> >

Dewan Keamanan Bersidang Bahas Desakan Sekjen PBB untuk Gencatan Senjata di Gaza, AS Langsung Tolak

Kompas dunia | 9 Desember 2023, 07:08 WIB
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB menggelar sidang darurat hari Jumat (8/12/2023) di New York untuk membahas situasi yang semakin memburuk di Jalur Gaza, Amerika Serikat dan Israel kontan menolak desakan Sekjen PBB agar Dewan Keamanan mendeklarasikan gencatan senjata kemanusiaan di Gaza. (Sumber: United Nations)

NEW YORK, KOMPAS.TV – Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggelar sidang darurat hari Jumat (8/12/2023) di New York untuk membahas situasi yang semakin memburuk di Jalur Gaza.

Amerika Serikat dan Israel dalam sidang langsung menolak desakan Sekjen PBB agar Dewan Keamanan deklarasikan gencatan senjata kemanusiaan di Gaza.

Pertemuan darurat Dewan Keamanan membahas krisis Palestina-Israel dilaksanakan pada pukul 10 pagi waktu setempat di New York atau pukul 22.00 WIB waktu Jakarta. Pertemuan masih berlangsung dengan perdebatan yang sengit, pemungutan suara ditunda untuk mencari titik temu.

Ekuador, yang saat ini memimpin dewan pada bulan Desember, menggelar sidang ini sebagai respons terhadap penggunaan Pasal 99 Piagam PBB oleh Sekretaris Jenderal PBB, sekaligus sebagai reaksi terhadap agresi Israel yang semakin meningkat terhadap rakyat Palestina.

Pada pidato pembukaaan, Sekjen PBB Antonio Guterres dengan tegas menyatakan meskipun Hamas melakukan serangan kejam terhadap Israel pada 7 Oktober, hal itu tidak dapat dijadikan pembenaran atas pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Israel di Gaza.

Guterres menggambarkan penduduk Gaza seperti manusia yang terombang-ambing tanpa dasar-dasar untuk bertahan hidup. "Tidak ada tempat yang aman di Gaza," katanya, menyoroti betapa sulitnya kondisi di sana.

Guterres melaporkan keluarga-keluarga kehilangan segalanya dan terpaksa tidur di lantai beton yang dingin. Sementara itu, krisis pangan telah melanda Gaza, mengakibatkan sebagian besar penduduk mengalami kelaparan.

"Saya dengan tegas mengutuk serangan Hamas pada 7 Oktober dan mendesak pembebasan segera sandera Israel yang ditahan oleh Hamas," kata Guterres.

Baca Juga: Kemlu Dukung Langkah Sekjen PBB Aktifkan Pasal 99 demi Tekan DK PBB Paksa Gencatan Senjata di Gaza

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB menggelar sidang darurat hari Jumat (8/12/2023) di New York untuk membahas situasi yang semakin memburuk di Jalur Gaza, Amerika Serikat dan Israel kontan menolak desakan Sekjen PBB agar Dewan Keamanan mendeklarasikan gencatan senjata kemanusiaan di Gaza. (Sumber: Times of Israel)

"Namun demikian, kekejaman yang dilakukan oleh Hamas tidak dapat pernah membenarkan hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina," kata Guterres.

Di pihak lain, Dubes Israel untuk PBB, Gilad Erdan, menolak seruan gencatan senjata. Dia berpendapat "gencatan senjata akan mengokohkan kendali Hamas atas Gaza" dan memberikan sinyal bahwa "Hamas diampuni atas kekejaman yang sengaja mereka lakukan."

Erdan juga menyatakan "penindasan Hamas terhadap warga Gaza" telah mendapat "lampu hijau dari masyarakat internasional, "Tanpa tekanan militer yang diberlakukan pada Hamas, tidak akan ada diplomasi yang dapat menjamin pembebasan sandera," ujarnya.

Perwakilan Otoritas Palestina, Riyad Mansour, memberikan pandangan yang kuat dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB. Menurutnya, "tujuan Israel jelas," yaitu "memaksa orang keluar (Gaza)."

Mansour menyatakan keyakinannya bahwa Israel akan "membuat Gaza tidak layak huni bagi semua" dan memaksa penduduknya untuk mengungsi.

Lebih lanjut, Mansour menyatakan keyakinannya bahwa Israel sedang mendorong orang ke selatan dan kemungkinan besar akan "melakukan serangan besar-besaran" di daerah tersebut.

Perwakilan Amerika Serikat di PBB, Robert Wood, menyatakan mereka tidak akan mendukung gencatan senjata segera, "Meskipun Amerika Serikat sangat mendukung perdamaian yang tahan lama, di mana Israel maupun Palestina hidup berdampingan dalam keamanan dan perdamaian, kami tidak mendukung seruan untuk gencatan senjata segera," kata Wood kepada Dewan Keamanan PBB.

"Ini hanya akan menanamkan benih untuk perang berikutnya karena Hamas tidak punya keinginan untuk perdamaian yang tahan lama," ujarnya kepada Dewan Keamanan PBB.

Baca Juga: Hamas Kecam Aksi Tentara Israel Telanjangi Warga Sipil Palestina: Itu Tindakan Teroris!

Dubes Palestina di DK PBB hari Jumat, (8/12/2023). Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB menggelar sidang darurat hari Jumat (8/12/2023) di New York untuk membahas situasi yang semakin memburuk di Jalur Gaza, Amerika Serikat dan Israel kontan menolak desakan Sekjen PBB agar Dewan Keamanan mendeklarasikan gencatan senjata kemanusiaan di Gaza. (Sumber: United Nations)

Amerika Serikat adalah salah satu anggota tetap yang memiliki hak untuk memberlakukan veto terhadap resolusi dan pemungutan suara ditunda dari jadwal yang seharusnya hari ini.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), António Guterres, hari Rabu, (6/12/2023) secara resmi mengaktifkan Pasal 99 Piagam PBB, meminta Dewan Keamanan membahas eskalasi krisis di Jalur Gaza yang semakin memburuk dan mendesak Dewan Keamanan PBB mendeklarasikan gencatan senjata kemanusian.

Dalam pernyataannya, Guterres menyerukan tanggung jawab komunitas internasional untuk menggunakan semua pengaruhnya guna mencegah eskalasi lebih lanjut dan mengakhiri krisis Gaza. 

"Saya mendesak anggota Dewan Keamanan untuk menekan guna mencegah bencana kemanusiaan. Gencatan senjata kemanusiaan harus segera dinyatakan. Ini merupakan kebutuhan mendesak. Populasi sipil harus terhindar dari bahaya yang lebih besar," kata Guterres.

Guterres menyampaikan keprihatinan serius tentang risiko keruntuhan sistem kemanusiaan. Situasinya dengan cepat menuju bencana dengan dampak yang mungkin tidak dapat dipulihkan bagi rakyat Palestina secara keseluruhan dan perdamaian serta keamanan di wilayah tersebut. "Hasil seperti itu harus dihindari dengan segala cara," ucapnya.

Lebih dari delapan minggu konflik di Gaza dan Israel telah menciptakan penderitaan manusia yang mengerikan, kehancuran fisik, dan trauma kolektif di seluruh Israel dan Wilayah Palestina yang Diduduki.

Lebih dari 1.200 orang tewas, termasuk 33 anak-anak, dan ribuan lainnya terluka dalam serangan Hamas dan kelompok bersenjata Palestina lainnya pada 7 Oktober 2023.

Baca Juga: Blinken Kritik Israel, Sebut Gagal Lindungi Warga Sipil di Gaza

Dubes UEA di DK PBB, Jumat, (8/12/2023). Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB menggelar sidang darurat hari Jumat (8/12/2023) di New York untuk membahas situasi yang semakin memburuk di Jalur Gaza, Amerika Serikat dan Israel kontan menolak desakan Sekjen PBB agar Dewan Keamanan mendeklarasikan gencatan senjata kemanusiaan di Gaza. (Sumber: United Nations)

Lebih dari 250 warga Israel disandera, termasuk 34 anak-anak, lebih dari 130 di antaranya masih ditawan. Mereka harus segera dan tanpa syarat dilepaskan, kata Guterres.

Sejak awal operasi militer Israel, lebih dari 15.000 orang dilaporkan tewas dibunuh serangan Israel, lebih dari 40 persen di antaranya anak-anak dan 30 persen adala perempuan. Ribuan lainnya terluka dan lebih dari setengah bangunan rumah hancur.

80 persen dari populasi 2,2 juta orang dipaksa mengungsi dengan 1,1 juta orang mencari perlindungan di fasilitas UNRWA di seluruh Gaza, menciptakan kondisi yang padat, tidak layak, dan tidak higienis. Lainnya tidak punya tempat berteduh dan terpaksa berada di jalanan. Sisa-sisa peledak dari perang membuat beberapa wilayah tidak dapat dihuni. Perlindungan sipil yang efektif tidak ada.

Sistem perawatan kesehatan di Gaza sedang runtuh. Rumah sakit telah berubah menjadi medan perang. Hanya 14 rumah sakit dari 36 fasilitas yang masih berfungsi sebagian.

Dua rumah sakit utama di selatan Gaza beroperasi tiga kali kapasitas tempat tidur mereka dan kehabisan persediaan dasar serta bahan bakar. Mereka juga memberikan perlindungan bagi ribuan pengungsi.  Dalam keadaan seperti ini, lebih banyak orang akan meninggal tanpa pengobatan dalam beberapa hari dan minggu mendatang.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti

Sumber : United Nations / BBC / Times of Israel


TERBARU