Putin Percepat Proses Pemberian Kewarganegaraan Rusia kepada Orang Asing yang Berdinas di Militer
Kompas dunia | 5 Januari 2024, 14:00 WIBMOSKOW, KOMPAS.TV - Presiden Rusia Vladimir Putin, Kamis (4/1/2024), menandatangani sebuah dekret yang mempercepat proses pemberian kewarganegaraan Rusia kepada orang asing yang berdinas di militer.
Dekret tersebut memerintahkan agar putusan pemberian kewarganegaraan dikeluarkan tidak boleh lebih dari sebulan, bukan tiga bulan seperti sebelumnya.
Langkah ini diambil ketika Moskow berupaya untuk mengisi ulang pasukannya di Ukraina dengan berbagai cara, termasuk perekrutan imigran.
Rusia menjadi magnet bagi ratusan ribu orang dari negara-negara Asia Tengah yang lebih miskin, dan setiap tahunnya, banyak di antara mereka yang mencari kewarganegaraan.
Putin pertama kali mengizinkan jalur cepat pemberian kewarganegaraan kepada orang asing yang menandatangani kontrak dengan militer Rusia pada September 2022, sesaat setelah mengumumkan mobilisasi sebagian yang memanggil 300.000 tentara cadangan untuk diterjunkan ke Ukraina.
Imigran yang menandatangani kontrak selama setidaknya satu tahun dan ikut serta dalam pertempuran aktif selama setidaknya enam bulan, diizinkan untuk mengajukan kewarganegaraan tanpa menunjukkan pengetahuan yang memadai tentang bahasa Rusia atau fakta mereka telah tinggal di negara itu selama lima tahun berturut-turut dengan izin tinggal.
Pasangan dan anak-anak mereka juga memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan kewarganegaraan.
Menurut dekret presiden pada waktu itu, pihak berwenang berkewajiban memutuskan permohonan semacam itu dalam waktu tiga bulan.
Dekret Putin lainnya pada Mei 2023 lebih menyederhanakan prosedur tersebut: klausa tentang ikut serta dalam pertempuran aktif selama setidaknya enam bulan dihapus, dan siapa pun yang menandatangani kontrak selama setidaknya satu tahun selama "operasi militer khusus" Kremlin di Ukraina, serta pasangan dan anak-anak mereka, diizinkan mengajukan permohonan lewat prosedur cepat tersebut.
Baca Juga: Rusia dan Ukraina Saling Tembak Rudal dan Drone Jarak Jauh, Lalu Klaim Tembak Jatuh Serangan Lawa
Belum ada komentar langsung dari Kremlin mengenai alasan Putin melakukan perubahan tersebut.
Dekret baru ini datang di tengah laporan media tentang razia polisi di kota-kota Rusia yang menargetkan para imigran.
Menurut laporan tersebut, mereka yang ditahan dalam razia semacam itu sering kali ditawari atau bahkan dipaksa untuk menandatangani kontrak dengan militer.
Mereka yang baru-baru ini memperoleh kewarganegaraan Rusia juga dilaporkan dikirim ke kantor perekrutan untuk menentukan apakah mereka memenuhi syarat untuk menjalani dinas wajib.
Razia terbaru, yang dilaporkan oleh surat kabar independen Novaya Gazeta, terjadi pada malam tahun baru 2024 di St. Petersburg. Sebanyak lebih dari 3.000 imigran dilaporkan ditahan.
Laporan tersebut mengutip sumber polisi yang tidak disebutkan namanya yang mengatakan tujuan razia tersebut adalah menemukan pria-pria yang dapat direkrut menjadi tentara.
Pada musim gugur 2022, otoritas Moskow menayangkan iklan perekrutan dan penawaran kewarganegaraan cepat dalam bahasa Uzbek, Tajik, dan Kyrgyz di beberapa rute bus, seperti yang dilaporkan oleh RBK.
Wali Kota Sergei Sobyanin juga berjanji untuk mendirikan situs perekrutan darurat di kantor layanan pemerintah untuk imigran di luar Moskow.
Sejak serangan ke Ukraina, pemerintah Rusia berusaha untuk meningkatkan kekuatan militer. Putin dua kali memerintahkan peningkatan jumlah pasukan, yang terakhir kali pada Desember 2023, untuk mencapai target total 1,32 juta tentara.
Menteri Pertahanan Sergei Shoigu menyatakan diperlukan kekuatan 1,5 juta tentara "untuk menjamin pemenuhan tugas-tugas guna memastikan keamanan Rusia."
Dia tidak menyebutkan kapan militer akan mencapai jumlah tersebut.
Sebelumnya, Kremlin menganggap jumlah tentara sudah mencukupi. Tetapi perhitungan mereka berubah setelah harapan untuk meraih kemenangan dengan cepat hancur oleh perlawanan Ukraina yang sengit.
Baca Juga: Menlu Retno: Indonesia Masih Kaji Kemungkinan Gabung BRICS
Pada Agustus 2022, Putin memerintahkan peningkatan jumlah personel militer Rusia menjadi 1,15 juta mulai 1 Januari 2023.
Pada September 2022, ia memerintahkan mobilisasi 300.000 tentara cadangan. Jumlah itu dihitung sebagai bagian dari kekuatan militer saat ini.
Meskipun Putin berkali-kali mengatakan tidak perlu merekrut lebih banyak personel, dekret mobilisasi yang dikeluarkan bersifat terbuka, memungkinkan militer memanggil tentara cadangan tambahan ketika diperlukan.
Pada dasarnya, hal itu membuat mereka yang sudah dipanggil, bertugas tanpa batas waktu. Dekret tersebut juga melarang prajurit mengakhiri kontrak mereka.
Pihak berwenang regional berusaha untuk memperkuat barisan dengan membentuk batalion sukarelawan untuk Ukraina.
Di seluruh wilayah Rusia yang luas, kampanye untuk mengajak lebih banyak pria mendaftar berlangsung selama berbulan-bulan.
Kampanye tersebut dilakukan melalui iklan-iklan yang menjanjikan bonus uang, perekrut yang melakukan panggilan kepada kaum pria yang memenuhi syarat, dan kantor perekrutan yang bekerja sama dengan universitas dan lembaga layanan sosial untuk menarik mahasiswa dan pengangguran.
Bulan lalu, Putin mengatakan 486.000 tentara baru telah menandatangani kontrak dengan militer Rusia sepanjang 2023. Dia tidak menyebutkan berapa banyak dari mereka yang merupakan warga negara asing.
Beberapa laporan media dan kelompok hak asasi manusia mengatakan pihak berwenang Rusia juga menawarkan amnesti kepada narapidana sebagai imbalan atas tur tugas militer.
Baik Rusia maupun Ukraina menjaga kerahasiaan ketat tentang korban militer mereka. Militer Rusia hanya mengonfirmasi 6.000 lebih sedikit personel militer yang tewas, tetapi menurut Barat, jumlahnya jauh lebih tinggi.
Pada Oktober 2023, Kementerian Pertahanan Inggris menduga jumlah tentara Rusia yang tewas dan mengalami cedera permanen berkisar "150.000-190.000."
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Associated Press/Anadolu Agency