> >

Negosiasi Gencatan Senjata Israel-Hamas Mentok, Perang di Gaza Berpotensi Berlangsung saat Ramadan

Kompas dunia | 6 Maret 2024, 03:30 WIB
UNICEF hari Minggu (3/3/2024) dengan nada sangat serius memberi peringatan bahwa jumlah kematian anak-anak di Jalur Gaza akan melonjak tajam seiring berlanjutnya serangan dan pengepungan Israel. (Sumber: Arab News)

Baca Juga: Hamas: Sulit untuk Tahu Siapa Sandera Israel yang Masih Hidup di Gaza

Seperti yang diketahui, serangan Israel telah menewaskan lebih dari 30.000 orang di Gaza dan mengusir 85% dari 2,3 juta penduduk dari rumah mereka.

Data dari kementerian kesehatan Gaza dan PBB juga mencatat serangan Israel menyebabkan lebih dari setengah infrastruktur Jalur Gaza hancur.

Perang yang sudah berlangsung lima bulan itu dipicu oleh serangan mendadak Hamas yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap komunitas di seluruh Israel di mana menurut angka Israel, sekitar 1.200 orang tewas dan 250 lainnya diculik.

Pada November 2023 lalu, sekitar 100 tawanan ditukar dengan 240 wanita dan anak Palestina yang ditahan di penjara Israel.

Tetapi untuk saat ini, kemajuan dalam kesepakatan gencatan senjata kedua terbukti sulit.

Meskipun awal bulan suci Ramadan pada sekitar 10 Maret bukan merupakan batas waktu untuk gencatan senjata baru, PBB mengatakan, seperempat dari populasi Gaza menghadapi kelaparan.

Maka dari itu, gencatan senjata komprehensif di mana bantuan yang cukup dapat mencapai semua wilayah yang terkepung sangat penting.

Kelaparan anak-anak meroket di wilayah yang terkepung, dengan pejabat PBB melaporkan pada hari Senin bahwa satu dari enam anak di bawah usia dua tahun di setengah utara Gaza menderita kelaparan akut.

Semakin lama pertempuran berlangsung, semakin besar risiko terjadinya kebakaran besar: kelompok yang didukung Iran di Lebanon, Irak, Suriah, dan Yaman telah terlibat dalam konflik tersebut.

Ramadan sering kali disertai dengan peningkatan kekerasan dalam konflik Israel-Palestina, bahkan dalam tahun-tahun yang lebih tenang. 

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Deni-Muliya

Sumber : The Guardian


TERBARU