> >

Pameran Foto Monochrome di Wellington: Perjalanan Batin untuk Pulang ke Indonesia

Kompas dunia | 27 September 2023, 11:00 WIB
Emiel Lammers van Toorenburg di depan foto-foto hasil karyanya yang digelar dalam pameran Monochrome di Wellington, Selandia Baru, Minggu, 24 September 2023. Foto-foto karya Emiel menggambarkan kehidupan di Indonesia tahun 1990an. (Sumber: Tussie Ayu/ KompasTV)

“Kami selalu menikmati kehidupan di sana seperti layaknya orang Indonesia,” ujarnya.

 

Dalam usahanya untuk mempelajari budaya Indonesia, fotografi memainkan peran yang penting. Fotografi membantu Emiel mengabadikan dan memahami budaya Indonesia.

“Kami belajar lebih banyak tentang bahasa dan budaya Indonesia seiring berjalannya waktu,” katanya.

Momen lain yang sangat membekas ketika tinggal di Bandung adalah ketika ibunya yang setengah Belanda dan setengah Indonesia, datang mengunjungi mereka. Satu hal yang membuat Emiel terkesan adalah ketika mengetahui bahwa ibunya masih menguasai bahasa Indonesia dengan baik, meskipun telah puluhan tahun meninggalkan Indonesia.

“Tiba-tiba, dan belum pernah terjadi sebelumnya, saya mendengar ibu saya berbicara bahasa Indonesia dengan begitu lancar dan anggun, sehingga membuat saya terpesona,” katanya.

Baca Juga: Salat di Stadion Besar, Iduladha di Wellington Berlangsung Meriah, ada Hadiah Buku Gratis dan Bazzar

Bersama-sama, Emiel, istri, dan Ibunya, kemudian berwisata ke kota tempat kelahiran ibunya, Malang, dan ke banyak kota lainnya.

Peristiwa ini sangat istimewa bagi mereka, terutama karena kasempatan itu merupakan terakhir kali bagi ibunya untuk berkunjung ke Indonesia. Ibunya kemudian meninggal dunia pada tahun 1999.

Meskipun sangat menikmati tinggal di Indonesia, akhirnya kerusuhan tahun 1998 memaksa Emiel untuk meninggalkan Indonesia. Dia kemudian menghabiskan waktu di berbagai negara seperti Afrika Selatan, Belanda, Kuwait, dan akhirnya berlabuh di Selandia Baru.

Ketika tinggal di Wellington, dia pun semakin meneruskan hobi fotografi. Kini ia lebih banyak melakukan fotografi film format besar dan penggunaan kamera pelat lama, serta peralatan format medium yang sedikit lebih modern (hasselblad).

“Jenis fotografi ini sangat disengaja dan terencana dibandingkan dengan fotografi jalanan yang spontan, seperti yang saya kelakukan ketika tinggal di Indonesia. Semua film diproses dan dicetak di kamar gelap yang saya bangun di loteng rumah kami. Fokus fotografi jenis ini terutama adalah lanskap dan arsitektur,” jelasnya.

Selepas pandemi Covid-19, Emiel berkeinginan kembali ke Indonesia. Tahun lalu dia mengajak kakak dan adiknya yang tinggal di Belanda untuk berkunjung ke Indonesia, dengan tujuan untuk menelusuri sejarah keluarga mereka di Pulau Jawa, dan diakhiri dengan kunjungan ke Bali untuk berlibur.

“Saudara-saudara saya sangat ‘Belanda’ dan mereka belum pernah kembali ke Indonesia. Bagi saya perjalanan ini sukses besar. Dan bagi mereka, perjalanan ini merupakan pembuka mata serta memberikan pengalaman yang tak terlupakan,” katanya.

Hutt Art Centre, tempat pameran foto Monochrome berlangsung di Wellington, Selandia Baru, 12-24 September 2023. (Sumber: Tussie Ayu/ KompasTV)

Sebelum kunjungan terakhirnya ke Indonesia, dia telah menyadari bahwa dia memiliki banyak sekali foto-foto tentang Indonesia yang diambil selama bertahun-tahun masa tinggalnya di Indonesia. Di sisi lain, dia menyadari bahwa foto-foto tersebut tidak pernah dicetak dengan benar.

“Saya membuat resolusi untuk memperbaiki hal ini. Tetapi pada saat yang sama, saya mengetahui bahwa urusan ini terlalu berat untuk dilakukan di kamar gelap. Bagian pertama dari proyek ini adalah mendigitalkan ribuan negatif 35 mm milik saya,” katanya.

Baca Juga: KBRI Buka Warung Konsuler di Auckland, Ratusan WNI Dapatkan Layanan Tanpa Harus ke Wellington

“Gambar-gambar saya yang ditampilkan pada pameran Monochrome 2023 hanyalah sebagian hasil dari proses penyortiran seluruh karya saya. Saya dibatasi pada 12 gambar dan sulit menemukan gambar yang mewakili kekayaan budaya Indonesia dengan baik,” tambahnya.

Namun foto-foto ini telah cukup menceritakan dan menggambarkan tentang kisah perjalanan Emiel, pengalaman yang dilaluinya di Indonesia, serta hubungan yang dijalin dengan penduduk Indonesia. Foto-foto ini menangkap tawa, emosi, dan semua yang dia temukan, sehingga membentuk rangkaian cerita perjalanannya.

Emiel berencana untuk terus melanjutkan proyek fotonya tentang Indonesia. Ia akan mengumpulkan 50-60 foto yang disebutnya sebagai warisan pengalaman selama tinggal di Indonesia.

Penulis : Tussie Ayu Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU