AS Dilaporkan Diam-Diam Setujui Penjualan Senjata dan Amunisi Canggih ke Israel
Kompas dunia | 8 Maret 2024, 01:25 WIBWASHINGTON, KOMPAS.TV - Amerika Serikat (AS) dilaporkan diam-diam menyetujui penjualan lebih dari 100 jenis senjata ke Israel sejak dimulainya perang di Gaza pada bulan Oktober lalu, termasuk ribuan bom pandu presisi.
Menurut laporan Washington Post, Rabu (6/3/2024), yang mengutip pejabat dan anggota kongres AS, menyatakan bahwa dalam suatu briefing yang bersifat rahasia, pejabat AS memberitahu anggota kongres bahwa penjualan tersebut melibatkan "ribuan amunisi berpandu presisi, bom diameter kecil, penghancur bunker, senjata api, dan bantuan mematikan lainnya."
Beberapa pengiriman senjata dilakukan tanpa adanya perdebatan publik karena "masing-masing berada di bawah jumlah dolar tertentu yang mengharuskan cabang eksekutif memberitahu kongres secara individual," demikian dilaporkan.
Meskipun begitu, pemerintahan Biden masih berusaha mengirimkan bantuan militer tambahan senilai 14 miliar dolar ke Israel dan menunggu persetujuan dari Kongres AS.
Laporan ini muncul di tengah kekhawatiran terhadap bantuan militer AS yang terus diberikan kepada Israel, dengan indikasi senjata yang diberikan tidak digunakan sesuai dengan hukum perang.
Undang-Undang Bantuan Luar Negeri tahun 1961 melarang AS memberikan bantuan kepada negara mana pun "ketika Presiden mengetahui bahwa pemerintah negara tersebut melarang atau membatasi, langsung atau tidak langsung, transportasi atau pengiriman bantuan kemanusiaan AS."
Namun, ada pengecualian di bagian 620I yang memungkinkan presiden untuk terus memberikan bantuan jika ia secara resmi menentukan bahwa hal itu dalam kepentingan keamanan nasional AS.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional. Keputusan sementara pada bulan Januari menyuruh Tel Aviv menghentikan tindakan genosida dan mengambil langkah-langkah untuk memastikan bantuan kemanusiaan disediakan bagi warga sipil di Gaza.
Baca Juga: Korban Tewas Warga Sipil Gaza Tembus 30.700 Orang, Kesabaran Sekutu Israel Mulai Menipis
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, pada Selasa mengatakan menteri Israel menghalangi pengiriman bantuan ke Jalur Gaza yang terkepung, memunculkan pertanyaan tentang legalitas bantuan AS yang terus berlanjut kepada Israel.
"Beberapa hambatan yang kami lihat dari pihak penguasa politik Israel: Anda melihat menteri dalam pemerintahan Israel menghalangi pengiriman tepung terigu (untuk warga Gaza) dari Pelabuhan Ashdod. Anda melihat menteri pemerintahan Israel mendukung protes yang menghalangi bantuan masuk ke Karem Shalom," ujar Miller kepada wartawan.
Ditanya bagaimana hal ini berhubungan dengan Undang-Undang Bantuan Luar Negeri, dia mengatakan, "Kami belum membuat penilaian bahwa Israel melanggar persyaratan undang-undang semacam itu saat ini."
Pemerintahan Biden mendapat kritik dari kalangan Demokrat progresif, Muslim, dan Arab di dalam dan luar negeri atas dukungan "tanpa ragu"nya terhadap perang Israel di Gaza, yang telah membunuh lebih dari 30.000 warga Palestina sementara kelaparan semakin mengancam.
Biden, yang beberapa kali menegaskan dukungan Washington untuk "hak Israel membela diri" setelah serangan oleh kelompok Palestina Hamas pada 7 Oktober tahun lalu, belakangan ini mulai mengubah nada. Biden secara bertahap meningkatkan tekanan kepada Tel Aviv untuk mengambil langkah-langkah guna meminimalkan dampak bagi warga sipil Palestina dan memperbolehkan lebih banyak bantuan kemanusiaan masuk ke wilayah tersebut.
Israel melancarkan serangan militer mematikan di Jalur Gaza sejak serangan oleh Hamas pada 7 Oktober, yang menurut Tel Aviv menewaskan hampir 1.200 orang. Lebih dari 30.700 warga Palestina telah tewas sejak itu, dengan lebih dari 72.000 lainnya terluka di tengah kehancuran besar dan kekurangan barang-barang kebutuhan.
Israel juga memberlakukan blokade yang merugikan di Jalur Gaza, menyebabkan penduduknya, khususnya di bagian utara Gaza, berada di ambang kelaparan.
Serangan Israel telah mendorong 85% penduduk Gaza mengalami pengungsian internal di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan, sementara 60% infrastruktur di wilayah tersebut rusak atau hancur, menurut PBB.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Washington Post