> >

Perempuan Palestina Dipaksa Telanjang saat Diperiksa oleh Tentara Israel di Gaza

Kompas dunia | 8 Maret 2024, 23:30 WIB
Seorang ibu Palestina duduk kelelahan di reruntuhan pengeboman Israel di Gaza. (Sumber: AP Photo)

KOTA GAZA, KOMPAS.TV - Perempuan Gaza bernama Fatema Tambora tidak bisa melupakan momen saat dipaksa telanjang bulat oleh tentara Israel di wilayah Gaza utara.

"Tentara Israel memaksa saya sepenuhnya melepaskan pakaian dan pakaian dalam," kata ibu Palestina yang tidak menyebutkan usianya itu kepada Anadolu, Jumat (8/3/2024).

"Mereka secara paksa melepaskan hijab saya, secara agresif memeriksa saya melalui perangkat elektronik, dan meletakkannya di bagian tubuh yang sensitif."

Pada 24 Desember, pasukan Israel menyerbu sebuah sekolah di Kota Gaza, tempat Tambora, keluarganya, dan ratusan warga Palestina berlindung.

"Prajurit (Israel) memisahkan laki-laki dari perempuan dan anak-anak, dan memaksa melepas seluruh pakaian," kenang Tambora.

Mereka semua diperintahkan oleh tentara masuk ke sebuah masjid di lingkungan Sheikh Radwan di Kota Gaza untuk diselidiki. "Prajurit pertama-tama memerintahkan suami saya masuk ke masjid," kata ibu Palestina itu. "Saya kemudian dipisahkan dari anak-anak saya untuk diinterogasi oleh tentara Israel."

Perempuan Palestina itu kemudian diborgol, ditutup mata, dan ditarik ke dalam jip militer.

"Saya memohon kepada para tentara untuk mengetahui nasib suami dan anak-anak saya, tetapi seorang tentara berteriak pada saya dan memerintahkan saya untuk tetap diam dan hanya mengikuti perintah."

Baca Juga: Erdogan: Israel Harus Tanggung Jawab Kejahatan Perang dan Kejahatan Kemanusiaan di Gaza Palestina

Seorang ibu warga Gaza dan anaknya korban pengeboman Israel. (Sumber: OHCHR / United Nations)

Pelecehan Seksual

Tambora dan tahanan lainnya lalu dipindahkan ke penjara militer Israel. "Prajurit Israel dengan sengaja meninggalkan tahanan perempuan dengan tangan dan kaki terborgol untuk waktu yang lama," katanya.

"Tahanan dipukuli, disiksa, hijab dan pakaian mereka dilepas, dan dipaksa mencium bendera Israel saat diinterogasi," kenang perempuan Palestina itu.

Mereka diinterogasi tentang Hamas, pemimpinnya, dan faksi perlawanan Palestina lainnya. "Setiap kali kami mengatakan tidak tahu apa-apa, kami dipukuli, disiksa, dan dihina dengan kata-kata cabul," katanya.

"Kami kedinginan, tetapi mereka menolak memberi kami selimut," kata Tambora. "Mereka memaksa kami mengenakan pakaian yang sangat tipis tanpa pakaian dalam, dan menolak membiarkan kami mengenakan hijab."

Setelah 11 hari, Tambora dipindahkan ke Penjara Damon dekat Kota Haifa di utara Israel. 

"Tahanan perempuan dipaksa tentara untuk melepaskan pakaian mereka di depan semua orang, dan mereka memeriksa kami dengan cara yang tidak bermoral, fokus pada area pribadi," kata Fatema.

"Mereka mengancam kami dengan lima tahun penjara jika kami menolak memberikan informasi," kata ibu yang berasal dari Gaza itu. "Prajurit perempuan dengan sengaja membangunkan kami tengah malam untuk mengganggu kami dan mencegah kami tidur. Mereka tidak membiarkan kami meninggalkan ruangan kecuali satu jam untuk menggunakan kamar mandi."

Baca Juga: Pelapor Khusus PBB: Tanpa Keraguan, Genosida Sudah Terjadi di Gaza atas Warga Palestina

Seorang ibu pengungsi Gaza sedang memasak kopi di Rafah, Rabu (7/2/2024). (Sumber: Al Jazeera)

Dipukuli dan Disiksa

Setelah 47 hari ditahan di penjara, Tambora diperintahkan untuk dibebaskan. "Kami dipindahkan ke penjara lain di mana kami dibiarkan di cuaca dingin hingga tengah malam," tambahnya.

"Kami dipukuli dan disiksa di dalam bus oleh tentara Israel hingga kami mencapai perlintasan Karam Abu Salem (Kerem Shalom) di pagi hari ketika tentara melepaskan borgol dan penutup mata kami dan membebaskan kami."

"Kami diterima oleh delegasi Badan Pengungsi Palestina PBB UNRWA di perlintasan dan mereka mengantar kami ke Kota Rafah di selatan Jalur Gaza," ucap Tambora.

Hampir 31.000 warga Palestina tewas dan lebih dari 72.000 lainnya terluka dalam serangan Israel yang terus berlanjut di Gaza ditambah dengan kerusakan massal dan kekurangan kebutuhan pokok.

Kelompok Palestina memperkirakan ribuan warga Palestina ditahan oleh pasukan Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober. Israel juga memberlakukan blokade mematikan, membuat penduduknya, khususnya warga Gaza utara, berada di ambang kelaparan.

Perang Israel membuat 85% populasi Gaza menjadi pengungsi internal di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan, sementara 60% infrastruktur enklaf telah rusak atau hancur, menurut PBB.

Israel di Mahkamah Internasional dituduh melakukan genosida. Putusan sementara bulan Januari memerintahkan Tel Aviv menghentikan tindakan genosida dan mengambil langkah-langkah untuk menjamin bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.

 

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Anadolu


TERBARU