> >

China Murka dan Kecam Kesepakatan Terbaru AUKUS, Sebut Bakal Picu Perlombaan Senjata Nuklir

Kompas dunia | 14 Maret 2023, 21:05 WIB
Hari Selasa (14/3/2023), juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, mengatakan kesepakatan tersebut, yang diberi akronim AUKUS (Australia, Inggris, dan Amerika Serikat), berasal dari "pola pikir Perang Dingin khas yang hanya akan memotivasi perlombaan senjata, merusak rezim nonproliferasi nuklir internasional, dan merugikan stabilitas dan perdamaian regional." (Sumber: AP Photo/Liu Zheng)

Baca Juga: Menlu Saudi: Perdamaian dengan Iran yang Disponsori China Membuat Konflik Selesai

Kapal selam kelas Collins HMAS Sheean (SSG 77). Rencana Australia untuk memperoleh kapal selam bertenaga nuklir menghadapi penentangan yang meningkat, terutama dari negara-negara di Asia (Sumber: US Navy)

Para menteri mengatakan mereka melihat dengan prihatin "tantangan terhadap aturan berbasis maritim, termasuk di Laut China Selatan dan Laut China Timur," dalam referensi pada gerakan agresif China untuk menegaskan klaim wilayahnya dalam upaya untuk menggantikan AS sebagai kekuatan militer utama di kawasan tersebut.

China merasa tidak nyaman dengan kesepakatan antara AS, Inggris, dan Australia (AUKUS) yang melibatkan transfer teknologi kapal selam nuklir kepada Australia. Kesepakatan tersebut dianggap mengancam keamanan regional dan hubungan China-Amerika Serikat yang sudah tegang.

China juga merasa tidak aman dengan kesepakatan antara AS dan Filipina yang memberikan akses lebih besar bagi pasukan Negeri Paman Sam ke pangkalan militer Filipina yang terletak di "rantai pulau pertama" yang menjadi kunci bagi kendali China atas wilayah tersebut.

Dukungan militer dan politik AS untuk Taiwan juga menarik respons yang mengancam dari Beijing dalam beberapa tahun terakhir.

Kunjungan Ketua Kongres AS Nancy Pelosi ke Taiwan tahun 2022 memicu Beijing untuk menembakkan rudal ke atas pulau tersebut, mengirimkan kapal dan pesawat tempur, dan mengadakan latihan militer dalam blokade simulasi terhadap Taiwan.

Tegangnya hubungan kedua negara semakin memuncak setelah AS menembak jatuh balon mata-mata China pada bulan Februari, dan China menolak menerima telepon dari Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin untuk membahas masalah tersebut.

Baca Juga: China Turun Gunung, Xi Jinping akan ke Moskow Minggu Depan Bertemu Putin dan Menelepon Zelenskyy

Anthony Albanese hari Sabtu, (11/6/2022) mengatakan  pemerintahnya mencapai penyelesaian 555 juta euro atau setara 8,5 triliun rupiah dengan Grup Angkatan Laut Prancis atas keputusan tahun lalu untuk membatalkan kesepakatan pembelian kapal selam baru buatan Prancis (Sumber: Straits Times)

Beberapa hari terakhir, pejabat Presiden Xi Jinping sampai pada pernyataan keras mengenai hubungan China-AS dan keamanan China secara umum.

Menteri Luar Negeri Qin Gang memperingatkan Washington minggu lalu tentang kemungkinan "konflik dan konfrontasi" jika AS tidak mengubah arah untuk memperbaiki hubungan yang tegang atas Taiwan, hak asasi manusia, Hong Kong, keamanan, teknologi, dan invasi Rusia ke Ukraina.

Sehari sebelumnya, Xi memberi tahu delegasi parlemen China bahwa "negara-negara Barat yang dipimpin oleh AS melakukan pengurungan, pengepungan, dan penindasan China secara menyeluruh, yang telah membawa tantangan serius yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi perkembangan negara kita."

Pada hari penutupan parlemen pada hari Senin, Xi mengatakan bahwa perlu untuk memodernisasi angkatan bersenjata dan "membangun tentara rakyat menjadi tembok baja besar" yang melindungi kepentingan dan keamanan nasional China.

Xi juga menegaskan tekad China membawa Taiwan di bawah kendali China dengan cara damai atau militer, meskipun semakin banyak kekhawatiran di luar negeri tentang kemungkinan serangan terhadap pulau yang diklaim Beijing sebagai wilayahnya sendiri.

China menyatakan bahwa mereka harus "tegas menentang campur tangan kekuatan asing dan aktivitas separatis kemerdekaan Taiwan, serta dengan tegas mempromosikan proses reunifikasi tanah air," kata Xi.

 

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV/Associated Press


TERBARU