PM Narendra Modi Pakai Plakat Nama Bharat di KTT G20, Bukan India
Kompas dunia | 10 September 2023, 08:55 WIBNEW DELHI, KOMPAS.TV - Plakat identitas negara yang terpasang di meja Perdana Menteri Narendra Modi dalam ruang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bharat Mapandam, New Delhi, India, Sabtu (9/9/2023) bertuliskan “Bharat”, bukan “India.” Hal tersebut memperkuat indikasi negara bernama India akan mengubah namanya menjadi Bharat. Dalam sambutannya, Narendra Modi pun menyebut negaranya sebagai “Bharat.”
“Bharat menyambut para delegasi sebagai Presiden G20,” kata Modi dikutip Kompas.com, Sabtu (9/9).
Bharat sendiri bukanlah nama baru. Di dalam negeri, India juga dikenal dengan nama “Bharat”, nama negara itu dalam bahasa Sanskerta dan Hindi. Sedangkan nama “India” cenderung digunakan dalam pergaulan internasional.
Baca Juga: Rencana Ganti Nama India Menjadi Bharat, Motif Politik dan Kontroversi di Tengah Publik
Belakangan ini, jajaran pemerintahan dan pendukung Narendra Modi menyerukan rakyat India untuk memanggil negeri mereka dengan nama “Bharat.” Namun, sejauh ini, belum ada pergantian nama secara resmi yang dideklarasikan.
Pendukung ganti nama menyebut kata “India” lekat dengan kolonialisme dan perbudakan. Sedangkan nama “Bharat”, juga “Sindhu” dan “Hindustan”, digunakan lama sebelum penjajahan Inggris Raya di India.
Para pendukung berargumen nama “Bharat” telah terpatri dalam konstitusi India. Namun, dalam konstitusi tersebut, “Bharat” hanya sekali disebut, selebihnya negara itu dirujuk dengan nama “India.”
Isu pergantian nama India telah berembus sejak undangan ke para delegasi KTT G20 diedarkan pada pekan ini. Dalam undangan tersebut, Presiden India Droupadi Murmu disebut sebagai “Presiden Bharat.”
KTT G20 di New Delhi sendiri sedianya berlangsung pada Sabtu (9/9) hingga Minggu (10/9) hari ini. Presiden RI Joko Widodo telah tiba di New Delhi dan mengikuti pertemuan pertama KTT yang membahas krisis iklim.
“Bumi kita tengah sakit. Pada bulan Juli lalu, suhu dunia capai titik tertinggi dan diprediksi akan terus naik dalam lima tahun ke depan. Ini akan sulit ditahan, kecuali dunia menghadangnya secara masif dan radikal,” kata Jokowi dikutip laman resmi Kementerian Luar Negeri RI, Sabtu (9/9).
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV/Kompas.com