> >

Libya Penjarakan 8 Pejabat yang Bertanggung Jawab Atas Keruntuhan Bendungan dan Mengakibatkan Banjir

Kompas dunia | 26 September 2023, 12:32 WIB
Penguasa Libya membagi kota Derna yang disapu banjir menjadi empat bagian untuk menciptakan zona perlindungan dan penyangga mengantisipasi wabah penyakit, kata PM pemerintahan Libya bagian timur hari Selasa, (19/9/2023) sehari setelah ribuan demonstran marah menuntut rekonstruksi cepat kota tersebut. (Sumber: AP Photo)

KAIRO, KOMPAS.TV — Kepala jaksa Libya mengatakan bahwa dia telah memerintahkan penahanan delapan pejabat dan mantan pejabat sambil menunggu penyelidikan atas runtuhnya dua bendungan di Libya awal bulan ini. Bencana tersebut membuat banjir besar dan menewaskan ribuan orang di Libya.

Dua bendungan di luar kota Derna jebol pada 11 September setelah dihantam Badai Daniel, yang menyebabkan hujan lebat di Libya timur. Runtuhnya bangunan-bangunan tersebut menggenangi seperempat kota dan menghancurkan wilayah yang dilewatinya dan menghanyutkan orang ke laut.

Seperti dikutip dari The Associated Press, pejabat pemerintah dan lembaga bantuan memperkirakan jumlah korban tewas berkisar antara lebih dari 4.000 hingga lebih dari 11.000 orang. Hingga kini masih banyak mayat yang berada di bawah reruntuhan bangunan.

Sebuah pernyataan dari kantor Jaksa Agung al-Sidiq al-Sour mengatakan,  jaksa pada hari Minggu menginterogasi tujuh mantan dan pejabat saat ini di Otoritas Sumber Daya Air dan Otoritas Pengelolaan Bendungan dengan tuduhan adanya kelalaian dan kesalahan berkontribusi terhadap bencana tersebut.

Baca Juga: Khawatir Risiko Wabah, Penguasa Libya Pecah Wilayah Bencana dan Bikin Zona Penyangga

Delapan mantan pejabat dan pejabat tersebut, hingga saat ini tidak dapat memberikan bukti yang dapat menghindarkan mereka dari dakwaan, dan jaksa memerintahkan mereka dipenjara sambil menunggu selesainya penyelidikan.
Jaksa penuntut mengatakan delapan pejabat lainnya akan dipanggil untuk dimintai keterangan.

Interogasi dan pemenjaraan para pejabat merupakan langkah penting pertama yang dilakukan oleh kepala jaksa penuntut dalam penyelidikannya, yang kemungkinan akan menghadapi tantangan berat karena kepemimpinan Libya yang terpecah selama bertahun-tahun.

Meningkatnya seruan untuk melakukan penyelidikan internasional terhadap bencana tersebut mencerminkan ketidakpercayaan masyarakat yang mendalam terhadap lembaga-lembaga negara.

Negara kaya minyak di Afrika Utara ini telah berada dalam kekacauan sejak tahun 2011, ketika pemberontakan Arab Spring, yang didukung oleh NATO, menggulingkan diktator lama Moammar Gadhafi, yang kemudian terbunuh. Selama sebagian besar dekade terakhir, terdapat dua pemerintahan yang saling bersaing dan mengklaim memiliki wewenang untuk memimpin Libya dan didukung oleh kelompok bersenjata dan pemerintah asing.

Baca Juga: PBB Revisi Jumlah Korban Tewas Banjir Libya Jadi 3.958 dari 11.300, Ternyata Ini Sebabnya

Bagian timur negara itu berada di bawah kendali Jenderal Khalifa Hifter dan Tentara Nasional Libya yang dipimpinnya, yang bersekutu dengan pemerintah yang dikonfirmasi oleh parlemen. Pemerintahan saingannya berbasis di ibu kota Tripoli, dan mendapat dukungan dari sebagian besar komunitas internasional.

 

Bendungan tersebut dibangun oleh perusahaan konstruksi Yugoslavia pada tahun 1970-an di atas Wadi Derna, sebuah lembah sungai yang membelah kota. Tujuannya adalah untuk melindungi kota dari banjir bandang, hal yang biasa terjadi di wilayah tersebut. Bendungan tersebut tidak dipelihara selama beberapa dekade, meskipun sebelumnya telah ada peringatan dari para ilmuwan bahwa bendungan tersebut mungkin jebol.

Sebuah laporan oleh badan audit yang dikelola negara pada tahun 2021 mengatakan kedua bendungan tersebut tidak dipelihara meskipun ada alokasi lebih dari $2 juta untuk tujuan tersebut pada tahun 2012 dan 2013.
 

Penulis : Tussie Ayu Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Associated Press


TERBARU