Inggris Tuding Rusia Berikan Teknologi Militer Canggih kepada Iran, Imbalan Pasokan Drone Pengebom
Krisis rusia ukraina | 21 Desember 2022, 11:24 WIBLONDON, KOMPAS.TV - Rusia dituding berniat memberikan Iran komponen militer canggih dengan imbalan ratusan drone tempur dan pengebom.
Hal ini seperti diutarakan Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace, Selasa (20/12/2022), menyusul bentrok antara Iran dan negara-negara Barat di Dewan Keamanan PBB satu hari sebelumnya (19/12).
"Iran telah menjadi salah satu pendukung militer utama Rusia," kata Wallace kepada parlemen sebagai bagian dari pernyataan tentang konflik Rusia-Ukraina.
“Sebagai imbalan karena telah memasok lebih dari 300 drone kamikaze, Rusia sekarang bermaksud untuk memberi Iran komponen militer canggih, yang merusak keamanan Timur Tengah dan internasional.”
Sebelumnya pada Selasa kemarin, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan kepada menteri luar negeri Iran bahwa Teheran harus segera menghentikan dukungan militer untuk Rusia.
Iran mengakui sudah memasok Moskow dengan drone tetapi mengatakan mereka dikirim sebelum perang di Ukraina, di mana Rusia menggunakannya untuk menargetkan pembangkit listrik dan infrastruktur sipil.
Setelah itu Inggris, Amerika Serikat (AS), dan Uni Eropa memberikan sanksi kepada tokoh militer Iran dan produsen pertahanan yang diyakini terlibat dalam pasokan drone Iran ke Rusia.
Baca Juga: Aktris Iran Peraih Piala Oscar Ditangkap Usai Ungkap Solidaritas di Media Sosial Bagi Pengunjuk Rasa
Satu hari sebelumnya, Senin (19/12), AS dan sekutunya bentrok dengan Iran dan sekutunya Rusia atas klaim Barat bahwa Teheran memasok Moskow dengan drone yang telah menyerang Ukraina—dan AS menuduh sekretaris jenderal PBB "menyerah pada ancaman Rusia” dan gagal meluncurkan penyelidikan.
Pada pertemuan Dewan Keamanan yang kontroversial hari Senin mengenai resolusi yang mendukung kesepakatan nuklir 2015 antara Iran dan enam kekuatan besar, AS dan Iran juga saling menuduh bertanggung jawab atas negosiasi yang terhenti pada pemerintahan Biden yang bergabung kembali dengan perjanjian, setelah sebelumnya AS menarik diri dibawah perintah presiden sebelumnya, Donald Trump tahun 2018.
Duta Besar Iran untuk PBB Amir Saeid Iravani menegaskan tim negosiasi Iran melakukan "fleksibilitas maksimum" dalam upaya mencapai kesepakatan dan bahkan memperkenalkan "solusi inovatif untuk masalah yang tersisa untuk memecahkan kebuntuan."
Namun dia mengklaim "pendekatan yang tidak realistis dan kaku" dari Amerika Serikat menyebabkan pembicaraan yang terhenti saat ini mengenai perjanjian 2015, yang dikenal sebagai JCPOA.
“Mari kita perjelas: tekanan, intimidasi, dan konfrontasi bukanlah solusi dan tidak akan menghasilkan apa-apa,” kata Iravani.
Iran siap untuk melanjutkan pembicaraan dan mengatur pertemuan tingkat menteri "sesegera mungkin untuk mengumumkan pemulihan JCPOA," kata Iravani.
“Ini dapat dicapai jika AS menunjukkan kemauan politik yang tulus… AS sekarang memiliki bola di pengadilannya.”
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV/Straits Times/Associated Press