Di Taiwan, Politisi Berfoto dengan Lobak dan Bawang Putih saat Kampanye, Beda Negara Beda Gaya
Kompas dunia | 24 November 2022, 15:03 WIBPemilihan presiden dan parlemen diadakan setiap empat tahun sekali dan sering kali didominasi oleh isu hubungan dengan Beijing.
Baca Juga: Presiden Tsai Ing-Wen Kobarkan Penolakan Terhadap China: Taiwan Milik Rakyat
Selain itu ada pemilihan kepala daerah untuk berbagai posisi, mulai dari jabatan wali kota di kota-kota besar hingga pengurus adat dan kepala desa.
Taiwan juga punya undang-undang referendum yang memungkinkan pemilih untuk secara teratur memutuskan sejumlah masalah konstitusional.
Pemilihan lokal pada Sabtu nanti, misalnya, mencakup referendum tentang apakah akan menurunkan usia pemilih dari 20 menjadi 18 tahun.
Pemilihan lokal cenderung kurang fokus pada geopolitik dan lebih berpusat pada masalah perut seperti jalan yang buruk, upah yang stagnan, dan kenaikan inflasi baru-baru ini.
“Sesuatu yang sangat istimewa tentang pemilihan lokal Taiwan adalah betapa intimnya segala sesuatu,” ilmuwan politik Lev Nachman, yang mempelajari politik pemilihan Taiwan, seperti dikutip oleh Straits Times.
Salam tatap muka dan jabat tangan atau sedikit membungkuk bisa sangat membantu dalam mengumpulkan dukungan untuk seorang kandidat.
“Pemilih yang lebih tua suka melihat politisi mereka di pasar dan di pagi hari keluar di jalanan,” Asisten Profesor Nachman menjelaskan.
Di bawah Presiden Xi Jinping, China menjadi jauh lebih agresif terhadap Taiwan, dan Beijing memutuskan komunikasi resmi dengan pulau itu sejak Presiden Tsai Ing-wen pertama kali terpilih pada tahun 2016.
Baca Juga: Pertemuan Biden dan Xi Jinping: AS dan China Berbeda Soal Taiwan, Tapi Berusaha Kelola Perbedaan
Partai Progresif Demokratik (DPP) pimpinan Tsai, yang memenangi dua pemilihan terakhir, melihat Taiwan sebagai negara berdaulat de facto.
Oposisi didominasi oleh partai Kuomintang, yang menyukai hubungan yang lebih hangat dengan China.
Hubungan dengan Beijing anjlok pada Agustus lalu ketika China melakukan latihan militer besar-besaran di sekitar Taiwan untuk memprotes kunjungan Ketua Kongres Amerika Serikat Nancy Pelosi ke pulau itu.
Namun terlepas dari ancaman konflik yang sangat nyata, drama tersebut mendapat sedikit perhatian menjelang pemilihan pada Sabtu ini.
“Meskipun kami baru saja menjalani latihan militer dengan ketegangan yang sangat tinggi bulan Agustus lalu, itu tidak benar-benar dibicarakan oleh kandidat lokal,” kata Profesor Nachman.
“Sebaliknya, lebih kepada menyerang lawan berdasarkan kualitas karakter mereka,” tambahnya.
Meskipun demikian, Lin Pei-ying, 36, seorang kandidat DPP yang mencalonkan diri sebagai anggota dewan di wilayah timur laut Yilan, mengatakan dia yakin komitmen partainya untuk mempertahankan cara hidup demokratis Taiwan akan tetap memengaruhi keputusan pemilih.
“Kami mengirim pesan kepada China,” katanya seperti dikutip Straits Times.
“Taiwan adalah Taiwan, China adalah China.”
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV/Straits Times