Erdogan Jadi Imam Salat di Hagia Sophia pada Malam Sebelum Pemilihan Presiden
Kompas dunia | 14 Mei 2023, 02:05 WIBTahun 1923, Hagia Sophia diubah menjadi museum ketika Mustafa Kemal Ataturk menciptakan Turki pasca-Utsmani yang sekuler.
Keputusan Erdogan untuk mengubahnya kembali menjadi masjid pada tahun 2020 mengukuhkan status pahlawannya di antara para pendukungnya yang religius dan menyebabkan meningkatnya ketidaknyamanan Barat terhadap pemerintahannya.
"Seluruh dunia Barat marah, tetapi saya melakukannya," kata Erdogan dalam pidato di Istanbul hari Sabtu.
Erdogan menekankan tema-tema keagamaan dan menggunakan perang budaya untuk mencoba membangkitkan semangat basis konservatif dan nasionalisnya.
Dia menyebut oposisi sebagai kelompok "pro-LGBT" yang menerima perintah dari militan Kurdi yang dilarang dan didanai oleh Barat.
Pesan keras ini tampaknya ditujukan untuk mengalihkan pikiran pemilih dari krisis ekonomi paling parah yang pernah dialami Turki selama pemerintahannya.
Angka inflasi tahunan resmi mencapai 85 persen tahun lalu. Para ekonom berpikir bahwa angka sebenarnya bisa jauh lebih tinggi dan menyalahkan krisis ini pada teori keuangan tidak konvensional Erdogan.
Kilicdaroglu berjanji untuk menghapus kebijakan-kebijakan itu segera setelah menjabat.
Baca Juga: Rival Erdogan Tuduh Rusia Ganggu Pemilihan Presiden Turki, Putin Membantah
Kami Tidak Bahagia
Namun, keseriusan pilihan yang dihadapi oleh 64 juta pemilih di Turki ini disertai dengan ketegangan yang tinggi dan kekhawatiran yang masih tersisa tentang apa yang akan dilakukan Erdogan jika ia kalah dalam pemilihan yang ketat.
Kilicdaroglu mengenakan rompi antipeluru dalam dua rapat kampanye pada Jumat setelah menerima ancaman terhadap nyawanya yang dianggap serius oleh partainya.
Dia memberikan pidato malam yang luar biasa singkat di Ankara yang pada awalnya mendapat sorotan dari kampanyenya.
Pasangan Kilicdaroglu, Ekrem Imamoglu, sosok populer yang mengalahkan sekutu Erdogan dalam pemilihan kontroversial Wali Kota Istanbul pada tahun 2019, sebelumnya dilempari batu ketika melakukan tur di daerah konservatif Turki.
Pejabat Turki memulai penyelidikan resmi dan melakukan beberapa penangkapan.
Namun, beberapa pejabat senior di partai pemerintahan Erdogan menuduh Wali Kota Istanbul memprovokasi insiden tersebut.
Pemungutan suara akan mencakup wilayah tenggara yang hancur berantakan setelah gempa bulan Februari yang merenggut lebih dari 50.000 nyawa.
Tingkat kemarahan di wilayah yang tradisionalnya mendukung Erdogan ini juga dapat memengaruhi hasil Minggu nanti.
"Kami tidak senang harus memberikan suara di tengah puing-puing, tetapi kami ingin mengganti pemerintahan," kata Diber Simsek, seorang warga kota Antakya yang mengalami kerusakan besar akibat bencana tersebut.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : France24