Perang Hamas vs Israel: 600 Orang Tewas di Israel, 300 Lebih di Gaza
Kompas dunia | 9 Oktober 2023, 02:30 WIB
TEL AVIV, KOMPAS.TV - Setidaknya 600 orang dilaporkan tewas di Israel termasuk 44 di antaranya tentara, jumlah yang menggegerkan dan belum pernah dialami oleh Israel dalam beberapa dekade.
Sementara lebih dari 300 orang tewas di Gaza dan ribuan lainnya mengalami luka berat di kedua belah pihak.
Pasukan Israel bertempur melawan kombatan Hamas di jalan-jalan selatan Israel pada Minggu dan melancarkan serangan balasan yang meratakan bangunan-bangunan di Gaza, wilayah Palestina berpenduduk 2 juta jiwa yang berada di bawah blokade Israel sejak 2007.
Sementara di utara Israel, terjadi saling serang antara Israel dan kelompok militan Lebanon, Hezbollah, yang memunculkan kekhawatiran konflik akan meluas.
Masih ada pertempuran yang berlangsung lebih dari 24 jam setelah serangan besar-besaran yang tidak terduga dari Gaza, di mana Hamas, didukung oleh ribuan roket, berhasil menembus pagar keamanan Israel dan merusak komunitas-komunitas terdekat.
Warga sipil membayar mahal akibat kekerasan di kedua belah pihak. Beberapa media Israel mengutip petugas layanan penyelamatan, mengatakan setidaknya 600 orang tewas di Israel termasuk 44 tentara.
Sementara pejabat di Gaza mengatakan 313 orang tewas akibat serangan balik, seperti dilaporkan Associated Press, Minggu malam (8/10/2023).
Sekitar 2.000 orang terluka di kedua belah pihak. Seorang pejabat Israel mengatakan pasukan keamanan membunuh 400 militan dan menangkap puluhan lainnya.
Militan juga membawa tawanan kembali ke wilayah pesisir Gaza, termasuk perempuan, anak-anak, dan lansia, yang berkemungkinan akan mereka tukar dengan ribuan tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan kepada "State of the Union" CNN, AS sedang bekerja untuk memverifikasi laporan "beberapa" warganya tewas atau hilang.
Tingginya jumlah kematian, banyaknya tawanan, dan respons yang lambat terhadap serangan tersebut mengindikasikan kegagalan intelijen utama dan menggoyahkan persepsi lama bahwa Israel punya mata dan telinga di mana-mana di wilayah kecil yang padat penduduk yang telah mereka kendalikan selama beberapa dekade terakhir.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan negaranya dalam keadaan perang dan akan menuntut harga yang mahal dari musuh-musuhnya.
Kabinet Keamanan Israel secara resmi menyatakan negara tersebut dalam keadaan perang dalam pengumuman Minggu, mengatakan keputusan ini secara resmi memberikan wewenang "pengambilan langkah-langkah militer yang signifikan."
Implikasi dari pengumuman tersebut belum jelas. Israel meluncurkan kampanye militer besar-besaran selama empat dekade terakhir di Lebanon dan Gaza yang mereka gambarkan sebagai perang, tetapi tanpa pernyataan perang resmi.
Baca Juga: Blokade Israel atas Jalur Gaza Palestina yang Bikin Hamas Bilang "Cukup!"
Yohanan Plesner, kepala Institut Demokrasi Israel, sebuah lembaga pemikir lokal, mengatakan keputusan tersebut sebagian besar bersifat simbolis. Tetapi "menunjukkan pemerintah berpikir kita memasuki periode perang yang lebih panjang, intens, dan signifikan."
Pertanyaan besar sekarang adalah apakah Israel akan melancarkan serangan darat ke Gaza, sebuah tindakan yang pada masa lalu membawa peningkatan korban jiwa.
Netanyahu berjanji Hamas "akan membayar harga yang belum pernah terjadi sebelumnya." Tetapi, dia memperingatkan, "Perang ini akan memakan waktu. Ini akan sulit."
Berita televisi-televisi Israel menyiarkan serangkaian kesaksian dari kerabat warga Israel yang ditawan atau hilang, yang menangis dan meminta bantuan di tengah kabut ketidakpastian mengenai nasib orang-orang yang mereka cintai.
Di Gaza, penduduk melarikan diri dari rumah-rumah di dekat perbatasan untuk menghindari serangan Israel, melarikan diri lebih dalam ke wilayah tersebut setelah peringatan dalam bahasa Arab dari militer Israel.
Eskalasi di perbatasan utara Israel juga mengancam untuk mengikutsertakan Hezbollah dalam pertempuran.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Associated Press