> >

Israel Serang Gaza, Raja Yordania Perintahkan RS Lapangan Terus Bekerja Bantu Warga

Kompas dunia | 15 Oktober 2023, 23:15 WIB
Raja Abdullah II dari Yordania dalam sebuah pertemuan di Capitol Hill, Washington, Amerika Serikat, Rabu (11/5/2022). Pada Minggu (15/10/2023), Raja Abdullah memerintahkan rumah sakit lapangan Yordania di Gaza terus beroperasi setelah terimbas serangan Israel. (Sumber: AP Photo/Jacquelyn Martin)

 

MOSKOW, KOMPAS.TV - Raja Yordania Abdullah II, Minggu (15/10/2023), memerintahkan rumah sakit lapangan Yordania di Gaza bertahan dan melanjutkan operasinya untuk mendukung sistem perawatan kesehatan bagi warga Gaza.

Sebelumnya, rumah sakit Yordania telah sepenuhnya berhenti beroperasi akibat terimbas serangan Israel.

"Raja (Abdullah II) memerintahkan agar rumah sakit lapangan Yordania tetap beroperasi di wilayah Gaza dan melanjutkan tugasnya, mendukung sistem perawatan kesehatan, meskipun menghadapi kesulitan dan masalah," bunyi pernyataan kerajaan, seperti dilaporkan RIA Novosti, Minggu.

Tenaga medis di Gaza memperingatkan, ribuan nyawa dapat melayang ketika rumah sakit yang penuh dengan pasien luka-luka, kehabisan bahan bakar dan pasokan dasar.

Lebih dari dua juta warga Palestina di enklave yang sudah berada di bawah blokade Israel sejak 2007, berjuang untuk mencari makanan, air, dan keamanan menjelang serangan darat Israel yang diperkirakan akan terjadi usai serangan Hamas yang mematikan pada Sabtu (7/10/2023).

Pasukan Israel, didukung oleh peningkatan penempatan kapal perang Amerika Serikat di wilayah tersebut, menempatkan diri di sepanjang perbatasan Gaza.

Mereka melakukan latihan untuk apa yang diklaim Israel akan menjadi kampanye besar untuk membongkar kelompok militan tersebut.

Dilansir Associated Press, per Minggu, 2.384 warga Palestina tewas menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sejak pertempuran dimulai.

Jumlah tersebut lebih banyak daripada serangan Israel ke Gaza pada 2014 yang berlangsung selama lebih dari enam minggu, menjadikan konflik ini sebagai yang paling mematikan dari lima serangan Israel ke wilayah yang terkepung itu.

Lebih dari 1.300 warga Israel tewas, sebagian besar warga sipil, dalam serangan Hamas pada 7 Oktober. Sekitar 150 orang lainnya, termasuk anak-anak, ditangkap oleh Hamas dan dibawa ke Gaza. Ini adalah perang paling mematikan bagi Israel sejak konflik tahun 1973 dengan Mesir dan Suriah.

Baca Juga: Menlu AS Balik ke Israel Hari Senin Usai Pergi ke 6 Negara Arab, Hasilnya Bisa Tentukan Arah Perang

Warga sipil Palestina di Rumah Sakit Al-Aqsa, Gaza, Minggu (15/10/2023). (Sumber: AP Photo)

Genset rumah sakit di Gaza diperkirakan akan kehabisan bahan bakar dalam dua hari, mengancam nyawa ribuan pasien, menurut PBB.

Pembangkit listrik tunggal Gaza juga mati karena kekurangan bahan bakar setelah Israel menutup seluruh wilayah seluas 40 kilometer persegi itu usai serangan Hamas.

Di Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, bagian selatan Gaza, kamar perawatan intensif dipadati pasien luka, sebagian besar anak-anak di bawah usia 3 tahun.

Ratusan orang dengan luka parah akibat ledakan datang ke rumah sakit ini, dan bahan bakar diperkirakan akan habis pada Senin (16/10), kata Dr. Mohammed Qandeel, seorang konsultan di kompleks perawatan kritis.

Ada 35 pasien di ICU yang membutuhkan ventilator dan 60 lainnya menjalani dialisis. Jika bahan bakar habis, "itu berarti seluruh sistem kesehatan akan mati," katanya di tengah suara anak-anak mengerang kesakitan.

"Semua pasien ini berada dalam bahaya kematian jika listrik diputuskan."

Dr. Hussam Abu Safiya, kepala dokter anak di Rumah Sakit Kamal Adwan di utara Gaza, mengatakan rumah sakit tersebut tidak dievakuasi meskipun mendapat perintah dari Israel. Ada tujuh bayi baru lahir di ICU yang terhubung ke ventilator, katanya.

"Kami tidak bisa mengungsikan mereka, itu berarti kematian bagi mereka dan pasien lain yang kami rawat."

Pasien terus berdatangan dengan luka yang mengancam jiwa, seperti lengan yang terputus dan luka bakar.

"Ini sangat menakutkan," katanya.

Rumah Sakit Shifa di Kota Gaza, rumah sakit terbesar di wilayah itu, mengatakan akan mengubur 100 jenazah dalam kuburan massal sebagai langkah darurat setelah kamar mayat penuh, dengan kerabat yang tidak dapat mengubur orang yang mereka cintai.

Puluhan ribu orang yang mencari perlindungan berkumpul di area rumah sakit.

Gaza menghadapi krisis kemanusiaan akibat kelangkaan air dan pasokan medis yang semakin memburuk akibat pengepungan Israel yang sudah berlangsung selama 16 tahun.

Warga mengatakan mereka tidak dapat membeli roti karena toko-toko tutup. Israel juga memotong pasokan air, memaksa banyak orang bergantung pada sumur yang airnya payau.

Baca Juga: Kapal Induk Kedua AS ke Palestina, Ternyata untuk Cegah Pihak Lain Mengganggu Serbuan Israel ke Gaza

Jasad warga sipil Palestina korban pengeboman Israel di Gaza, sedang diangkat ke atas truk di Rumah Sakit Al-Aqsa, Gaza Tengah. (Sumber: AP Photo)

Israel memerintahkan lebih dari 1 juta warga Palestina, hampir setengah dari penduduk wilayah tersebut, untuk pindah dari utara ke selatan.

Militer mengatakan mereka mencoba membersihkan warga sipil menjelang kampanye besar melawan Hamas di utara, di mana mereka mengeklaim kelompok perlawanan Palestina itu memiliki jaringan terowongan, bunker, dan peluncur roket yang luas.

Hamas mendesak warga untuk tetap tinggal di rumah, dan militer Israel merilis foto yang diklaimnya menunjukkan kelompok tersebut menghentikan lalu lintas dari bergerak ke arah selatan.

PBB dan kelompok-kelompok penyedia bantuan mengatakan evakuasi massal di Gaza dan blokade total Israel, akan menyebabkan penderitaan manusia yang tak terhingga.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan evakuasi "dapat dianggap sebagai hukuman mati" bagi lebih dari 2.000 pasien di rumah sakit di utara Gaza.

Sekitar 500.000 orang, hampir seperempat penduduk Gaza, mencari perlindungan di sekolah-sekolah PBB dan fasilitas lain di seluruh wilayah, di mana pasokan air semakin menipis, kata Juliette Touma, juru bicara badan pengungsi PBB.

"Gaza kehabisan air," katanya.

Badan Pengungsi PBB untuk Palestina (UNRWA) mengatakan sekitar 1 juta orang telah mengungsi di Gaza dalam satu minggu.

Amerika Serikat telah mencoba untuk memediasi kesepakatan untuk membuka kembali perlintasan Rafah di perbatasan Mesir-Gaza agar warganya dan warga asing lainnya dapat keluar dan bantuan kemanusiaan yang terkumpul di sisi Mesir dapat dibawa masuk.

Perlintasan yang kini ditutup karena serangan udara Israel itu, belum dibuka kembali.

Israel telah mengatakan pengepungan akan dicabut hanya jika para tawanan dikembalikan. Serangan roket Hamas ke Israel masih berlanjut pada Minggu, mendorong evakuasi yang lebih luas dari kota Israel di bagian selatan, Sderot.

Kota berpenduduk sekitar 34.000 jiwa itu terletak sekitar 1,6 kilometer dari Gaza dan sering menjadi target serangan roket.

"Anak-anak trauma, mereka tidak bisa tidur di malam hari," kata Yossi Edri kepada Channel 13 sebelum naik bus.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : RIA Novosti / Associated Press


TERBARU