> >

Bersejarah! Majelis Umum PBB Akhirnya Sahkan Traktat Laut Lepas, Ini Tujuannya

Kompas dunia | 20 Juni 2023, 02:15 WIB
Perjanjian internasional pertama di dunia untuk melindungi lautan lepas disahkan, Senin (19/6/2023) di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, berupa sebuah traktat atau perjanjian lingkungan penting yang dirancang untuk melindungi ekosistem terpencil yang sangat penting bagi kemanusiaan. (Sumber: United Nations)

Perjanjian ini dianggap penting bagi negara-negara dalam melindungi 30 persen lautan dan daratan dunia tahun 2030, seperti yang disepakati oleh pemerintah dunia dalam perjanjian sejarah terpisah yang dicapai di Montreal pada bulan Desember.

Setelah diadopsi, "maka dimulailah perlombaan untuk meratifikasi" dan target 30 persen "akan tetap dapat dicapai," kata Chris Thorne dari Greenpeace.

Perjanjian tersebut, yang secara resmi dikenal sebagai perjanjian tentang Biodiversity Beyond National Jurisdiction  atau "Keberagaman Hayati di Luar Yurisdiksi Nasional" BBNJ, juga memperkenalkan persyaratan untuk melakukan studi dampak lingkungan terhadap aktivitas yang dilakukan di perairan internasional.

Aktivitas-aktivitas tersebut, meskipun tidak tercantum dalam teks, akan mencakup segala hal mulai dari penangkapan ikan dan transportasi maritim hingga kegiatan kontroversial, seperti penambangan laut dalam atau bahkan program geo-engineering yang bertujuan untuk melawan pemanasan global.

Baca Juga: Portugal Dirikan Kawasan Konservasi Laut Terbesar di Atlantik Utara Seluas 2.677 kilometer persegi

Peta sebaran terumbu karang di segitiga karang dunia atau coral triangle, dengan terpadat di dunia berada di Indonesia. Perjanjian internasional pertama di dunia untuk melindungi lautan lepas disahkan hari Senin, (19/6/2023) di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, berupa sebuah traktat atau perjanjian lingkungan penting yang dirancang untuk melindungi ekosistem terpencil yang sangat penting bagi kemanusiaan. (Sumber: Coral Triangle Center)

Perjanjian ini juga menetapkan prinsip-prinsip pembagian manfaat "sumber daya genetik laut" (MGR) yang dikumpulkan melalui penelitian ilmiah di perairan internasional, titik sengketa yang hampir menggagalkan negosiasi pada menit-menit terakhir di bulan Maret.

Negara-negara berkembang, yang sering kali tidak punya uang untuk mendanai ekspedisi semacam itu, berjuang untuk mendapatkan hak berbagi manfaat, berharap tidak tertinggal dalam apa yang banyak orang lihat sebagai pasar masa depan yang besar dalam komersialisasi MGR, terutama oleh perusahaan farmasi dan kosmetik yang mencari "molekul ajaib."

Masih harus dilihat berapa banyak negara yang akan memutuskan untuk ikut serta.

LSM meyakini bahwa ambang batas 60 ratifikasi yang diperlukan agar perjanjian ini berlaku harus tercapai karena Koalisi untuk BBNJ, yang mendorong perjanjian ini, punya sekitar 50 negara anggota, termasuk anggota Uni Eropa, serta Chili, Meksiko, India, dan Jepang.

Namun, angka 60 jauh dari adopsi universal, karena PBB punya 193 negara anggota, yang diperjuangkan oleh para pembela lautan.

"Marilah kita mempertahankan momentum ini. Mari kita terus bekerja untuk melindungi samudra kita, planet kita, dan semua orang di dalamnya," kata Presiden Majelis Umum PBB Csaba Korosi.

 

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Straits Times


TERBARU