> >

Kudeta Gabon, Militer Gulingkan Pemerintahan yang Berkuasa 56 Tahun

Kompas dunia | 30 Agustus 2023, 19:40 WIB
Kudeta militer terjadi di Gabon untuk menggulingkan kekuasan rezim presiden Ali Bongo yang sudah berkuasa 56 tahun, Rabu (30/8/2023). (Sumber: Gabon 24 via AP)

LIBREVILLE, KOMPAS.TV - Sekelompok perwira senior militer Gabon pada hari Rabu (30/8/2023) mengumumkan bahwa mereka telah mengambil alih kekuasaan pemerintahan.

Hal itu dilakukan beberapa menit setelah badan pemilihan negara bagian menyatakan bahwa Presiden Ali Bongo sebagai pemenang pemilu.

Dilansir dari Associated Press, pasukan militer juga mengeklaim bahwa Presiden Bongo, rezim yang sudah berkuasa 56 tahun itu ditahan.

Meski begitu, belum ada laporan pasti mengenai keberadaan Bongo, yang terakhir kali terlihat di depan umum ketika ia memberikan suaranya dalam pemilu pada hari Sabtu (26/8/2023) lalu.

Tampil di saluran televisi pemerintah Gabon 24, para tentara militer tersebut mengatakan bahwa mereka mewakili seluruh pasukan keamanan dan pertahanan di Gabon dan mengatakan hasil pemilu dibatalkan.

Selain itu, prajurit militer yang memperkenalkan diri mereka sebagai anggota “Komite Transisi dan Pemulihan Institusi” juga mengatakan, semua perbatasan ditutup hingga pemberitahuan lebih lanjut dan lembaga-lembaga negara dibubarkan.

Lembaga-lembaga negara yang dibubarkan di antaranya pemerintah, senat, majelis nasional, mahkamah konstitusi, dan lembaga pemilu.

"Atas nama rakyat Gabon… kami telah memutuskan untuk mempertahankan perdamaian dengan mengakhiri rezim saat ini,” ucap salah satu perwira militer tersebut dikutip dari Al Jazeera.

Beberapa menit setelah pengumuman tersebut, suara tembakan terdengar di pusat ibu kota, Libreville.

Massa turun ke jalan kota untuk merayakan berakhirnya pemerintahan Bongo, menyanyikan lagu kebangsaan bersama tentara.

Jika berhasil, kudeta tersebut akan menjadi kudeta kedelapan yang terjadi di kawasan Afrika Barat dan Tengah sejak tahun 2020.

Baca Juga: Pemimpin Kudeta Niger Ketakutan, Tutup Wilayah Udara karena Ancaman Intervensi Kekuatan Asing

Kudeta-kudeta di negara-negara seperti Mali, Guinea, Burkina Faso, Chad, dan Niger telah mengakibatkan gangguan terhadap perkembangan demokrasi dalam beberapa tahun terakhir. 

Situasi di Gabon semakin tegang seiring kekhawatiran akan potensi kerusuhan pasca pemilihan presiden, parlemen, dan legislatif pada hari Sabtu. 

Pemilihan tersebut menjadi saksi persaingan antara Bongo yang berupaya memperpanjang kepemimpinan keluarganya selama 56 tahun, dengan oposisi yang mendorong perubahan di negara kaya minyak dan kakao namun menghadapi kemiskinan akibat berbagai bencana yang melanda. 

Menurut Pusat Pemilihan Umum Gabon, dalam proses yang mengalami keterlambatan, Bongo berhasil meraih 64,27 persen suara, sementara penantang utamanya, Albert Ondo Ossa, mendapatkan 30,77 persen suara.

Sebelumnya, kubu oposisi mengatakan, pemilu tersebut adalah “penipuan yang diatur oleh Ali Bongo dan para pendukungnya” setelah internet diputus dan diberlakukan jam malam. 

Outlet media Prancis France 24, RFI dan TV5 Monde juga dilarang melakukan peliputan karena “kurangnya objektivitas dan keseimbangan sehubungan dengan pemilihan umum saat ini.

Berbagai langkah yang diambil pemerintah setelah pemilu itu telah menimbulkan kekhawatiran mengenai transparansi proses pemilu.

Bongo adalah kandidat Partai Demokrat Gabon (PDG), partai yang didirikan oleh ayahnya, Omar Bongo, yang memimpin Gabon dari tahun 1967 hingga 2009. 

Setelah kematiannya, ia yang saat itu menjabat sebagai menteri pertahanan, menggantikannya sebagai presiden dan memiliki kekuasaan saat itu pula.

Baca Juga: Kudeta Niger: Diancam Intervensi Militer, Uranium Dicuri Prancis hingga Minta Bantuan Wagner Group

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Deni-Muliya

Sumber : Al Jazeera/Associated Press


TERBARU