PM Haiti Umumkan Pengunduran Diri di Tengah Anarki yang Dipicu Kelompok Bersenjata
Kompas dunia | 13 Maret 2024, 00:15 WIBPORT-AU-PRINCE, KOMPAS.TV - Perdana Menteri Haiti Ariel Henry, Selasa pagi (12/3/2024), mengumumkan akan mengundurkan diri setelah pembentukan dewan presidensial transisi.
Pengumuman tersebut dibuat setelah adanya tekanan internasional terhadap Henry untuk menyelamatkan negaranya yang dihantam kelompok-kelompok bersenjata, yang disebut beberapa ahli telah memicu perang saudara skala kecil.
Henry mengeluarkan pengumuman tersebut beberapa jam setelah para pejabat, termasuk para pemimpin negara-negara di kawasan Karibia dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken, bertemu di Jamaika untuk membahas solusi mendesak untuk krisis Haiti. Mereka sepakat untuk menciptakan dewan transisi.
"Pemerintahan yang saya pimpin tidak bisa tetap tak peka menghadapi situasi ini. Tidak ada pengorbanan yang terlalu besar untuk negara kita," kata Henry melalui sebuah video.
"Pemerintahan yang saya pimpin akan mundur segera setelah dewan terbentuk."
Henry tak dapat masuk ke Haiti karena aksi kekerasan memaksa bandara internasional utama ditutup.
Ia tiba di Puerto Rico seminggu lalu setelah dicegah mendarat di Republik Dominika, yang mengatakan ia tidak punya rencana penerbangan yang diperlukan.
Dominika juga menutup ruang udara untuk penerbangan ke dan dari Haiti.
Belum jelas siapa yang akan memimpin Haiti keluar dari krisis ini, di mana kelompok-kelompok bersenjata membakar kantor polisi, menyerang bandara utama, dan menyerbu dua penjara terbesar di negara tersebut dan membebaskan lebih dari 4.000 narapidana.
Banyak yang tewas, dan lebih dari 15.000 orang kehilangan tempat tinggal setelah melarikan diri dari lingkungan yang diserbu oleh kelompok-kelompok bersenjata.
Persediaan makanan dan air menipis karena toko-toko yang menjual barang-barang tersebut kepada warga miskin kehabisan stok.
Pelabuhan utama di Port-au-Prince tetap ditutup, menyebabkan puluhan kontainer dengan persediaan penting, terdampar.
Pertemuan mendesak di Jamaika digelar oleh Caricom, blok perdagangan regional yang selama berbulan-bulan mendesak pembentukan pemerintahan transisi di Haiti di tengah aksi protes yang menuntut pengunduran diri Henry.
Presiden Guyana Irfaan Ali mengatakan dewan transisi akan memiliki tujuh anggota yang dapat memberikan suara dan dua anggota tanpa hak suara.
Mereka yang memberikan suara termasuk partai Pitit Desalin, yang dipimpin oleh mantan senator dan calon presiden Moïse Jean-Charles, yang kini menjadi sekutu Guy Philippe, mantan pemimpin pemberontak yang memimpin kudeta pada 2004 dan baru-baru ini dibebaskan dari penjara AS setelah mengaku bersalah atas pencucian uang.
Baca Juga: Penyebab Anarki Merajalela di Haiti: Pemimpin Pelihara Geng hingga Tumbuh Lebih Kuat dari Pemerintah
Hak suara juga akan dimiliki partai EDE yang dipimpin mantan perdana menteri Charles Joseph; partai Fanmi Lavalas; koalisi 21 Desember yang dipimpin oleh Henry; kelompok Montana Accord; dan anggota sektor swasta.
Sebelum membagikan rincian dewan transisi yang diusulkan, Ali mengatakan, "Saya ingin berhenti sejenak dan berterima kasih kepada Perdana Menteri Henry atas pelayanannya kepada Haiti."
Henry menjabat dalam satu masa jabatan terpanjang sebagai perdana menteri sejak konstitusi Haiti tahun 1987 disetujui, sebuah prestasi mengejutkan untuk negara yang politiknya tidak stabil dengan pergantian perdana menteri yang konstan.
Ia dilantik sebagai perdana menteri hampir dua minggu setelah pembunuhan Presiden Jovenel Moïse pada 7 Juli 2021.
Menurut para pengkritiknya, Henry tidak pernah dipilih oleh rakyat, apalagi oleh parlemen, yang tetap tidak ada setelah masa jabatan senator-senator terakhir berakhir pada Januari 2023. Hal itu menyebabkan Haiti tidak memiliki satu pun pejabat yang dipilih oleh rakyat.
Saat Haiti bersiap untuk kepemimpinan baru, beberapa ahli mempertanyakan peran kelompok bersenjata yang mengendalikan 80 persen wilayah Port-au-Prince.
“Bahkan jika Anda memiliki jenis pemerintahan yang berbeda, kenyataannya adalah Anda perlu berbicara dengan kelompok bersenjata,” kata Robert Fatton, ahli politik Haiti di University of Virginia, Amerika Serikat.
"Anda tidak bisa menekan mereka."
Fatton mengatakan pejabat tetap harus berurusan dengan kelompok-kelompok bersenjata dan mencoba meyakinkan mereka untuk menyerahkan senjata.
"Tapi apa saja konsesi mereka?"
Fatton mencatat kelompok-kelompok bersenjata memiliki supremasi dalam mengendalikan ibu kota.
"Jika mereka memiliki supremasi itu, dan tidak ada kekuatan yang bisa menandingi, bukan lagi pertanyaan apakah Anda ingin mereka di meja, mereka mungkin langsung mengambil meja itu."
Baca Juga: Bos Geng Haiti: PM Ariel Henry Mundur atau Perang Saudara yang akan Mengarah ke Genosida
Sebelumnya pada Senin (11/3/2024), Blinken mengumumkan tambahan 100 juta dolar AS untuk mendanai penugasan pasukan multinasional di Haiti.
Blinken juga mengumumkan bantuan kemanusiaan sebesar 33 juta dolar AS dan penciptaan proposal bersama yang disetujui oleh para pemimpin negara-negara di Karibia dan "semua pihak pemangku kepentingan Haiti untuk mempercepat transisi politik" dan menciptakan "dewan presidensial."
Dia mengatakan kolese atau dewan tersebut akan mengambil "langkah-langkah konkret" yang tidak diidentifikasi, untuk memenuhi kebutuhan rakyat Haiti dan memungkinkan penugasan pasukan multinasional yang dipimpin oleh Kenya.
Blinken juga mencatat Departemen Pertahanan AS meningkatkan dukungannya untuk misi tersebut, setelah sebelumnya menyediakan 100 juta dolar AS.
Saat para pemimpin bertemu di balik pintu tertutup, Jimmy Chérizier, yang dianggap sebagai pemimpin geng terkuat Haiti, mengatakan kepada wartawan, jika masyarakat internasional terus melanjutkan apa yang ada saat ini, "akan menjatuhkan Haiti ke dalam kekacauan yang lebih dalam."
"Kita orang Haiti harus memutuskan siapa yang akan menjadi kepala negara dan model pemerintahan apa yang kita inginkan," kata Chérizier, mantan perwira polisi elite yang dikenal sebagai Barbecue, pemimpin federasi geng G9 Family and Allies.
"Kita juga akan mencari cara untuk mengangkat Haiti dari keputusasaan seperti sekarang."
Geng-geng berkekuatan besar telah menyerang target-target kunci pemerintah di seluruh Port-au-Prince, sejak 29 Februari.
Ketika serangan dimulai, Henry berada di Kenya untuk mendorong penugasan pasukan polisi dari negara-negara Afrika Timur yang didukung PBB, setelah ditunda oleh keputusan pengadilan.
Pada Senin malam, pemerintah Haiti mengumumkan perpanjangan jam malam hingga 14 Maret dalam upaya mencegah serangan lebih lanjut.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Associated Press