Hari Perempuan Internasional: Sekjen PBB Menyatakan Hak Perempuan Terancam
Kompas dunia | 8 Maret 2023, 07:00 WIBNEW YORK, KOMPAS.TV - Hak-hak perempuan telah disalahgunakan, diancam, dan dilanggar di seluruh dunia. Kesetaraan gender tidak akan tercapai selama 300 tahun jika kita masih berada di jalur yang sama.
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Senin (7/3/2023), satu hari sebelum puncak peringatan Hari Perempuan Internasional.
Antonio Guterres mengatakan pada sesi pembukaan Komisi Status Perempuan—badan global utama PBB yang memperjuangkan kesetaraan gender—bahwa kemajuan yang diraih selama beberapa dekade terakhir, lenyap dengan tiba-tiba karena budaya patriarki yang muncul kembali.
Gutteres menyebut seperti yang terjadi di Afghanistan di mana hak dan peran perempuan serta anak perempuan telah dihapus dari kehidupan publik. Dia juga menyebutkan bahwa di banyak negara, hak seksual dan reproduksi perempuan telah dihapuskan.
Baca Juga: Sejarah Hari Perempuan Internasional yang Dirayakan 8 Maret 2023
Selain itu, gadis-gadis yang pergi ke sekolah berisiko mengalami penculikan dan penyerangan di banyak tempat. Dia juga mengeluhkan bahwa ada polisi yang memangsa perempuan rentan yang seharusnya mereka lindungi.
“Dari Ukraina hingga Sahel, krisis dan konflik paling memengaruhi perempuan dan anak perempuan. Mereka juga mendapat dampak terburuk,” kata Guterres seperti dikutip dari The Associated Press.
Dalam kemunduran lain, menurut Guterres, angka kematian ibu meningkat dan dampak Covid-19 memaksa anak perempuan menikah dan membuat mereka tidak bersekolah. Sementara itu ibu dan pengasuh anak kesulitan mendapatkan pekerjaan.
Komisi Status Perempuan juga menyorot pada kesenjangan gender dalam teknologi dan inovasi. Sekretaris Jenderal mengatakan topik ini sangat tepat karena perempuan dan anak perempuan adalah kaum yang tertinggal, ketika teknologi telah melaju ke depan.
“Tiga miliar orang masih belum terhubung ke internet, mayoritas dari mereka perempuan dan anak perempuan di negara berkembang, (dan) di negara kurang berkembang hanya 19% perempuan yang bisa mengakses internet,” kata Guterres.
Penulis : Tussie Ayu Editor : Gading-Persada
Sumber : The Associated Press