> >

Putin Bantah Menghasut Negara Afrika Bekas Jajahan Prancis untuk Usir Bekas Penjajah Mereka

Kompas dunia | 14 Maret 2024, 08:08 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin hari Rabu, (13/3/2024) menegaskan Rusia tidak terlibat dan tidak pernah memprovokasi negara-negara di Afrika untuk melawan Prancis di mana negara-negara itu pernah dijajah oleh Prancis. Putin menegaskan tujuan Rusia tidak melibatkan hal semacam itu. (Sumber: AP Photo)

Baca Juga: Kudeta Niger: Diancam Intervensi Militer, Uranium Dicuri Prancis hingga Minta Bantuan Wagner Group

Niger tadinya dianggap mitra utama terakhir melawan ekstremisme di wilayah berbahasa Prancis, namun sentimen anti-Prancis membuka jalan bagi kelompok Wagner asal Rusia. (Sumber: Brittanica)

Putin menegaskan bahwa Rusia senantiasa membuka pintu untuk kerja sama dengan negara-negara lain, termasuk Afrika. Kerja sama ini tidak dimaksudkan untuk merugikan negara mana pun, melainkan untuk saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Kehadiran militer Prancis di bekas-bekas koloninya makin menghilang. Baru-baru ini, tiga negara Sahel Afrika, yaitu Burkina Faso, Mali, dan Niger meminta seluruh pasukan Prancis hengkang dari negara mereka. 

Pasukan Prancis terakhir di Niger meninggalkan negara itu akhir tahun 2023, yaitu hari Jumat (22/12/2023), menandai akhir dari lebih dari satu dekade operasi Prancis untuk melawan kelompok bersenjata di wilayah Sahel, Afrika Barat.

"Tanggal hari ini menandai berakhirnya proses penarikan pasukan Prancis di Sahel," kata Letnan Salim Ibrahim dari militer Niger, sebagaimana dilaporkan oleh Al Jazeera, Jumat (22/12/2023).

Prancis telah menyatakan rencananya untuk menarik sekitar 1.500 prajurit dan pilotnya dari bekas jajahannya setelah pemerintah militer Niger menuntut mereka pergi setelah terjadinya kudeta pada 26 Juli.

Ini adalah kali ketiga dalam kurun waktu kurang dari 18 bulan pasukan Prancis terpaksa meninggalkan sebuah negara di Sahel. Mereka sebelumnya dipaksa meninggalkan Mali, bekas koloni mereka, tahun lalu, dan Burkina Faso awal tahun ini setelah terjadi kudeta militer di kedua negara tersebut.

Ketiga negara ini telah berjuang melawan kekerasan pemberontak yang bermula di utara Mali pada tahun 2012, yang kemudian menyebar ke Niger dan Burkina Faso.

Namun, serangkaian kudeta di wilayah ini sejak tahun 2020, dan meningkatnya sentimen anti-Prancis di kalangan penduduk, telah merusak hubungan dengan Prancis dan mendorong mereka untuk mencari kerja sama yang lebih dekat dengan Rusia.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Sputnik News


TERBARU