Israel Disebut Lakukan Pemerkosaan dan Kekerasan Seksual terhadap Wanita di Gaza
Kompas dunia | 20 Februari 2024, 18:45 WIB
JENEWA, KOMPAS.TV - Sejumlah ahli PBB mendesak dilakukannya penyelidikan atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) seperti pemerkosaan dan kekerasan seksual, yang dilakukan pasukan Israel terhadap wanita dan anak-anak perempuan Palestina di Jalur Gaza.
Para ahli PBB itu terdiri dari Reem Alsalem, Pelapor Khusus tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan, penyebab dan konsekuensinya; Francesca Albanese, Pelapor Khusus tentang situasi HAM di wilayah Palestina yang diduduki sejak 1967; Dorothy Estrada Tanck (Ketua), Claudia Flores, Ivana Krstić, Haina Lu, dan Laura Nyirinkindi, Kelompok Kerja tentang diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan.
Para pelapor khusus dan ahli independen itu ditunjuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk melaporkan dan memberikan saran tentang isu-isu tematik tertentu atau situasi negara.
Setelah melakukan penelitian, mereka mendapatkan informasi bahwa wanita dan gadis Palestina dilaporkan dieksekusi secara sewenang-wenang di Gaza, seringkali bersama dengan anggota keluarga lain, termasuk anak-anak mereka.
Baca Juga: Rekaman Suara Terakhir Hind Rajab, Anak Gaza yang Dibunuh Israel di Dalam Mobil Bersama Kerabatnya
"Kami terkejut dengan laporan tentang penargetan sengaja dan pembunuhan di luar hukum terhadap perempuan dan anak-anak Palestina di tempat-tempat di mana mereka mencari perlindungan, atau saat melarikan diri," kata para ahli dalam laporan mereka yang dirilis Senin (19/2/2024), dikutip dari laman ochcr.org.
"Beberapa dari mereka dilaporkan memegang kain putih ketika mereka dibunuh oleh pasukan Israel atau kelompok terafiliasi."
Para ahli juga menyatakan keprihatinan serius tentang penahanan sewenang-wenang terhadap ratusan wanita dan gadis Palestina, termasuk yang merupakan pembela HAM, jurnalis, dan pekerja kemanusiaan, di Gaza dan Tepi Barat, wilayah Palestina lainnya yang berada di bawah pendudukan Israel, sejak 7 Oktober 2023.
Banyak dari kaum perempuan itu dilaporkan mengalami perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan martabat, dilarang memakai pembalut menstruasi, tidak diberikan makanan dan obat-obatan, serta dianiaya secara keras.
Paling tidak dalam satu kejadian, para wanita Palestina yang ditawan di Gaza diduga ditahan dalam sebuah kandang di tengah hujan dan dingin, tanpa makanan.
"Kami sangat terganggu oleh laporan bahwa perempuan dan gadis Palestina dalam tahanan juga telah menjadi korban berbagai bentuk serangan seksual, seperti dilucuti hingga telanjang dan diperiksa oleh perwira laki-laki Israel."
"Setidaknya dua tahanan perempuan Palestina dilaporkan diperkosa, sementara yang lain dilaporkan diancam dengan pemerkosaan dan kekerasan seksual," kata para ahli.
Baca Juga: Serangan Brutal ke Gaza Membuat Ekonomi Israel Terguncang, Kontraksi Hampir 20%
Mereka juga menemukan foto-foto yang memperlihatkan tahanan perempuan dalam keadaan merendahkan, juga dilaporkan diambil oleh tentara Israel dan diunggah online.
Para ahli turut menyatakan kekhawatiran mengenai adanya wanita dan anak-anak Palestina, yang belum diketahui jumlahnya, dilaporkan hilang setelah kontak dengan tentara Israel di Gaza.
"Ada laporan-laporan mengkhawatirkan tentang setidaknya satu bayi perempuan secara paksa dipindahkan oleh tentara Israel ke Israel, dan anak-anak dipisahkan dari orang tua mereka, yang keberadaannya hingga kini tidak diketahui," lanjut mereka.
"Kami mengingatkan pemerintah Israel akan kewajibannya untuk menegakkan hak atas kehidupan, keselamatan, kesehatan, dan martabat perempuan dan gadis Palestina serta memastikan bahwa tidak ada yang menjadi korban kekerasan, penyiksaan, perlakuan buruk atau perlakuan merendahkan, termasuk kekerasan seksual," tegas para ahli.
Mereka kemudian menyerukan dilakukannya penyelidikan independen, tidak memihak, cepat, menyeluruh, dan efektif terhadap dugaan tersebut.
Para ahli juga mendesak agar Israel mau berkerja sama dalam penyelidikan.
"Secara bersama-sama, tindakan-tindakan yang diduga dilakukan tersebut dapat menjadi pelanggaran serius terhadap hukum hak asasi manusia internasional dan hukum kemanusiaan, dan merupakan kejahatan serius di bawah hukum pidana internasional yang dapat diadili di bawah Statuta Roma," kata para ahli.
"Mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan-kejahatan yang nyata tersebut harus dimintai pertanggungjawaban dan korban serta keluarga mereka berhak atas ganti rugi dan keadilan penuh," tambah mereka.
Dilansir dari laman resmi PBB, Statuta Roma adalah perjanjian yang didirikan pada Konferensi Diplomatik Perserikatan Bangsa-Bangsa di Roma pada tahun 1998.
Perjanjian ini merupakan landasan bagi Mahkamah Pidana Internasional (ICC) yang bertugas mengadili individu-individu yang diduga melakukan kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi yang diakui secara internasional.
Baca Juga: Israel Marah, Tidak Akan Undang Presiden Brasil Hingga Minta Maaf Bandingkan Gaza dan Holocaust
Penulis : Rizky L Pratama Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV