Militer Tolak Berunding dan Tuntut Pasukan Paramiliter Menyerah, Sudan Makin Runyam
Kompas dunia | 21 April 2023, 05:01 WIBKHARTOUM, KOMPAS.TV - Militer Sudan hari Kamis, (20/4/2023) menolak berunding dengan kekuatan paramiliter saingannya, menuntut pasukan paramiliter menyerah sebagai syarat perdamaian. Kedua pihak terus bertempur di Khartoum dan wilayah lain di negara tersebut, mengancam keberhasilan gencatan senjata terbaru.
Seperti laporan Associated Press, Kamis, (20/4/2023), pernyataan militer diperkirakan akan membuat gelombang kekerasan melonjak. Kekhawatiran tumbuh sistem medis negara itu hampir ambruk, dengan banyak rumah sakit yang terpaksa ditutup dan pasokan lainnya habis.
Gencatan senjata 24 jam yang dideklarasikan hari Rabu malam hanya membawa sedikit ketenangan ke beberapa wilayah di ibukota Khartoum, tetapi banyak penduduk yang memanfaatkan kesempatan itu untuk melarikan diri dari rumah mereka yang terjebak selama beberapa hari.
"Sejumlah besar" orang, terutama perempuan dan anak-anak, meninggalkan daerah mereka mencari tempat yang lebih aman, kata Atiya Abdulla Atiya, sekretaris Persatuan Dokter.
Beberapa jam sebelum gencatan senjata berakhir, militer menyatakan mereka tidak akan berunding dengan saingannya, Pasukan Pendukung Cepat RSF terkait akhir krisis dan hanya akan membicarakan syarat-syarat penyerahannya. "Tidak akan ada pasukan bersenjata di luar sistem militer," katanya.
Jika gencatan senjata benar-benar gagal, ini akan menjadi kegagalan kedua bagi komunitas internasional untuk menghentikan pertempuran antara dua jenderal teratas Sudan, yaitu Kepala Staf Jenderal Abdel Fattah Burhan dan Panglima RSF Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo dalam merebut kendali negara.
Gencatan senjata serupa hari Selasa yang lalu, yang datang setelah Menlu AS Antony Blinken berbicara dengan kedua jenderal, langsung berantakan setelah beberapa jam.
Baca Juga: Analis Sebut Bentrok Sudan Berakar dari Konflik Personal Dua Jenderal
Upaya diplomatik dilakukan untuk menyelamatkan upaya terbaru ini. Hari Kamis, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berbicara dengan kedua jenderal dan mendesak kembali ke jalur dialog.
Pemimpin Mesir, yang bersekutu dengan militer Sudan, dan Uni Emirat Arab, yang terkait dengan RSF, juga berbicara pada Kamis tentang bagaimana mengubah gencatan senjata menjadi negosiasi.
Paling tidak 330 orang tewas dan 3.300 lainnya terluka dalam bentrokan yang terjadi sejak Sabtu lalu, menurut Organisasi Kesehatan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa, namun jumlah korban diperkirakan lebih banyak lagi karena banyak mayat yang belum diambil di jalanan.
Selama malam dan siang Kamis, suara tembakan hampir terus-menerus terdengar di seluruh Khartoum. Penduduk melaporkan pertempuran terberat di sekitar markas militer utama di pusat Khartoum dan di bandara terdekat.
Pesawat tempur militer menyerang posisi RSF di bandara dan di kota tetangga Omdurman, kata penduduk. Militer mengatakan pesawat tempur mereka hari Kamis juga menyerang konvoi kendaraan RSF yang menuju ke ibu kota, meskipun klaim tersebut tidak dapat diverifikasi secara independen.
Penduduk Khartoum putus asa untuk mendapatkan jeda setelah berhari-hari terjebak di rumah mereka dan persediaan makanan dan air mereka habis. "Suara tembakan dan bom udara masih terdengar," kata Atiya kepada The Associated Press. "Situasinya semakin memburuk dan makin parah."
Gencatan senjata belum cukup kuat untuk memberikan pasokan dan bantuan ke rumah sakit yang kewalahan di Sudan, kata Atiya. Rumah sakit di Khartoum sangat kekurangan persediaan medis, seringkali beroperasi tanpa listrik dan air bersih.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Gading-Persada
Sumber : Associated Press