> >

Mengenal Sosok Yahya Sinwar, Pemimpin Hamas yang Menjadi Target Utama Israel

Kompas dunia | 11 November 2023, 01:00 WIB
Yahya Sinwar, Pemimpin Gerakan Perlawanan Islam Hamas di Jalur Gaza (Sumber: Anadolu Agency via Getty Images)

Baca Juga: Israel Sebut Kepung Pemimpin Hamas Yahya Sinwar di Bunkernya: Mereka Orang Mati Berjalan

Peran dalam Hamas dan Pengalaman Penahanan

Yahya Sinwar bertanggung jawab untuk mendirikan jaringan keamanan bernama Majd.

Majd beroperasi secara rahasia sementara organisasi Ikhwanul Muslimin yang mendahului Hamas, Mujamma Islamiyyah, tetap menjadi kelompok non-kombatan hingga berdirinya Hamas pada akhir tahun 1987. 

Pada tahun 1988, Yahya Sinwar ditangkap dan diduga disiksa secara kejam selama 6 minggu setelah ditemukannya sel-sel bersenjata milik Majd.

Pada tahun 1989, Hamas melakukan serangan bersenjata pertamanya, dan menewaskan dua tentara Israel. Yahya Sinwar dihukum atas tuduhan dalang dari serangan tersebut dan dijatuhi hukuman 426 tahun penjara.

Sebagai pemimpin Hamas dengan profil tertinggi yang dibebaskan dalam kesepakatan pertukaran tahanan tahun 2011, Yahya Sinwar kembali ke Gaza dan akhirnya terpilih sebagai pemimpin Hamas di Jalur Gaza, menggantikan Ismail Haniyeh.

Pada tahun 2017, Hamas melakukan perubahan nama dan memperbarui anggaran dasarnya, yang mengindikasikan bahwa Gerakan Perlawanan Islam akan terbuka untuk menerima Solusi Dua Negara.

Kemudian pada tahun yang sama, Yahya Sinwar memainkan peran utama dalam upaya memperbaiki hubungan antara Otoritas Palestina (PA), yang dipimpin oleh Partai Fatah, dan Hamas, namun tidak berhasil.

Baca Juga: Hamas Ungkap Tujuan Akhir Perang Bukan untuk Memerintah Gaza, tapi demi Masa Depan Palestina

Transformasi Hamas dan Peran Yahya Sinwar

Pada tahun 2018, di bawah kepemimpinan Yahya Sinwar, Hamas mengadopsi platform kebijakan perlawanan non-kekerasan dalam upaya untuk membuka diri terhadap negosiasi diplomatik yang dapat mengakhiri pengepungan di Gaza. 

Kepemimpinan Hamas mendukung gerakan protes massal non-kekerasan, yang dikenal sebagai "Great March of Return", yang dimulai pada tanggal 30 Maret 2018.

 

Namun, Hamas mengubah pendekatannya lagi, setelah keputusan AS yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel secara sepihak, dan pembunuhan ratusan pengunjuk rasa tak bersenjata oleh tentara Israel.

Pada Mei 2021, Hamas melancarkan pertempuran Saif al-Quds, yang didukung oleh beberapa kelompok bersenjata lainnya di dalam Jalur Gaza. 

Penulis : Almarani Anantar Editor : Iman-Firdaus

Sumber : The Palestine Chronicle


TERBARU