> >

Bertambah, Bayi dan Anak Gaza yang Meninggal karena Kelaparan dan Dehidrasi akibat Blokade Israel

Kompas dunia | 8 Maret 2024, 23:00 WIB
Anak-anak di Gaza, Palestina berdesakan mengantri makanan yang suplainya sangat terbatas hari Jumat, (16/2/2024). Bayi dan anak-anak di Gaza mulai bertumbangan meninggal kelaparan dan kehausan setelah berbulan-bulan serangan, pengeboman, pengepungan dan blokade Israel. (Sumber: AP Photo)

Mahmoud Shalaby, yang tinggal di kamp pengungsi Jabaliya, mengatakan dia melihat seorang pria di pasar memberikan kantong keripik kentang kepada dua anaknya dan menyuruh mereka membuatnya tahan untuk sarapan dan makan siang.

"Semua orang tahu saya telah kehilangan berat badan," kata Shalaby, manajer program senior untuk kelompok bantuan Medical Aid for Palestinians di utara Gaza.

Dr. Husam Abu Safiya, kepala pelaksana Rumah Sakit Kamal Adwan, mengatakan stafnya saat ini merawat 300 hingga 400 anak setiap hari, dan 75% dari mereka menderita kekurangan gizi akut.

Pengiriman bantuan udara oleh AS dan negara-negara lain baru-baru ini memberikan jumlah bantuan yang jauh lebih rendah daripada pengiriman truk, yang kini sangat jarang dan kerap berbahaya.

UNRWA mengatakan otoritas Israel belum memperbolehkannya untuk mengirim pasokan ke utara sejak 23 Januari.

Organisasi Pangan Dunia WFP, yang telah menunda pengiriman karena alasan keamanan, mengatakan militer memaksa konvoi pertamanya ke utara dalam dua minggu terakhir untuk berputar balik pada hari Selasa.

Ketika militer Israel mengatur pengiriman makanan ke Kota Gaza pekan lalu, tentara yang menjaga konvoi membuka tembakan saat ribuan warga Palestina yang lapar menyerbu truk-truk. Sebanyak 120 orang tewas dalam penyerangan itu, baik karena ditembak maupun terinjak-injak dalam kekacauan.

Baca Juga: UNRWA: Israel Tahan Makanan 1,1 Juta Pengungsi Gaza yang Kelaparan padahal Cukup untuk Stok Sebulan

Seorang ayah warga Palestina memegang jari jenazah anaknya yang tewas dalam pengeboman Israel di Khan Younis, Senin, (22/1/2024). Bayi dan anak-anak di Gaza mulai bertumbangan meninggal kelaparan dan kehausan setelah berbulan-bulan serangan, pengeboman, pengepungan dan blokade Israel. (Sumber: AP Photo)

Selatan Makin Memburuk

Yazan al-Kafarna, 10 tahun, meninggal hari Senin setelah hampir seminggu perawatan yang tidak berhasil di kota paling selatan Gaza, Rafah.

Foto anak tersebut menunjukkan dia sangat kurus, dengan anggota tubuh seperti ranting dan mata yang tenggelam dalam wajah yang menyusut ke tengkoraknya.

Al-Kafarna lahir dengan cerebral palsy, kondisi neurologis yang memengaruhi keterampilan motorik, membuat menelan dan makan menjadi sulit. Orang tuanya mengatakan mereka kesulitan menemukan makanan yang bisa dimakannya, termasuk buah-buahan lembut dan telur, sejak melarikan diri dari rumah mereka di utara.

Dia meninggal karena penyusutan otot secara ekstrem terutama akibat kekurangan makanan, menurut Dr. Jabr al-Shair, kepala departemen darurat anak di Rumah Sakit Abu Youssef Najjar.

Pada hari terakhir, sekitar 80 anak yang kekurangan gizi memadati ruang rawat inap rumah sakit. Aya al-Fayoume, seorang ibu berusia 19 tahun yang mengungsi ke Rafah, membawa putrinya yang berusia 3 bulan, Nisreen, yang kehilangan banyak berat badan selama bulan-bulan musim dingin, mengidap diare para dan muntah-muntah.

Dengan dietnya yang terutama terdiri dari makanan kaleng, al-Fayoume mengatakan dia tidak menghasilkan cukup ASI untuk Nisreen, "Semua yang saya butuhkan mahal atau tidak tersedia," katanya.

Persediaan makanan segar di Rafah semakin menipis, sementara populasi meningkat menjadi lebih dari 1 juta dengan penduduk yang mengungsi. Hal utama yang tersedia adalah makanan kaleng, sering kali ditemukan dalam paket bantuan.

Baca Juga: Federasi Palang Merah Internasional IFRC: Kelaparan di Gaza Sudah Melampaui Malapetaka

Anak-anak Palestina melihat jenazah seorang anak lain, berupaya mengidentifikasi identitas sang anak. Bayi dan anak-anak di Gaza mulai bertumbangan meninggal kelaparan dan kehausan setelah berbulan-bulan serangan, pengeboman, pengepungan dan blokade Israel. (Sumber: AP Photo)

Di Rumah Sakit Emirati, Dr. Ahmed al-Shair, wakil kepala unit bayi, mengatakan sederet kematian baru-baru ini pada bayi prematur adalah hasil dari malnutrisi akut di kalangan ibu.

Kekurangan gizi dan stres ekstrem adalah faktor yang menyebabkan kelahiran prematur dengan berat badan rendah, dan dokter mengatakan kasus-kasus tersebut meningkat selama perang, meskipun PBB tidak memiliki data dan statistik.

Al-Shair mengatakan bayi prematur diobati selama beberapa hari untuk meningkatkan berat badan mereka. Tetapi kemudian mereka dilepaskan pulang, yang sering kali terjadi adalah tenda yang tidak cukup hangat, dengan ibu yang terlalu kekurangan gizi untuk menyusui dan sulit mendapatkan susu.

Orang tua kadang-kadang memberikan air putih polos kepada bayi baru lahir, yang sering kali tidak bersih, menyebabkan diare.

Dalam beberapa hari, bayi-bayi "dibawa kembali kepada kami dalam keadaan mengerikan. Beberapa sudah dibawa dalam keadaan meninggal," kata al-Shair. Ia mengatakan 14 bayi di rumah sakit meninggal bulan Februari dan dua lagi pada bulan Maret.

Saat ini, ruang rawat inap rumah sakit merawat 44 bayi berusia kurang dari 10 hari dengan berat kurang dari 2 kilogram, beberapa tetap hidup dengan bantuan alat medis.

Setiap inkubator memiliki setidaknya tiga bayi prematur di dalamnya, meningkatkan risiko infeksi. Al-Shair mengatakan dia khawatir beberapa akan mengalami nasib yang sama ketika kembali pulang, "Kami merawat mereka sekarang, tetapi hanya Tuhan yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan," katanya.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Associated Press


TERBARU