> >

Fusi Nuklir Akhirnya Terwujud Jadi Sumber Energi Baru, tetapi Masih Lama Agar Layak Digunakan Publik

Kompas dunia | 14 Desember 2022, 06:20 WIB
Setelah lebih dari 50 tahun, fusi nuklir akhirnya muncul spektakuler untuk menjadi sumber energi terbaru di dunia, nanun untuk penggunaan massal masih jauh. (Sumber: Lawrence Livermore Laboratory)

Ada perbedaan antara fusi dan fisi nuklir. Dengan fusi, tidak ada limbah radioaktif berumur panjang, sangat kontras dengan teknologi fisi yang saat ini digunakan di reaktor nuklir untuk menghasilkan listrik.

Para peneliti di Laboratorium Nasional Lawrence Livermore Departemen Energi menggunakan laser untuk membombardir isotop hidrogen yang disimpan dalam keadaan plasma super panas untuk menggabungkannya menjadi helium, melepaskan energi neutron dan bebas karbon dalam prosesnya.

Reaksi tersebut menghasilkan sekitar 2,5 megajoule energi, dibandingkan dengan 2,1 megajoule yang digunakan untuk menyalakan laser, menjadi perolehan energi bersih yang diupayakan para ilmuwan selama beberapa dekade terakhir.

Selama ini, energi yang dibutuhkan selalu lebih besar dari energi yang dihasilkan, namun sekarang ilmuwan berhasil membuat agar energi yang dihasilkan lebih besar dari energi yang dibutuhkan.

Untuk mengeluarkan teknologi ini dari lab, sistem fusi harus terjangkau dan mudah dibuat. Namun, tes Lawrence Livermore menggunakan beberapa laser paling kuat yang pernah dibuat: Mereka besar, mahal, dan tidak tersedia untuk penggunaan massal, sehingga sulit untuk mengubah pencapaian teknis ini menjadi bisnis yang sukses.

“Fakta bahwa Anda punya perolehan energi bersih tidak berarti Anda akan memiliki perangkat komersial di pasar,” kata Chris Gadomski, kepala analis nuklir untuk BloombergNEF. "Ya, kita sekarang punya fusi, tetapi berapa biayanya?"

Tetap saja, pengumuman tersebut harus mengeluarkan dana lebih lanjut dan dukungan untuk program pengembangan teknologi sipil, kata Stephen Dean, presiden Fusion Power Associates, sebuah perusahaan nirlaba untuk kepentingan publik.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Straits Times/Bloomberg


TERBARU