> >

Tegang! Perpecahan Internal Taliban Kian Runcing akibat Pembatasan Hak Perempuan, Pasukan Disiagakan

Kompas dunia | 31 Desember 2022, 02:05 WIB
Menteri Pertahanan Taliban, Mullah Mohammad Yaqoob. Sekelompok pemimpin Taliban mulai bergerak melawan Mullah Akhundzada, dipimpin Menteri Pertahanan Mohammad Yaqoob, putra pendiri Taliban Mohammad Omar, dan Menteri Dalam Negeri Sirajuddin Haqqani, pemimpin Jaringan Haqqani, yang menjadi buronan FBI untuk terorisme. (Sumber: AP Photo/Ebrahim Noroozi)

“Setiap anggota Imarah Islam menghormati dan mematuhi perintah Pemimpin Tertinggi,” kata Karimi melalui sambungan telepon, "Kekuatan kepatuhan tidak bisa dihancurkan."

Meski begitu, Mullah Yaqoob dan Haqqani mengungkapkan perbedaan dalam isu hak-hak perempuan.

Seorang juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Abdul Nafi Takor, mengatakan melalui telepon bahwa Haqqani “menginginkan sebuah resolusi untuk masalah pendidikan dan pekerjaan perempuan, serta penciptaan lingkungan Islam murni di mana anak perempuan dan perempuan dapat belajar dan bekerja”.

Juru bicara Kementerian Pertahanan Enayatullah Khawarizmi menolak mengomentari pandangan Mullah Yaqoob tentang pembatasan terbaru terhadap perempuan.

Dalam sebuah wawancara dengan National Public Radio pada bulan Agustus, Mullah Yaqoob mengatakan dia serius mempersiapkan landasan bagi semua anak perempuan untuk kembali ke sekolah.

Tidak ada juru bicara yang mengomentari dugaan perselisihan antara dua menteri dan Pemimpin Tertinggi Akhundzada.

Baca Juga: Kisah Mahasiswi Sendirian Melawan Taliban, Acungkan Poster Bertuliskan Iqra! Bacalah!

Ini bukan pertama kalinya perpecahan meletus di dalam tubuh Taliban terkait isu-isu termasuk hak-hak perempuan. The New York Times melaporkan sebelumnya pada tahun 2022 bahwa Mahdi Mujahid, seorang komandan Taliban Syiah memutuskan hubungan dengan kepemimpinan kelompok itu dan memimpin pemberontakan di kota asalnya, Balkhab di utara.

Itu mengakibatkan pertempuran sengit selama berminggu-minggu sampai Mujahid ditangkap saat melarikan diri ke Iran dan kemudian dibunuh.

Ketika Taliban mengambil alih Kabul pada tahun 2021, para pemimpin kelompok itu berusaha meyakinkan dunia bahwa mereka akan lebih menghormati hak-hak perempuan, termasuk memastikan mereka menerima pendidikan.

Tetapi Mullah Akhundzada pada awal tahun 2022 mengisyaratkan kembalinya aturan keras seperti saat Taliban memerintah Afghanistan pada 1990-an.

Di Afghanistan, beberapa laki-laki juga memprotes keputusan untuk melarang perempuan masuk universitas.

Beberapa organisasi bantuan, termasuk kelompok terbesar yang bekerja di negara itu, International Rescue Committee, menangguhkan operasi menyusul langkah untuk melarang mempekerjakan staf perempuan, yang berpotensi mengganggu bantuan kemanusiaan kepada jutaan orang selama bulan-bulan musim dingin yang keras.

 

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV/Bloomberg


TERBARU