> >

Gelombang Panas Mencatat Rekor, Warga Miskin AS Menderita Tanpa AC

Kompas dunia | 31 Juli 2023, 08:55 WIB
Ben Gallegos duduk di beranda rumah keluarganya di lingkungan Globeville bersama anjingnya, Coca Smiles, saat suhu tinggi siang hari melonjak, Kamis, 27 Juli 2023, di Denver, Amerika Serikat. Gallegos telah melakukan beberapa langkah untuk menjaga rumahnya tetap sejuk meskipun tidak memiliki AC sentral. (Sumber: The Associated Press.)

DENVER, KOMPAS.TV - Saat Denver, Amerika Serikat (AS), memasuki rekor panas tertinggi di bulan Juli, Ben Gallegos duduk bertelanjang dada di beranda rumahnya. Dia menepuk-nepuk lalat dari kakinya dan menyemprot dirinya sendiri dengan kipas angin untuk mencoba mengurangi hawa panas. Gallegos, seperti banyak lingkungan termiskin di AS, tidak memiliki AC di rumahnya.

Pria berusia 68 tahun itu menutupi jendelanya dengan busa kasur untuk melindungi dari panas dan tidur di ruang bawah tanah yang terbuat dari beton. Dia tahu suhu tinggi dapat menyebabkan serangan panas dan kematian, dan kondisi paru-parunya membuatnya lebih rentan.

Dia merupakan pensiunan tukang batu bata, yang bertahan hidup dengan sekitar $1.000 (sekitar Rp 15 juta) sebulan, yang sebagian besar berasal dari dana jaminan sosial. Membeli dan memasang AC pribadi di rumah tidak terjangkau baginya.

“Butuh waktu sekitar 12 tahun menabung untuk hal seperti itu,” katanya. “Jika sulit bernapas, saya akan turun ke keadaan darurat,” ujarnya seperti dikutip dari Associated Press

Baca Juga: Suhu Bumi Makin Panas! Juli Dilewati dengan Sangat Terik, Ilmuwan Catat Sebagai Rekor Bulan Terpanas

Perubahan iklim memicu gelombang panas yang lebih panas dan lebih lama di AS. Suhu panas bahkan sudah memecahkan rekor suhu di seluruh AS dan menyebabkan puluhan orang tewas. Warga AS termiskin menderita ketika melewati hari-hari terpanas. Pendingin udara, yang dulu merupakan barang mewah, sekarang menjadi kebutuhan utama untuk bertahan hidup bagi mereka.

Saat Phoenix melewati hari ke-27 berturut-turut di atas 43 derajat Celsius pada Rabu lalu, sembilan orang yang meninggal di dalam ruangan yang tidak memiliki AC yang berfungsi, atau dimatikan. Tahun lalu, semua 86 kematian terkait panas di dalam ruangan terjadi di lingkungan yang tidak didinginkan.

“Untuk menjelaskannya secara sederhana: Panas bisa membunuh,” kata Kristie Ebi, seorang profesor Universitas Washington yang meneliti panas dan kesehatan. "Begitu gelombang panas dimulai, kematian dimulai dalam waktu sekitar 24 jam," ujarnya.

Warga termiskin dan orang kulit berwarna, dari Kansas City ke Detroit ke New York City dan seterusnya, jauh lebih mungkin menghadapi panas yang melelahkan tanpa AC.

Beberapa warga memiliki AC window yang dapat menawarkan suhu yang lebih sejuk, tetapi di tengah panas yang ekstrim, AC window tidak cukup membantu," kata Melody Clark.

Clark merupakan warga yang mendapatkan makanan di sebuah organisasi nirlaba di Kansas City, Kansas, saat suhu panas melonjak. AC sentral di rumah sewaannya mati, pemiliknya memasang AC window. Tapi AC window tidak banyak membantu mengurangi cuaca panas pada siang hari.

Jadi pria berusia 45 tahun itu membasahi rambutnya, memasak di luar dengan pemanggang propana, dan mematikan lampu di dalam ruangan. Dia naik bus ke perpustakaan untuk menenangkan diri. Pada malam hari dia menyalakan AC box, dan menyeretnya ke kamar tempat dia tidur. 

Mengenai dua remajanya, dia berkata, “Mereka sudah besar. Kami tidak mati dalam panas dan mereka tidak mengeluh.”

Sementara miliaran dana federal telah dialokasikan untuk mensubsidi biaya utilitas dan pemasangan sistem pendingin. Para ahli mengatakan pemerintah hanya mendukung sebagian kecil dari keluarga yang paling rentan dan masih banyak keluarga yang membutuhkan biaya yang besar untuk memasang AC. Memasang sistem pompa panas terpusat untuk pemanasan dan pendinginan dapat mencapai biaya sebesar $25.000 (sekitar Rp 377 juta).

Baca Juga: Waduh! Wanita Ini Curi Es Krim karena Kepanasan, Gigit Pekerja Toko saat Kepergok

Presiden AS Joe Biden mengumumkan langkah-langkah untuk mempertahankan diri dari panas ekstrem pada Kamis lalu. Ia menyoroti perluasan Program Bantuan Energi Rumah Berpenghasilan Rendah, yang menyalurkan uang melalui negara bagian untuk membantu rumah tangga yang lebih miskin membayar tagihan listrik.

Meskipun program ini sangat penting, kata Michelle Graff, yang mempelajari subsidi di Cleveland State University, hanya sekitar 16% dari populasi negara yang memenuhi syarat yang benar-benar tercapai. Hampir setengah dari negara bagian tidak menawarkan bantuan untuk pendinginan musim panas.

Penulis : Tussie Ayu Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Associated Press


TERBARU