Standar Keselamatan Landas Pacu Bandara Haneda Jepang Jadi Sorotan usai Tabrakan Pesawat
Kompas dunia | 3 Januari 2024, 15:35 WIBPARIS, KOMPAS.TV - Penyelidik Jepang bersiap menelusuri kecelakaan dua pesawat di Bandara Haneda Tokyo, Rabu (3/1/2023). Standar keselamatan pesawat di wilayah bandara, termasuk di landas pacu, jadi fokus perhatian.
Seluruh 379 penumpang di pesawat Japan Airlines Airbus A350 berhasil selamat setelah bertabrakan dengan pesawat turboprop De Havilland Dash-8 Coast Guard, yang menewaskan lima dari enam awak pesawat yang lebih kecil, sesuai laporan Straits Times, Rabu (3/1).
Pihak berwenang menyatakan Badan Transportasi Keselamatan Jepang (JTSB) akan memimpin penyelidikan ini dengan partisipasi Prancis sebagai tempat pesawat itu dibangun, dan Inggris tempat dua mesin Rolls-Royce-nya diproduksi.
Meskipun para ahli memperingatkan saat ini terlalu dini untuk menentukan penyebab pasti, mereka menekankan, kebanyakan kecelakaan disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor.
Namun, diharapkan penyelidik akan memeriksa instruksi yang diberikan oleh air traffic controller atau pemandu lalu lintas udara kepada kedua pesawat, serta melakukan pemeriksaan mendalam terhadap sistem pesawat dan bandara.
Seorang pejabat kementerian di Jepang kepada wartawan pada 2 Januari mengatakan pesawat dari jenis A350 itu sedang mencoba mendarat dengan normal ketika bertabrakan dengan pesawat Coast Guard, yang juga dikenal sebagai Bombardier Dash-8.
Salah satu tugas awal penyelidikan adalah mengambil kotak hitam perekam data penerbangan dan rekaman suara kokpit.
Para ahli menyatakan lokasi kecelakaan memungkinkan bukti fisik, data radar, dan kesaksian atau rekaman kamera kemungkinan besar akan dengan mudah tersedia, sehingga akan mempermudah tugas forensik yang kompleks.
“Salah satu pertanyaan yang muncul adalah apakah pesawat penjaga pantai berada di landasan pacu, dan jika ya, mengapa,” kata Paul Hayes, direktur keselamatan penerbangan di Ascend by Cirium, konsultan berbasis di Inggris.
Baca Juga: Detik-Detik Pesawat Japan Airlines Terbakar saat Mendarat, 5 Penjaga Pantai Ditemukan Tewas
Kecelakaan ini menjadi kecelakaan signifikan pertama yang melibatkan Airbus A350, jet penumpang jarak jauh andalan Eropa, yang beroperasi sejak tahun 2015.
Menurut data awal tahun 2023, tabrakan pesawat Coast Guard dengan pesawat penumpang yang baru berusia dua tahun ini terjadi setelah satu tahun penerbangan yang paling aman.
Namun, kejadian ini juga muncul setelah kelompok keselamatan berbasis di AS memperingatkan bulan lalu tentang risiko tabrakan landasan pacu atau "inkursi".
Flight Safety Foundation menyerukan tindakan global untuk mencegah peningkatan inkursi atau tabrakan di landas pacu seiring dengan padatnya lalu lintas udara.
“Meskipun telah dilakukan upaya selama bertahun-tahun untuk mencegah tabrakan di landasan, kecelakaan masih tetap terjadi,” kata CEO Hassan Shahidi dalam sebuah pernyataan.
“Risiko inkursi (tabrakan) landasan pacu adalah keprihatinan global, dan konsekuensi potensial dari inkursi itu sangat serius.”
Meskipun tabrakan di darat yang melibatkan cedera atau kerusakan telah menjadi kejadian jarang, potensi kehilangan nyawa termasuk yang tertinggi di antara kategori kecelakaan lainnya, dan hampir-tabrakan lebih umum terjadi.
Tabrakan antara dua Boeing 747 di Tenerife pada tahun 1977, yang menewaskan 583 orang, tetap menjadi kecelakaan penerbangan paling mematikan.
Baca Juga: Tabrakan Pesawat di Bandara Tokyo, Pesawat Japan Airlines Terbakar
Jurang Teknologi
Yayasan yang berbasis di Washington itu menemukan bahwa kegagalan komunikasi dan koordinasi dapat menjadi penyebab kecelakaan di landas pacu atau peristiwa hampir-tabrakan.
Namun, kekhawatiran juga muncul terkait kurangnya kelengkapan elektronik untuk menghindari tabrakan di darat, bukan di udara, di mana perangkat lunak untuk memicu penghindaran telah tersedia sejak tahun 1980-an.
“Banyak insiden serius dapat dihindari melalui teknologi kesadaran situasional yang lebih baik yang dapat membantu pengontrol lalu lintas udara dan pilot mendeteksi konflik potensial di landasan pacu,” kata Dr. Shahidi.
Federal Aviation Administration menyatakan sekitar tiga puluh bandara di Amerika Serikat (AS) telah dilengkapi dengan sistem bernama ASDE-X yang menggunakan radar, satelit, dan alat navigasi multilateral untuk melacak pergerakan di darat.
Namun, Ketua National Transportation Safety Board, Jennifer Homendy, menyatakan pada November bahwa jaringan penerbangan AS, yang merupakan penentu arah bagi bandara di seluruh dunia, kurang punya teknologi yang cukup untuk mencegah tabrakan landasan pacu.
Pada tahun 2018, Airbus mengumumkan kerja sama dengan Honeywell untuk mengembangkan sistem bernama SURF-A atau Surface-Alert yang dirancang untuk membantu mencegah tabrakan landasan pacu dengan memberikan peringatan visual dan audio kepada pilot mengenai bahaya yang mendekati landasan pacu.
Baca Juga: Update Gempa M7,6 di Jepang: 62 Orang Meninggal Dunia, 300 Luka-Luka
Honeywell Aerospace Technologies berharap bahwa SURF-A, yang saat ini dioperasikan pada pesawat uji eksperimental, akan mendapatkan sertifikasi dan tersedia secara bertahap untuk maskapai dalam beberapa tahun mendatang, kata CEO divisi Jim Currier melalui email.
Reformasi yang luas terhadap jaringan lalu lintas udara Eropa dan AS yang dapat mempercepat penggunaan sistem komputerisasi semacam itu telah menghadapi keterlambatan yang kronis.
Airbus belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar.
Steve Creamer, mantan direktur senior Organisasi Penerbangan Sipil Internasional, menyatakan bahwa mencegah pesawat yang akan mendarat menabrak pesawat merupakan salah satu dari lima prioritas keselamatan global tertinggi.
Meskipun pendaratan otomatis semakin meningkat, para ahli mengatakan bahwa banyak hal masih bergantung pada pemeriksaan visual oleh pilot yang mungkin teralihkan oleh beban kerja yang tinggi atau oleh kekaburan landasan pacu pada malam hari.
"Saya pikir penyelidikan akan fokus banyak pada klarifikasi... dan juga apa yang bisa dilihat oleh kru (JAL). Apakah mereka bisa melihat pesawat itu di landasan pacu secara fisik," kata John Cox, mantan penyelidik kecelakaan udara AS.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Straits Times