> >

Sidang Genosida Israel di Gaza Dimulai, Rakyat Afrika Selatan Nobar di Kedubes Palestina

Kompas dunia | 11 Januari 2024, 17:32 WIB
Para hakim yang menangani kasus dugaan genosida yang dilakukan Israel di Gaza, berada dalam ruang sidang Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ) di Den Haag, Belanda, Kamis, 11 Januari 2024. Kasus tersebut dilayangkan Afrika Selatan. (Sumber: AP Photo/Patrick Post)

 

PRETORIA, KOMPAS.TV - Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ) menggelar sidang kasus dugaan genosida yang dilakukan Israel di Gaza, Palestina, pada Kamis (11/1/2024) mulai pukul 09.00 GMT atau 16.00 WIB. Kasus tersebut dilayangkan oleh Afrika Selatan.

Sidang yang digelar di Den Haag, Belanda ini dibuka dengan pernyataan pembuka oleh Menteri Hukum Afrika Selatan Ronald Lamola. Sidang perdana perkara genosida ini diperkirakan akan memakan waktu selama tiga jam.

Gugatan Afrika Selatan terhadap Israel sendiri disambut oleh banyak warga Afrika Selatan. Masyarakat setempat pun menggelar nonton bareng sidang di kompleks Kedutaan Besar Palestina di Pretoria.

Baca Juga: Sidang Genosida Palestina Digelar Pekan Depan, Bisakah Mahkamah Internasional Menghukum Israel?

Afrika Selatan memiliki sejarah kolonialisme dan apartheid yang dinilai membuat negara ini bereaksi keras atas penindasan terhadap kelompok etnis tertentu. Pemerintah Afrika Selatan berulang kali menyatakan Israel menerapkan apartheid terhadap masyarakat Palestina.

Sebelumnya, Lamola mengatakan pihaknya menggugat Israel ke Mahkamah Interansional karena memiliki "argumen kuat bahwa genosida sedang dilakukan di Gaza."

"Argumen bahwa genosida sedang dilakukan di Gaza kuat karena terdapat pemusnahan atau pembersihan suatu penduduk sipil, warga sipil tak bersalah, anak-anak dan perempuan yang terusir, (dan) penyerangan terhadap infrastruktur sipil di Gaza," kata Lamola, dilansir Al Jazeera, Kamis (11/1).

Lamola menyebut, pernyataan-pernyataan tokoh politik dan militer Israel mengindikasikan Tel Aviv "bertujuan memusnahkan seluruh penduduk Palestina dari Jalur Gaza."

Menurut data terkini Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, serangan Israel sejak 7 Oktober lalu telah membunuh sedikitnya 23.357 orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 9.600 anak-anak dan 6.750 perempuan.

Baca Juga: Wakil Ketua Parlemen Israel Ingin Bakar Masyarakat Gaza saat Lebih dari 23.000 Sudah Terbunuh

Lebih dari 85 persen dari 2,3 juta penduduk Jalur Gaza pun terusir dari rumah mereka dan terancam kelaparan akibat pengepungan total Israel.

Afrika Selatan meminta Mahkamah Internasional menerbitkan perintah sementara agar Israel menangguhkan serangannya ke Jalur Gaza.

Apabila majelis hakim Mahkamah Internasional mengabulkan, perintah ini dapat diterbitkan dalam waktu beberapa pekan.

Sementara putusan kasus genosida yang diduga dilakukan Israel, diperkirakan akan keluar setelah bertahun-tahun.

Saat ini, ICJ pun masih memiliki kasus aktif genosida Rohingya oleh Myanmar yang digugat Gambia pada 2019 silam.

Meskipun demikian, profesor hukum internasional dari Trinity College Dublin, Michael Becker, menduga perintah sementara itu akan sulit diputuskan.

Pasalnya, Hamas bukan menjadi pihak dalam kasus ini sehingga pengadilan tidak bisa mengeluarkan perintah untuk dua pihak yang berkonflik.

"Hamas bukanlah pihak dalam gugatan ini dan ICJ mungkin akan ragu memerintahkan Israel menangguhkan tindakannya saat mereka tidak bisa meminta Hamas melakukan hal yang sama," kata Becker, seperti dilansir Al Jazeera, Rabu (10/1).

Becker menambahkan, Mahkamah Internasional berkemungkinan akan memerintahkan Israel untuk menunjukkan pembatasan lebih besar atas operasi militer mereka di Jalur Gaza.

Di lain sisi, jenis hukuman yang bisa diputuskan untuk Israel di Mahkamah Internasional disebut sulit diprediksi. Begitu pula dengan pelaksanaan hukuman tersebut.

Israel diwajibkan mematuhi putusan Mahkamah Internasional yang mengikat secara hukum dan tidak bisa mengajukan banding. Namun, Tel Aviv berpeluang besar tidak mematuhinya.

Pasalnya, Mahkamah Internasional akan mengalihkan pelaksanaan putusan kepada Dewan Keamanan PBB jika terhukum tidak patuh.

Di Dewan Keamanan PBB, Amerika Serikat (AS), sekutu nomor wahid Israel, memegang hak veto yang bisa membatalkan resolusi.

Sejak 1945, AS tercatat telah memveto 34 dari 36 draf resolusi Dewan Keamanan PBB terkait Israel-Palestina.

 

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Al Jazeera


TERBARU