Bayi Lahir di Reruntuhan Gempa Turki Diberi Nama Aya, Kondisi Sehat Kini Diasuh Paman
Kompas dunia | 10 Februari 2023, 09:24 WIBBEIRUT, KOMPAS.TV - Bayi perempuan Suriah yang lahir di bawah reruntuhan rumah mereka selama gempa dahsyat minggu ini kini memiliki nama, Aya, bahasa Arab untuk "tanda dari Tuhan" seperti laporan Associated Press, Jumat, (10/1/2023). Ibu, ayah dan semua saudara kandung bayi itu tewas, hanya ada paman yang akan merawatnya hingga dewasa.
Aya adalah salah satu dari sejumlah anak yatim piatu yang ditinggalkan oleh gempa berkekuatan M7,8 hari Senin, yang kini tercatat menewaskan lebih dari 20.000 orang di Suriah utara dan Turki tenggara.
Gempa menjelang fajar itu meruntuhkan ribuan gedung apartemen yang ditinggali warga saat mereka terbangun dari tidurnya untuk shalat Subuh dan berkegiatan, sehingga banyak keluarga yang tewas.
Dalam kebanyakan kasus, kerabat mengambil tanggung jawab atas anak yatim piatu yang seluruh keluarganya tewas, kata dokter dan ahli. Tetapi kerabat yang masih hidup itu juga berurusan dengan puing-puing kehidupan dan keluarga mereka sendiri.
Di hari-hari kekacauan yang berlanjut setelah gempa, dengan jumlah korban tewas dan korban selamat yang semakin berkurang namun sesekali masih ditemukan, dokter mengatakan, saat ini tidak mungkin mengatakan berapa banyak anak yang menjadi yatim piatu sekaligus kehilangan seluruh keluarga mereka.
Di salah satu rumah sakit di Suriah barat laut, seorang gadis berusia 7 tahun berambut merah, Jana al-Abdo, berulang kali bertanya di mana orang tuanya. "Kami kemudian menemukan dia satu-satunya yang selamat di antara seluruh keluarganya," kata Dr. Khalil Alsfouk, yang merawatnya, Kamis.
Dalam kasus Aya yang baru lahir, pamannya, Salah al-Badran, akan merawatnya begitu dia keluar dari rumah sakit.
Baca Juga: Ini Rincian Bantuan Darurat Pemerintah Indonesia yang Disiapkan ke Lokasi Gempa Turki dan Suriah
Tapi rumahnya sendiri juga hancur di kota Jenderis, barat laut Suriah. Dia dan keluarganya berhasil melarikan diri dari gedung satu lantai, tetapi sekarang dia dan seisi rumahnya yang terdiri dari 11 orang tinggal di tenda, katanya kepada The Associated Press.
“Setelah gempa, tidak ada yang bisa tinggal di rumah atau bangunannya. Hanya 10% bangunan di sini yang aman untuk ditinggali dan sisanya tidak layak huni,” ujarnya berkomunikasi melalui pesan suara.
Petugas penyelamat di Jenderis menemukan Aya hari Senin sore, lebih dari 10 jam setelah gempa melanda, saat mereka menggali reruntuhan gedung apartemen berlantai lima tempat tinggal orang tuanya.
Terkubur di bawah lintang beton, bayi itu masih terikat tali pusar dengan ibunya, Afraa Abu Hadiya, yang sudah meninggal bersama suami dan empat anaknya yang lain saat ditemukan. Bayi itu dilarikan ke rumah sakit di kota terdekat Afrin.
Afraa Abu Hadiya diperkirakan melahirkan Aya kemudian meninggal beberapa jam sebelum ditemukan, kata Dr. Hani Maarouf di Rumah Sakit Cihan di Afrin.
“Kami menamainya Aya, jadi kami bisa berhenti memanggilnya bayi yang baru lahir,” kata Maarouf. Kondisinya membaik dari hari ke hari dan tidak ada kerusakan pada tulang punggungnya, seperti yang dikhawatirkan pada awalnya, katanya.
Baca Juga: Korban Selamat Gempa Turki dan Suriah Bertahan di Udara Beku, Kekurangan Makanan, Air Serta Obat
Badan anak-anak PBB, UNICEF, mengatakan telah memantau anak-anak yang orang tuanya hilang atau terbunuh, menyediakan makanan, pakaian dan obat-obatan serta berkoordinasi dengan rumah sakit untuk melacak anggota keluarga besar yang mungkin bisa merawat mereka.
Di Turki, Kementerian Keluarga dan Layanan Sosial mengimbau keluarga asuh potensial untuk mengajukan aplikasi, sementara anak-anak yang keluarga atau kerabatnya tidak dapat ditemukan saat ini diasuh di lembaga negara. Staf menilai kebutuhan mereka dan menempatkan mereka dengan keluarga asuh yang terdaftar, kata kementerian itu.
Di dekat kota Azaz di Suriah yang dikuasai oposisi, sebuah organisasi non-pemerintah mendirikan panti asuhan darurat yang sekarang menampung sekitar 40 anak.
Namun dalam banyak kasus, keluarga besar turun tangan. Warga Suriah punya pengalaman menghadapi tragedi anak-anak tanpa orang tua, karena ratusan ribu orang telah terbunuh dalam perang saudara yang panjang di Suriah, yang dimulai pada tahun 2011, menciptakan anak yatim piatu yang tidak diketahui jumlahnya.
Jana, 7 tahun, ditemukan oleh petugas penyelamat hari Selasa setelah 30 jam di bawah reruntuhan rumah keluarganya di Harem, sebuah kota Suriah dekat perbatasan Turki, kata Alsfouk. Ibu, ayah, dan tiga saudara kandungnya tewas.
Dia dibawa ke rumah sakit di kota terdekat Bab al-Hawa, yang sudah kewalahan. “Di bagian anak-anak kami memiliki 24 tempat tidur dan lima inkubator, tetapi kami menerima puluhan anak. Kami hampir kehabisan kapasitas. Dan kami adalah satu-satunya rumah sakit yang punya bagian bedah anak di daerah tersebut,” kata Alsfouk.
Baca Juga: Gempa Turki-Suriah, Bocah Perempuan Jadikan Badannya Perisai untuk Lindungi Adik dari Reruntuhan
Dilihat oleh seorang jurnalis AP pada hari Rabu, Jana berteriak kesakitan dan kebingungan di tempat tidurnya, melambai-lambaikan selang infus di tangannya. Wajahnya penuh luka.
Belakangan, seorang kakak dari orang tuanya datang, lalu Jana dibebaskan untuk pulang bersamanya, kata Alsfouk.
Rumah Alsfouk sendiri hancur dan keluarganya pindah sementara ke teman-temannya. Selama berhari-hari dia merawat anak-anak yang terluka, beberapa di antaranya tidak selamat.
“Seluruh pengalaman itu mengerikan. Sulit untuk menahan kesedihan Anda setelah mencoba menyelamatkan seorang anak tetapi tidak bisa, karena Anda kemudian harus beralih ke puluhan anak lain yang membutuhkan bantuan," kata Alsfouk.
Untuk saat ini, terlalu membingungkan untuk menentukan jumlah anak yang kini menjadi yatim piatu, kata Dr. Muheeb Qaddour, wakil kepala departemen kesehatan di provinsi Idlib Suriah, yang merupakan pusat kantong terakhir yang dikuasai oposisi di barat laut negara itu dan kini kesusahan terkena gempa.
“Tapi sekarang orang mulai sadar banyak anak sekarang tanpa keluarga. Ada pelukan besar dari mereka oleh masyarakat. Kerabat jauh mengambil mereka sebelum mereka pergi ke panti asuhan,” tuturnya sedih. “Sayangnya, hanya setelah debu gempa mereda, semuanya menjadi jelas.”
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV/Associated Press