> >

Setahun Perang Rusia Ukraina, Putin Tak Berniat Kalah, Fase Konflik yang Lebih Parah Menanti

Krisis rusia ukraina | 24 Februari 2023, 05:45 WIB
Tentara Rusia di stasiun kereta api di Tyumen, Rusia, Jumat, 2 Desember 2022. Dalam peringatan satu tahun serangan Rusia yang menewaskan puluhan ribu jiwa dan merusak banyak kota Ukraina, kedua pihak bersiap untuk fase yang lebih parah untuk waktu yang lama. (Sumber: AP Photo)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Bagi Rusia, tahun ini menjadi tahun penuh tuduhan terhadap Moskow sekaligus tahun yang penuh serangan berani, kekalahan memalukan, dan pengepungan yang melelahkan. Ukraina berhasil menangkis dengan perlawanan sengit, serangan balik yang mengejutkan, dan serangan tiba-tiba.

Kini, dalam peringatan satu tahun serangan Rusia yang menewaskan puluhan ribu jiwa dan merusak banyak kota, kedua belah pihak sedang bersiap untuk fase yang lebih buruk di masa depan, seperti laporan Associated Press, Jumat (24/2/2023) 

Rusia baru-baru ini melancarkan gempuran terbaru untuk merebut seluruh wilayah industri jantung Ukraina di timur Donbas. Kiev dan sekutu-sekutunya di Barat juga mengatakan Moskow bisa mencoba untuk meluncurkan serangan yang lebih luas dan lebih ambisius di tempat lain di sepanjang lebih dari 1.000 kilometer garis depan pertempuran.

Ukraina sedang menunggu tank tempur dan senjata baru lainnya yang dijanjikan oleh Barat agar dapat merebut wilayah yang diduduki.

Yang belum terlihat 'hilal'-nya adalah penyelesaian. Kremlin bersikeras harus mencakup pengakuan Semenanjung Krimea, yang dianeksasi tahun 2014, beserta penerimaan keuntungan teritorialnya yang lain. Ukraina menolak tuntutan tersebut dan menolak segala bentuk perundingan sampai Rusia menarik semua pasukannya.

Sementara Putin bertekad untuk mencapai tujuannya, Ukraina dan sekutu-sekutunya teguh berdiri untuk mencegah Rusia menguasai satu senti-pun wilayahnya.

Para ahli memperingatkan, konflik terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II bisa berlangsung selama bertahun-tahun, dan beberapa khawatir itu bisa mengarah pada konfrontasi langsung antara Rusia dan NATO.

Baca Juga: Pembenaran Putin Lakukan Serangan ke Ukraina: Sebut Rusia Berjuang untuk Tanah Bersejarah

Tentara Ukraina menembakkan artileri ke arah posisi pasukan Rusia di dekat Bakhmut, Jumat, 16 Desember 2022. Dalam peringatan satu tahun serangan Rusia yang menewaskan puluhan ribu dan merusak banyak kota Ukraina, kedua pihak bersiap untuk fase yang lebih parah. (Sumber: AP Photo/LIBKOS)

Serangan Baru, Sasaran Baru

Dalam beberapa bulan terakhir, pasukan Rusia mencoba mengepung pertahanan Ukraina di Bakhmut dan merangsek lebih dalam ke wilayah Donetsk. Bersamaan dengan upaya merebut seluruh Donbas, Moskow bertujuan mengikis kekuatan Ukraina dan mencegah mereka melancarkan serangan di tempat lain.

Bakhmut menjadi simbol penting kerasnya Ukraina, serta cara untuk mengikat dan menghancurkan pasukan Rusia yang paling mampu. Kedua belah pihak menggunakan amunisi dengan tingkat yang belum pernah terlihat dalam beberapa dekade.

Analis militer Ukraina Zhdanov mengatakan Rusia mengguyur lebih banyak pasukan dan senjata ke Donbas dan menyerang daerah lain dalam upaya yang terlihat untuk mengalihkan perhatian pasukan Ukraina.

"Rusia saat ini punya inisiatif dan keunggulan di medan perang," katanya, mencatat kekurangan akut Kiev akan amunisi.

Rusia mengandalkan persediaan besar arsenal dan meningkatkan produksi senjata serta amunisi, memberikannya keunggulan signifikan. Sementara lembaga intelijen Ukraina dan Barat mengamati bahwa Moskow kehabisan rudal presisi, namun masih punya senjata lama yang bejibun jumlahnya.

Namun, meskipun Ukraina dan sekutunya mengharapkan serangan Rusia yang lebih luas di luar Donbas, itu bisa menjadi sebuah perjudian untuk Moskow, yang memobilisasi 300.000 anggota cadangan musim gugur lalu untuk memperkuat pasukannya.

Igor Strelkov, mantan petugas keamanan Rusia yang memimpin pasukan separatis di Donbas saat pertempuran pecah di sana pada 2014, memperingatkan setiap serangan besar dapat menjadi bencana bagi Rusia karena persiapannya tidak dapat disembunyikan dan akan menghadapi tanggapan yang sangat masif.

Dia mengatakan bahwa serangan juga akan menimbulkan tantangan logistik seperti yang menggagalkan upaya Rusia untuk merebut Kiev pada awal perang.

Baca Juga: Putin Sinyalkan Gunakan Nuklir Jelang Setahun Invasi Rusia di Ukraina, Perang Masih Lama?

Presiden Amerika Serikat Joe Biden (kiri) berjalan bersama Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dalam kunjungan dadakannya ke Kiev, Ukraina, Senin, 20 Februari 2023. (Sumber: Kantor Pers Kepresidenan Ukraina via AP)

"Setiap serangan besar akan dengan cepat dan pasti melibatkan kerugian yang sangat besar, menghabiskan sumber daya yang terkumpul selama mobilisasi," peringatannya.

Justin Bronk, seorang peneliti senior di RUSI di London, memprediksi setiap serangan Rusia akan gagal tetapi dapat menguras sumber daya Ukraina dan menghentikannya dari mempersiapkan kontra serangan besar-besaran.

"Pertanyaan besar adalah seberapa banyak kerusakan yang dihasilkan serangan Rusia sebelum berhenti karena itu akan menentukan posisi Ukraina," katanya, mencatat tujuannya bisa untuk mengganggu kemampuan Kiev untuk menyiapkan serangan balik.

Bronk mengatakan Ukraina menghabiskan musim dingin untuk membangun brigade mekaniknya yang memimpin serangan balik musim gugur di daerah Kharkiv dan Kherson dan mengalami kerugian.

Dia mengatakan Ukraina punya jendela kesempatan enam hingga delapan bulan untuk merebut lebih banyak wilayah, mencatat Rusia bisa meluncurkan mobilisasi lain untuk merekrut hingga 500.000 tentara tambahan yang bisa dipersiapkan untuk bertempur setelah setidaknya enam bulan pelatihan.

Zhdanov mengatakan Ukraina baru bisa meluncurkan serangan balik pada akhir April atau awal Mei setelah menerima senjata Barat, termasuk tank tempur. Dia memprediksi pasukan Ukraina kemungkinan akan menyerang dari wilayah Zaporizhzhia untuk mencoba merebut pelabuhan Mariupol dan Berdyansk serta memutus koridor Rusia ke Krimea.

"Jika Ukraina mencapai pantai Laut Azov, itu akan menihilkan semua keuntungan Rusia," kata Zhdanov, mengubah kemenangan Putin "menjadi debu."

Baca Juga: Invasi Rusia ke Ukraina Bakal Masuki Setahun, Sekjen PBB Mengutuk sebagai Penghinaan Hati Nurani

Sekjen PBB, Antonio Guterres. Guterres mengutuk invasi Rusia ke Ukraina sebagai penghinaan terhadap hati nurani, Rabu (22/2/2023). (Sumber: AP Photo/Michael Sohn, pool)

Buntu di Ukraina atau Gonjang-ganjing di Rusia?

Pengamat melihat sedikit kemungkinan untuk pembicaraan. Kedua belah pihak "tidak dapat direkonsiliasi dalam posisi saat ini," kata Bronk.

Keberhasilan Ukraina di medan perang utama musim panas ini dapat memicu "kegemparan politik yang signifikan di Rusia karena, pada saat itu, posisi Putin sendiri dalam kepemimpinan menjadi sangat sulit untuk dilihat sebagai bisa bertahan," katanya.

Pada saat yang sama, jika Ukraina gagal merebut lebih banyak wilayah sebelum Rusia memperkuat pasukannya, itu dapat mengarah pada "kebuntuan jangka panjang dan perang attrisi yang terus berlanjut," tambah Bronk, bermain ke dalam rencana Moskow "untuk memperpanjang perang dan hanya menunggu Barat kehabisan tenaga."

Fiona Hill, seorang senior fellow di Brookings Institution yang melayani dalam tiga pemerintahan AS terakhir, juga melihat sedikit kemungkinan untuk penyelesaian.

"Orang Rusia menegaskan posisi mereka. Mereka tidak berniat kalah," katanya. "Putin sudah membuatnya sangat jelas bahwa dia siap mengorbankan apa saja yang dibutuhkan. Pesannya adalah bahwa kamu tidak mungkin melawanku karena saya siap melakukan apa saja dan saya memiliki begitu banyak tenaga kerja."

Hill mengatakan Putin berharap dukungan Barat untuk Kiev akan bubar, "itu akan hilang dan Ukraina dibiarkan terbuka, dan kemudian Rusia dapat memaksa Ukraina menyerah dan kapitulasi wilayahnya."

Tatiana Stanovaya dari Carnegie Endowment mengatakan Putin terus percaya dia dapat mencapai tujuannya dengan memperkuat kampanye militer. "Baginya, satu-satunya cara dia mengakui bisa berakhir adalah penyerahan Kiev," katanya.

Baca Juga: Jelang Setahun Invasi di Ukraina, Putin: Hubungan Rusia-China Penting untuk Stabilitas Internasional

Presiden Rusia Vladimir Putin. Putin menegaskan perang nuklir semakin tinggi bakal terjadi. (Sumber: Mikhail Metzel, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP)

Opsi Nuklir

Putin berkali-kali menyatakan Rusia bisa menggunakan "segala cara yang tersedia" untuk melindungi wilayahnya, sebuah referensi jelas untuk kekuatan nuklirnya.

Doktrin nuklir Moskow menyatakan Rusia dapat menggunakan senjata tersebut sebagai respons terhadap serangan nuklir atau serangan dengan kekuatan konvensional yang mengancam "keberadaan negara Rusia," sebuah formulasi yang menawarkan ruang interpretasi yang luas dan eskalasi yang tiba-tiba.

Beberapa anggota garis keras Rusia mendesak serangan nuklir pada jembatan Ukraina dan infrastruktur kunci lainnya untuk memaksa Kiev dan sekutunya menerima persyaratan Moskow.

Bronk mengatakan ia tidak mengharapkan Rusia akan melakukan hal itu, dan berpendapat hal itu akan berbalik menyerang. "Menggunakannya sebenarnya hampir tidak menghasilkan manfaat praktis sama sekali dan tentu saja tidak ada yang dapat mengimbangi semua biaya, baik dalam hal risiko eskalasi langsung dan juga mendorong dunia mengucilkan Rusia," katanya.

Ini pasti akan membuat China marah, yang tidak ingin melanggar tabu nuklir, tambahnya.

Hill juga mencatat Rusia mendapat sedikit penolakan dari China dan India, yang khawatir tentang gertakan nuklir Putin. Dia menambahkan Putin melihat ancaman nuklir sebagai alat politik yang kuat dan akan terus mengeluarkannya dengan harapan memaksa Barat untuk menarik dukungan untuk Ukraina.

"Putin hanya berharap semua orang akan berkedip," katanya. "Dia tidak akan menyerah pada gagasan bahwa dia bisa menggunakan senjata nuklir taktis medan perang."

Namun, Hill menambahkan, "Jika dia berpikir akan mendapatkan hasil yang diinginkannya dari itu, dia akan menggunakannya."

Stanovaya, yang lama mengikuti pengambilan keputusan Kremlin, juga mengatakan ancaman nuklir Putin bukanlah sandiwara belaka.

Jika dia melihat bahwa Ukraina dapat menyerang dengan cara yang mengancam wilayah Rusia dan menyebabkan kekalahan Moskow, "saya pikir dia akan siap menggunakan senjata nuklir dengan cara yang dapat menunjukkan bahwa ini adalah masalah kelangsungan hidup bagi Rusia," katanya.

 

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV/Associated Press


TERBARU