Hipokritnya Pemerintah AS: Ngaku Peduli Korban Sipil Gaza, tapi Setujui Penjualan Senjata ke Israel
Kompas dunia | 30 Desember 2023, 20:41 WIBWASHINGTON, KOMPAS.TV - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, sekali lagi mengabaikan Kongres dan menyetujui penjualan senjata darurat ke Israel, Sabtu (30/12/2023). Ini akan membuat negara Zionis itu mampu memproduksi amunisi artileri berdaya ledak tinggi yang bisa membunuh banyak warga sipil Gaza.
Sementara itu, Israel terus meningkatkan dan memperluas serangan terhadap Gaza meskipun terus-menerus dihantam protes internasional.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken memberi tahu Kongres bahwa dia telah membuat penilaian darurat kedua dalam kurang dari sebulan, mencakup penjualan peralatan militer senilai $147,5 juta ke Israel, Jumat (29/12/2023), seperti laporan Al Jazeera.
"Dengan mendesaknya kebutuhan pertahanan Israel, Menlu memberitahu Kongres bahwa dia menggunakan kewenangannya untuk menetapkan keadaan darurat yang memerlukan persetujuan segera dari pengiriman (senjata) ini," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri AS.
"AS berkomitmen pada keamanan Israel, dan sangat penting bagi kepentingan nasional AS untuk memastikan Israel mampu membela diri dari ancaman yang dihadapinya," kata Antony Blinken di depan Kongres.
Paket ini mencakup item-item tambahan, termasuk sumbu, muatan, dan pelatuk yang dibutuhkan Israel untuk membuat amunisi artileri 155mm yang telah dibeli sebelumnya dapat berfungsi.
Penilaian darurat oleh pemerintah AS jarang dilakukan, tetapi terjadi pada setidaknya empat pemerintahan AS sebelumnya. Ini berarti persyaratan untuk tinjauan Kongres yang mungkin memakan waktu lama terhadap penjualan militer asing akan dilewati.
Baca Juga: Eks Komandan Mossad Kaget Hamas Ternyata Siap Perang Lawan Israel: Ternyata Melebihi Perkiraan Kami
Menurut laporan Al Jazeera, semua pejabat utama pemerintah Biden selama berminggu-minggu menekankan sudah waktunya bagi Israel untuk beralih ke konflik intensitas rendah yang pada dasarnya agar Israel menghentikan pengeboman massal dan pembunuhan massal warga sipil.
Dalam konteks tersebut, yang terjadi adalah penjualan amunisi berdaya ledak tinggi yang diperlukan untuk melanjutkan pengeboman intensitas tinggi.
Israel juga akan membeli proyektil M107 155mm, yang merupakan peluru artileri yang akan menyebabkan kerusakan luas di area yang padat penduduk seperti Gaza.
Dalam paket senilai $147,5 juta pemerintah AS kepada Israel tersebut, artinya ribuan amunisi artileri berdaya bunuh tinggi akan pergi ke Israel.
Pada 9 Desember, pemerintahan Biden membuat penilaian darurat lainnya untuk menyetujui penjualan hampir 14.000 butir amunisi tank senilai lebih dari $106 juta ke Israel.
Ini terjadi ketika permintaan Biden untuk paket besar senilai $106 miliar yang mencakup bantuan untuk Ukraina, Israel, dan kebutuhan keamanan nasional lainnya masih belum disetujui oleh Kongres, karena terjerat dalam debat tentang kebijakan imigrasi dan keamanan perbatasan AS.
Pemerintahan Biden mengeklaim mereka terus menjaga kontak dengan Israel untuk menekankan pentingnya meminimalkan korban sipil, atas kritik terhadap jumlah kematian yang meningkat di Gaza dan penjualan senjata AS terus berlanjut ke Israel.
Baca Juga: Biden Yakinkan Netanyahu Dirinya Tak Minta Gencatan Senjata usai Dewan Keamanan Loloskan Resolusi
Namun, Luciana Zaccara, seorang profesor Universitas Qatar, mengatakan kepada Al Jazeera ini adalah pendekatan dual-track atau dua jalur yang dipandang standar ganda.
"Di satu sisi, mereka mencoba meyakinkan opini publik bahwa AS benar-benar peduli tentang korban sipil, tetapi juga mereka terus memberikan dukungan militer kepada Israel," katanya. "Ini benar-benar kontradiktif ... sulit dipahami bagaimana ini dalam kepentingan nasional."
Kebijakan ini terutama membingungkan mengingat "tekanan yang meningkat" di AS, termasuk di antara kubu Demokrat, yang menentang perang saat korban sipil di Gaza terus meningkat, kata Zaccara.
Beberapa anggota parlemen Demokrat menegaskan bantuan signifikan lainnya kepada Israel harus bergantung pada janji konkrit pemerintahan Benjamin Netanyahu untuk mengurangi korban sipil di Gaza.
Hampir 22.000 warga Palestina tewas dibunuh Israel di Gaza sejak 7 Oktober, sebagian besar dari mereka anak-anak dan perempuan, dalam apa yang umumnya dijelaskan sebagai hukuman kolektif. Ribuan lainnya masih hilang.
Philippe Lazzarini, kepala Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina UNRWA, pada hari Sabtu mengatakan Israel memberlakukan "pembatasan yang sangat ketat" terhadap akses pengiriman bantuan kemanusiaan dari Mesir melalui perlintasan Rafah.
Dia juga mengatakan Israel melakukan fitnah dengan menuduh lembaga bantuan sebagai penyebab kesenjangan pengiriman bantuan kemanusiaan. Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, sekali lagi memperingatkan bahwa konflik tersebut bisa merambat ke wilayah lebih luas jika tidak segera dihentikan.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Al Jazeera