: Badan Pengungsi Palestina UNRWA Tolak Perintah Israel agar Mereka Pergi dari Rafah, Gaza Selatan
Sebuah pernyataan kementerian menambahkan bahwa 78.108 orang lainnya juga telah terluka dalam serangan itu.
"Serangan Israel menewaskan 52 orang dan melukai 90 lainnya dalam 24 jam terakhir," demikian pernyataan itu.
"Banyak orang masih terperangkap di bawah reruntuhan dan di jalan-jalan karena penyelamat tidak dapat mencapai mereka," tambahnya.
Israel telah melancarkan serangan tak kenal lelah di Jalur Gaza sejak serangan lintas perbatasan oleh kelompok Palestina, Hamas, pada 7 Oktober yang menewaskan sekitar 1.200 orang.
Tel Aviv juga memberlakukan blokade yang melumpuhkan di Jalur Gaza, meninggalkan penduduknya, terutama warga utara Gaza, di ambang kelaparan.
Lebih dari enam bulan setelah perang Israel, sebagian besar Gaza menjadi reruntuhan, mendorong 85% dari populasi enklaf itu mengalami pengungsian internal di tengah pemblokiran yang melumpuhkan atas makanan, air bersih, dan obat-obatan, menurut PBB.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional. Putusan sementara pada bulan Januari memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan tindakan genosida dan mengambil langkah-langkah untuk menjamin bahwa bantuan kemanusiaan disediakan kepada warga sipil di Gaza.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Gading-Persada
Sumber : Arab News