Parah! Populasi Pemukim Israel di Wilayah Tepi Barat Palestina Tembus 500 Ribu Orang
Kompas dunia | 2 Februari 2023, 21:31 WIBYERUSALEM, KOMPAS.TV - Populasi pemukim Israel di Tepi Barat, wilayah Palestina yang diduduki Israel, sekarang mencapai lebih dari setengah juta orang, kata kelompok pro-pemukim, Kamis (2/2/2023).
Para pemimpin pemukim memperkirakan pertumbuhan populasi mereka akan lebih cepat di bawah pemerintahan ultranasionalis Israel yang baru, seperti dilaporkan Associated Press, Kamis.
Laporan yang dirilis WestBankJewishPopulationStats.com dan berdasarkan angka resmi, menunjukkan populasi pemukim tumbuh menjadi 502.991 orang pada 1 Januari 2023, naik lebih dari 2,5 persen dalam 12 bulan dan hampir 16 persen selama lima tahun terakhir.
“Kami telah mencapai ciri yang sangat besar,” kata Baruch Gordon, direktur kelompok dan penduduk pemukiman Beit El.
“Kami di sini untuk tinggal.”
Tonggak sejarah itu muncul ketika pemerintah baru Israel, yang terdiri dari partai-partai ultranasionalis yang menentang berdirinya negara Palestina, menempatkan perluasan permukiman di bagian atas daftar prioritasnya.
Pemerintah Israel saat ini berjanji melegalkan pos-pos liar yang lama mendapat dukungan diam-diam dari pemerintah dan untuk meningkatkan persetujuan dan pembangunan rumah-rumah pemukim di sekitar Tepi Barat.
“Saya pikir di tahun-tahun mendatang pemerintahan ini akan ada lebih banyak bangunan daripada yang ada dalam 20 tahun terakhir pemerintahan,” kata Gordon.
Baca Juga: Indonesia Murka, Kutuk Kekerasan dan Pembunuhan Israel terhadap Warga Palestina di Jenin Tepi Barat
Permukiman ilegal yang eksklusif bagi warga Yahudi, berkembang di bawah setiap pemerintah Israel, termasuk pada puncak proses perdamaian pada 1990-an.
Bahkan pemerintahan Israel yang berumur pendek sebelumnya, termasuk pihak-pihak yang mendukung kenegaraan Palestina bersama dengan mereka yang menentangnya, terus membangun permukiman.
Laporan itu juga muncul ketika kekerasan terbaru mengguncang Tepi Barat, beberapa hari setelah kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken yang menjanjikan dukungan untuk negara Palestina merdeka.
Populasi pemukim ilegal Israel terus tumbuh saat AS di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden, meskipun ada seruan Washington untuk mengendalikan pembangunan permukiman ilegal baru setelah bertahun-tahun pendekatan lepas tangan Presiden Donald Trump.
Laporan populasi pemukim ini tidak memasukkan pemukim di Yerusalem timur yang dianeksasi Israel, rumah bagi lebih dari 200.000 pemukim ilegal Israel.
Tepi Barat dan Yerusalem timur bersama-sama menjadi rumah bagi sekitar 3 juta warga Palestina.
Israel merebut Tepi Barat, Yerusalem timur, dan Jalur Gaza dalam perang Timur Tengah 1967. Sementara bagi rakyat Palestina, wilayah-wilayah itu akan negara Palestina merdeka.
Meskipun Israel menarik pasukan dan beberapa ribu pemukim dari Gaza pada tahun 2005, Israel terus melakukan pembangunan permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem timur.
Baca Juga: Menteri Keamanan Israel Itamar Ben-Gvir Ancam Warga Palestina Dihukum Mati dengan Kursi Listrik
Lusinan permukiman Israel memenuhi wilayah itu, beberapa hanya rumah mobil dan lainnya tersebar di kota-kota, dengan mal dan transportasi umum milik mereka sendiri.
Legalitas Permukiman Israel di Tepi Barat
Sebagian besar komunitas internasional memandang permukiman itu tidak sah dan menghambat perdamaian.
Rakyat Palestina melihat permukiman-permukiman ilegal itu sebagai perampasan tanah yang merusak peluang mereka untuk mendirikan negara yang layak dan bersebelahan.
“Semua permukiman ilegal. Tidak ada legitimasi untuk permukiman atau keberadaan pemukim di wilayah Palestina,” kata Nabil Abu Rudeineh, juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas.
“Peningkatan jumlah pemukim adalah hasil dari kebijakan pemerintah Israel yang tidak percaya pada solusi dua negara,” yang akan menciptakan negara Palestina merdeka di sebelah Israel.
Israel mengeklaim Tepi Barat adalah wilayah yang disengketakan, bukan diduduki, dengan mengatakan terminologi menyangkal kehadiran historis orang-orang Yahudi di tanah itu.
Abu Rudeineh berpendapat nasib permukiman-permukiman khusus Yahudi di wilayah Palestina yang diduduki Israel, harus menjadi bagian dari negosiasi untuk mengakhiri konflik.
Adapun Michael Lynk, pakar hak asasi manusia PBB yang ditugaskan menyelidiki situasi HAM di wilayah Palestina yang diduduki Israel, pada 2021 menyerukan kepada masyarakat internasional untuk menetapkan pembangunan permukiman-permukiman Israel sebagai kejahatan perang.
Statuta Roma yang mendirikan Mahkamah Pidana Internasional (ICC), kata dia, melarang pihak yang menduduki suatu wilayah (occupying power) memindahkan bagian dari populasi sipilnya ke wilayah pendudukan (occupied territory).
Dengan demikian, pembangunan permukiman Israel di wilayah Palestina yang berada di bawah pendudukan, sesuai dengan definisi kejahatan perang menurut Statuta Roma.
"Bagi Israel, permukiman-permukiman ini memiliki dua tujuan yang berkaitan. Satu untuk menjamin wilayah pendudukan akan tetap berada di bawah kontrol Israel selamanya," ungkap Lynk kepada Dewan HAM di Jenewa pada 9 Juli 2021.
"Tujuan kedua adalah untuk memastikan tidak akan pernah ada negara Palestina," imbuhnya.
Baca Juga: Israel Tangkap 42 Warga Palestina Menyusul Pembunuhan 7 Warga Israel di Yerusalem
"Ini adalah alasan-alasan mengapa masyarakat internasional setuju untuk melarang praktik implantasi pemukim saat disusunnya Konvensi Jenewa Keempat pada 1949 dan Statuta Roma pada 1998," tandas Lynk.
"Dalam laporan saya, saya menyimpulkan, permukiman-permukiman Israel sama dengan kejahatan perang," katanya.
Upaya perdamaian nyaris mati selama hampir 15 tahun, sementara Israel terus membangun fakta di lapangan dengan membangun lebih banyak permukiman dan persaingan politik Palestina memperumit upaya perdamaian.
Para pemukim dan banyak pendukung mereka di pemerintahan Israel memandang Tepi Barat sebagai pusat alkitabiah dan sejarah orang-orang Yahudi, dan menentang pembagian apa pun.
Baca Juga: Israel akan Bangun 4.000 Rumah di Wilayah Palestina, Pakar PBB: Ini Sama dengan Kejahatan Perang
Warga Palestina dan Israel di Tepi Barat hidup di bawah sistem hukum dua tingkat yang memberikan status khusus kepada pemukim dan menerapkan banyak hukum Israel kepada mereka, termasuk hak untuk memilih dalam pemilihan Israel dan kemampuan untuk mengakses layanan publik tertentu.
Sedangkan warga Palestina hidup di bawah kekuasaan militer Israel dan mereka tidak menikmati hak hukum dan perlindungan yang diberikan kepada para pemukim.
Pendudukan militer tanpa akhir menyebabkan tiga kelompok hak asasi manusia terkenal menyimpulkan bahwa Israel melakukan kejahatan internasional apartheid dengan secara sistematis menolak persamaan hak warga Palestina.
Israel menolak tuduhan itu sebagai serangan terhadap keberadaannya sebagai negara mayoritas Yahudi dan menunjuk pada pencapaian warganya yang berasal dari Palestina untuk melawan argumen tersebut.
Otoritas Palestina yang semakin otoriter dan tidak populer, didirikan melalui perjanjian dengan Israel pada 1990-an, mengelola sebagian Tepi Barat, sementara kelompok militan Islam Hamas mengontrol Gaza, yang berada di bawah blokade Israel-Mesir.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV/Associated Press