> >

Hizbullah Lebanon Serang Pangkalan Kendali Lalu Lintas Udara Israel, Tel Aviv Ancam Perang Baru

Kompas dunia | 8 Januari 2024, 13:17 WIB
Warga Lebanon di Beirut hari Minggu, (7/1/2024) melewati poster pemimpin Hamas Saleh Arouri yang dibunuh Israel. Militer Israel mengumumkan kelompok Hizbullah di Lebanon menyerang pangkalan kendali lalu lintas udara di utara Israel hari Minggu (7/1/2024) dan mengancam munculnya perang lain dengan kelompok paramiliter yang didukung oleh Iran ini. (Sumber: AP Photo)

YERUSALEM, KOMPAS.TV - Militer Israel mengumumkan kelompok Hizbullah di Lebanon menyerang pangkalan kendali lalu lintas udara di utara Israel hari Minggu (7/1/2024) dan mengancam munculnya "perang lain" dengan kelompok paramiliter yang didukung oleh Iran ini.

Militer Israel mengklaim tembakan Hizbullah menghantam pusat kendali lalu lintas udara sensitif di Gunung Meron hari Sabtu, tetapi pertahanan udara tidak terpengaruh karena sistem cadangan sudah ada. Mereka menyatakan tidak ada tentara yang terluka dan semua kerusakan akan diperbaiki, seperti laporan Associated Press, Senin, (8/1/2024).

Meskipun serangan tersebut tidak menyebabkan kerusakan pada pertahanan udara, itu merupakan salah satu serangan paling serius oleh Hizbullah selama bulan-bulan pertempuran yang menyertai perang Israel di Gaza. Serangan ini juga memaksa puluhan ribu warga Israel untuk dievakuasi dari komunitas di dekat perbatasan Lebanon.

Hizbullah menjelaskan serangan roket mereka adalah "tanggapan awal" terhadap pembunuhan seorang pemimpin Hamas teratas di markas besar Hizbullah di Beirut pekan lalu. Pembunuhan ini diduga dilakukan oleh Israel.

Terdapat urgensi baru pada upaya diplomatik Amerika Serikat saat Menlu AS Antony Blinken bersiap kembali ke Timur Tengah termasuk Israel karena terjadi peningkatan pertempuran di sepanjang perbatasan dengan Lebanon, sementara Israel berjuang melawan kelompok Hamas di Gaza.

"Ini adalah konflik yang bisa dengan mudah berkembang, menyebabkan lebih banyak ketidakamanan dan penderitaan," kata Blinken kepada wartawan setelah pertemuan di Qatar, negara mediator kunci. Eskalasi pertempuran lintas perbatasan antara Israel dan Hizbullah mempersulit upaya AS untuk mencegah konflik regional.

Kepala staf militer Israel, Letnan Kolonel Herzi Halevi, mengatakan tekanan militer terhadap Hizbullah, sekutu Hamas, semakin meningkat dan dapat menjadi efektif "atau kita akan menghadapi perang lain."

Juru bicara militer, Laksamana Muda Daniel Hagari, menyatakan fokus Israel pada pasukan elit Radwan Hizbullah memaksa mereka menjauh dari perbatasan.

Meskipun Israel sebagian besar berusaha untuk membatasi pertempuran di wilayah utaranya, pimpinan Israel menyatakan kesabaran mereka mulai menipis. Mereka menegaskan jika ketegangan tidak dapat diatasi melalui diplomasi, mereka bersedia menggunakan kekuatan.

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan, "Saya menyarankan agar Hizbullah belajar dari apa yang sudah dipelajari oleh Hamas dalam beberapa bulan terakhir. Tidak ada teroris yang kebal. Kami bertekad untuk mempertahankan warga kami dan mengembalikan penduduk utara dengan aman ke rumah mereka."

Baca Juga: Gunakan Helikopter, Israel Bom Kamp Pengungsian di Tepi Barat, Jenazah Bertebaran

Seorang ibu warga Gaza Palestina memeluk jenazah anaknya yang dibunuh serangan Israel di Khan Younis, Minggu, (7/1/2024). Militer Israel mengumumkan kelompok Hizbullah di Lebanon menyerang kendali lalu lintas udara di utara Israel hari Minggu (7/1/2024) dan mengancam munculnya perang lain dengan kelompok paramiliter yang didukung oleh Iran ini. (Sumber: AP Photo)

Pertempuran dengan intensitas rendah di sepanjang perbatasan utara Israel meletus ketika Hizbullah mulai menembakkan roket setelah serangan Hamas pada 7 Oktober di selatan Israel memicu perang di Gaza. Serangan tersebut menyebabkan sekitar 1.200 kematian, sebagian besar warga sipil, dan menawan sekitar 250 orang. Hizbullah menyatakan serangan mereka bertujuan untuk mengurangi tekanan di Gaza.

Dalam konferensi pers bersama dengan Blinken, pemerintah Qatar mengakui pembunuhan pemimpin Hamas senior di Lebanon dapat mempengaruhi negosiasi yang rumit untuk pelepasan lebih banyak sandera yang dipegang oleh Hamas di Gaza. Meskipun demikian, mereka menekankan, "kami terus mendiskusikan dengan pihak-pihak terkait dan berusaha mencapai kesepakatan secepat mungkin."

Di dalam Gaza, perang melawan kelompok Hamas memasuki bulan keempatnya pada hari Minggu.

Militer Israel mengindikasikan pertempuran utama di utara Gaza telah selesai, menyatakan mereka menyelesaikan pembongkaran infrastruktur militer Hamas di sana. Kini, mereka memperluas serangan di selatan, di mana sebagian besar dari 2,3 juta warga Palestina Gaza terjepit dalam area yang lebih kecil dalam bencana kemanusiaan, sambil terus dihantam oleh serangan udara Israel.

Netanyahu bersikeras perang tidak akan berakhir hingga tujuan menghancurkan Hamas tercapai, sandera Israel dikembalikan dan Gaza dipastikan tidak menjadi ancaman bagi Israel tercapai.

Pejabat pemerintahan Joe Biden mendesak Israel untuk mengurangi serangan udara dan darat mereka yang menghancurkan dan beralih ke serangan yang lebih ditargetkan terhadap pemimpin Hamas.

Lebih dari 22.800 warga Palestina tewas dan lebih dari 58.000 terluka sejak perang dimulai, menurut Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikelola oleh Hamas. Angka kematian tidak membedakan antara pejuang dan warga sipil. Pejabat kesehatan mengatakan sekitar dua pertiga dari mereka yang tewas adalah perempuan dan anak-anak.

Israel menyalahkan Hamas atas korban sipil karena kelompok ini beroperasi di area pemukiman padat penduduk.

Serangan Israel Tewaskan Dua Wartawan 

Serangan udara di dekat kota selatan Rafah menewaskan dua wartawan pada hari Minggu, termasuk Hamza Dahdouh, anak tertua dari Wael Dahdouh, koresponden utama Al Jazeera di Gaza, menurut saluran berbahasa Arab yang dimiliki oleh Qatar dan pejabat medis setempat. Al Jazeera menyiarkan rekaman Dahdouh menangis dan memegang tangan anaknya. Militer Israel tidak memberikan komentar segera.

Baca Juga: Menhan Israel Paparkan Visi Militer untuk Hari Esok dalam Perang Gaza Jelang Kunjungan Blinken

Tank Israel dekat perbatasan Gaza hari Minggu, (7/1/2024) dengan latar belakang reruntuhan Gaza yang diratakan oleh serangan Israel. (Sumber: AP Photo)

Al Jazeera sangat mengutuk pembunuhan tersebut dan "serangan brutal lainnya terhadap jurnalis dan keluarga mereka" oleh pasukan Israel. Dahdouh juga kehilangan istri, dua anak, dan cucu dalam serangan udara pada 26 Oktober, dan terluka dalam serangan Israel bulan lalu yang menewaskan rekan kerjanya.

"Dunia buta terhadap apa yang terjadi di Jalur Gaza," katanya, menahan tangis.

Serangan udara lainnya menghantam sebuah rumah antara Khan Younis dan kota selatan Rafah, menewaskan setidaknya tujuh orang yang jenazahnya dibawa ke Rumah Sakit Eropa di Gaza, menurut jurnalis Associated Press di fasilitas tersebut. Seorang pria membawa seorang bayi dengan tergesa-gesa, dan kemudian membawa anak yang dibungkus selimut ke kamar mayat.

"Semua yang terjadi di sini berada di luar batas hukum, di luar batas akal sehat. Otak kami tidak sepenuhnya dapat memahami semua ini yang terjadi pada kami," kata kerabat yang berduka, Inas Abu al-Najja, suaranya yang gemetar. Para pria bekerja di reruntuhan dengan cangkul dan tangan kosong.

Pada hari Minggu, pejabat di Rumah Sakit Nasser di kota selatan Khan Younis menerima jenazah 18 orang, termasuk 12 anak-anak, yang tewas dalam serangan Israel larut Sabtu di sebuah rumah di kamp Khan Younis yang dibangun puluhan tahun lalu untuk menampung pengungsi dari perang 1948 terkait pembentukan Israel.

Pasukan Israel mendorong lebih dalam ke kota tengah Deir al-Balah, di mana penduduk di beberapa lingkungan diingatkan bahwa mereka harus mengungsi.

Organisasi medis internasional, Doctors Without Borders atau dikenal dengan akronim Prancis MSF, mengatakan mereka sedang mengevakuasi staf medis mereka dari Rumah Sakit Al Aqsa Martyrs di Deir al-Balah.

 

Sebuah peluru menembus dinding unit perawatan intensif rumah sakit pada Jumat, dan "serangan drone dan tembakan sniper hanya beberapa ratus meter dari rumah sakit" dalam beberapa hari terakhir, kata Carolina Lopez, koordinator darurat kelompok itu di sana. Dia mengatakan rumah sakit tersebut menerima antara 150 hingga 200 orang terluka setiap harinya dalam beberapa minggu terakhir.

International Rescue Committee dan Medical Aid for Palestinians mengatakan mereka juga terpaksa mundur dari rumah sakit tersebut. "Jumlah korban luka yang dibawa masuk ke sini beberapa hari terakhir ini mengerikan," kata ahli bedah Nick Maynard dengan tim medis IRC.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Associated Press


TERBARU