> >

Jasad Warga Palestina Korban Serangan Israel Membludak, RS Terbesar Gaza Kehabisan Ruang Jenazah

Kompas dunia | 13 Oktober 2023, 10:32 WIB
Rumah Sakit Shifa, hari Kamis, (12/10/2023) kebanjiran jenazah warga Palestina korban serangan bertubi-tubi Israel karena jenazah datang lebih cepat daripada keluarga yang bisa mengambilnya pada hari keenam serangan udara besar-besaran Israel terhadap wilayah berpenduduk 2,3 juta orang itu. (Sumber: AP Photo)

KOTA GAZA, KOMPAS.TV - Rumah sakit terbesar Gaza, Rumah Sakit Shifa, hari Kamis, (12/10/2023) kebanjiran jenazah warga Palestina korban serangan bertubi-tubi Israel karena jenazah datang lebih cepat daripada keluarga yang bisa mengambilnya pada hari keenam serangan udara besar-besaran Israel terhadap wilayah berpenduduk 2,3 juta orang itu.

Dengan puluhan warga Palestina tewas setiap hari dalam serangan Israel usai serangan Hamas, para petugas medis mengatakan mereka kehabisan tempat untuk meletakkan jenazah yang ditarik dari serangan terbaru Israel atau yang ditemukan dari reruntuhan bangunan yang hancur.

Ruang jenazah di RS Shifa hanya mampu tampung 30 jenazah, jenazah harus ditumpuk hingga tiga tingkat di luar pendingin dan puluhan lainnya di tempat parkir, seperti yang dilaporkan oleh Associated Press, Jumat, (13/10/2023).

"Jenazah mulai datang dan terus datang, dan sekarang ini terlihat seperti pemakaman," kata Abu Elias Shobaki, seorang perawat di RS Shifa, tentang tempat parkir rumah sakit tersebut. "Saya merasa lelah secara emosional dan fisik. Saya hanya harus menghentikan diri saya dari memikirkan seberapa buruk situasinya."

Hampir seminggu setelah kelompok Hamas menyeberangi pagar pemisah yang sangat terjaga oleh Israel dan membunuh lebih dari 1.200 warga Israel dalam serangan brutal, Israel bersiap untuk serangan darat besar-besaran ke Gaza untuk pertama kalinya dalam hampir satu dekade.

Jalur Gaza yang dihuni lebih dari 2 juta orang, telah berada di bawah blokade Israel sejak 2007. Israel mengontrol udara, laut, dan darat wilayah tersebut. Dua dari tiga pintu perbatasan Jalur Gaza dikuasai Israel. Sementara satu lainnya dipegang Mesir.

Serangan darat kemungkinan akan membuat jumlah korban kematian Palestina melonjak, yang saat inipun sudah melampaui empat perang berdarah sebelumnya antara Israel dan Hamas.

Baca Juga: Putin: Kapal Induk AS ke Palestina Untuk Menakuti Siapa? Disana Semua Orang Sudah Tidak Takut Apapun

Perawat Palestina di Rumah Sakit Al Shifa, Gaza menggendong anak yang terluka akibat serangan udara Israel, Rabu (11/10/2023). Rumah Sakit Shifa, hari Kamis, (12/10/2023) kebanjiran jenazah warga Palestina korban serangan bertubi-tubi Israel karena jenazah datang lebih cepat daripada keluarga yang bisa mengambilnya. (Sumber: Ali Mahmoud/Associated Press)

Rumah sakit di Gaza pasokannya sudah kurang dalam keadaan biasa, tetapi sekarang Israel menghentikan pasokan air dari perusahaan air nasionalnya dan memblokir bahkan listrik, makanan, dan bahan bakar dari memasuki Gaza.

"Kami berada dalam situasi kritis," kata Ashraf al-Qidra, juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza. "Ambulans tidak dapat mencapai korban, korban tidak dapat masuk perawatan intensif, mayat tidak bisa sampai ke ruang jenazah."

Barisan kantong jenazah berwarna putih, telapak kaki telanjang yang menonjol dari lubang kantong jenazah yang satu, tangan berdarah dari yang lubang yang lain, memberi gambaran mengerikan dari intensitas balasan Israel terhadap Gaza.

Kampanye serangan udara Israel di Gaza meratakan seluruh lingkungan, menewaskan lebih dari 1.400 orang, dengan lebih dari 60% dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan Gaza. Lebih dari 340.000 telah mengungsi, atau 15% dari populasi Gaza.

Kematian itu, beserta lebih dari 6.000 luka-luka, telah menghantam fasilitas perawatan kesehatan Gaza karena persediaan menipis. Militer Israel mengklaim mereka menyerang infrastruktur militan Hamas dan berusaha menghindari korban sipil, klaim yang dibantah warga Palestina.

Baca Juga: Selama 6 Hari, Israel Jatuhkan 4.000 Ton Bom di Gaza dan Tewaskan Hampir 1.500 Jiwa

Warga di Gaza menangisi jenazah keluarga yang tewas akibat gelombang pengeboman Israel. Rumah Sakit Shifa, hari Kamis, (12/10/2023) kebanjiran jenazah warga Palestina korban serangan bertubi-tubi Israel karena jenazah datang lebih cepat daripada keluarga yang bisa mengambilnya pada hari keenam serangan udara besar-besaran Israel terhadap wilayah berpenduduk 2,3 juta orang itu. (Sumber: AP Photo)

"Tidak mungkin, dalam keadaan apa pun, untuk melanjutkan pekerjaan ini," kata Mohammad Abu Selim, direktur utama Shifa. "Pasien sekarang berada di jalanan. Orang yang terluka ada di jalanan. Kami tidak bisa menemukan tempat tidur untuk mereka."

Setelah pemboman berat di kamp pengungsi Shati di utara Kota Gaza sepanjang pantai Mediterania pada hari Kamis, gelombang baru orang membanjiri kompleks rumah sakit, balita dengan memar dan perban, pria dengan torniket sementara, gadis-gadis muda dengan darah mengering di wajah mereka.

Karena unit perawatan intensif Shifa penuh, sebagian dari yang terluka tiduran di lorong rumah sakit, harus mepet ke dinding untuk memberi jalan bagi dokter, perawat dan tandu yang membawa korban luka maupun tewas.

Membuat situasi semakin parah, pembangkit listrik satu-satunya di Gaza kehabisan bahan bakar hari Rabu, (11/10/2023). Shifa dan rumah sakit lainnya berupaya keras menyelamatkan sisa diesel di generator cadangan mereka, mematikan lampu di semua bangsal rumah sakit kecuali yang paling penting, seperti perawatan intensif, ruang operasi, dan stasiun oksigen.

Abu Selima, direktur Shifa, mengatakan bahan bakar terakhir rumah sakit akan habis dalam tiga atau empat hari.

Ketika itu terjadi, "bencana akan terjadi dalam lima menit," kata Naser Bolbol, kepala departemen kedokteran anak rumah sakit tersebut, merujuk pada semua peralatan oksigen yang menjaga bayi tetap hidup. Pihak berwenang rumah sakit mengatakan tidak akan ada listrik tersisa untuk mendinginkan mayat.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Associated Press


TERBARU