Arab Saudi dan Uni Emirat Arab Bela Keputusan OPEC Pangkas Produksi Walau ada Tekanan AS
Kompas dunia | 31 Oktober 2022, 19:55 WIB"Kita harus menyadari bahwa banyak orang ... menghadapi musim dingin yang sangat sulit di Inggris, di Eropa dan di seluruh dunia," kata CEO BP Bernard Looney pada acara di Abu Dhabi.
"Dan kita harus memahami bahwa itu adalah tempat yang sangat sulit bagi mereka." kata Looney
Baca Juga: Ini Reaksi Blak-blakan Arab Saudi usai Diancam AS akibat Tidak Menurut untuk Tunda Keputusan OPEC+
Politisi Amerika, sementara itu, murka dengan keputusan yang kemungkinan akan membuat harga bensin tetap tinggi. Rata-rata satu galon bensin biasa di Amerika Serikat sekarang berharga US$3,76 turun dari rekor $5 per galon pada bulan Juni tetapi masih cukup tinggi untuk menggerogoti dompet konsumen.
Benchmark minyak mentah Brent duduk di US$95 per barel hari Senin, (31/10/2022)
“Saya pikir pada akhirnya, kita menghadapi ketidakpastian ekonomi secara global,” kata Amos Hochstein, utusan AS untuk urusan energi.
"Harga energi harus diberi harga dengan cara yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi. Dan jika tidak ... mereka akan naik terlalu tinggi dan mempercepat penurunan ekonomi, yang pada akhirnya adalah satu hal yang akan mengerikan bagi permintaan energi itu sendiri. "
Hochstein menolak untuk berbicara dengan The Associated Press setelah tampil di atas panggung pada konferensi Abu Dhabi.
Presiden Joe Biden, yang melakukan perjalanan ke Arab Saudi pada bulan Juli dan tos-tosan dengan Putra Mahkota Mohammed bin Salman sebelum pertemuan, baru-baru ini memperingatkan Arab Saudi bahwa "akan ada beberapa konsekuensi atas apa yang telah mereka lakukan."
Baca Juga: Negara Anggota OPEC Ramai-Ramai Bela Arab Saudi yang Ditekan AS karena Pangkas Produksi Minyak
Arab Saudi membalas, secara terbuka mengklaim pemerintahan Biden meminta OPEC menunda satu bulan pemangkasan produksi OPEC untuk membantu mengurangi risiko lonjakan harga gas menjelang pemilihan paruh waktu AS 8 November.
Bolak-balik antara Riyadh dan Washington menunjukkan betapa tegangnya hubungan antara kedua negara sejak pembunuhan mengerikan kolumnis Washington Post Jamal Khashoggi tahun 2018 oleh pasukan keamanan Saudi.
Badan-badan intelijen Amerika percaya pembunuhan itu terjadi atas perintah Pangeran Mohammed bin Salman.
Soufan Center, sebuah think tank yang berbasis di New York, hari Senin, (31/10/2022) mengatakan "kepercayaan dan saling menghormati antara Amerika Serikat dan Arab Saudi tampaknya telah mencapai titik nadir" di tengah perselisihan.
"Hubungan AS-Saudi secara fundamental dapat bergeser ke hubungan yang hampir murni transaksional, yang ditandai dengan 'pergeseran strategis', karena Riyadh terus bertindak melawan kepentingannya sendiri, sebuah langkah yang lahir dari dendam, bukan strategi," kata pusat tersebut.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV/Associated Press