Poundsterling Inggris Bangkit Seiring Rishi Sunak Naik Jadi PM Inggris
Kompas dunia | 26 Oktober 2022, 05:44 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Nilai tukar poundsterling Inggris terpantau menguat setelah Rishi Sunak menjadi perdana menteri atau PM Inggris yang baru.
Nilai poundsterling naik 0,15 persen terhadap dollar AS hanya beberapa saat setelah Sir Graham Brady, ketua Komite 1922 dari Partai Konservatif mengatakan, hanya satu nominasi yang sah telah diterima untuk posisi PM Inggris, dikutip dari Sky News pada Senin (24/10/2022).
Komite 1922 bertugas menjalankan kontes kepemimpinan Partai Konservatif. Komite ini mengepalai kelompok backbench Konservatif (anggota parlemen yang bukan pejabat atau oposisi).
Diketahui, pada Jumat (21/10/2022) sore, nilai pound di sekitar 1,11 dollar AS karena Boris Johnson tampak merencanakan comeback politik untuk menantang Sunak.
Kemudian, poundsterling telah naik ke puncak tertingginya selama inflasi mendekati 1,14 terhadap dolar AS. Usai kenaikan ini nilai Pound kembali melemah sebesar 0,2 persen di kisaran 1,1307 terhadap dolar AS.
Namun, adanya peningkatan ini memberikan isyarat positif pada sektor ekonomi Inggris yang selama beberapa bulan terakhir telah mengalami inflasi. Selain itu, pada Senin, dilaporkan bahwa kenaikan suku bunga masa depan akan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.
Baca Juga: Akui Kesalahan Pemerintahan Sebelumnya, Rishi Sunak: Maksud Liz Truss Baik, Saya Akan Perbaiki
Pasar sekarang memperkirakan Bank of England menetapkan suku bunga sedikit kurang dari 5 persen, lebih rendah dari 6 persen yang dicanangkan oleh kebijakan mini-budget Liz Truss.
Pasar akan melihat Rishi Sunak, yang sebelumnya bekerja di bidang keuangan dan menjadi menteri keuangan di kabinet Boris Johnson, sebagai orang yang lebih aman dan lebih berhati-hati daripada Liz Truss.
Di masa Truz memimpin, Kantor Statistik Nasional Inggris pernah merilis, biaya barang dan jasa di Inggris selama September yang telah melonjak ke level tertinggi selama 40 tahun, dengan Indeks Harga Konsumen (CPI) naik menjadi 10,1 persen
Mengutip dari Tribunnews.com, lonjakan inflasi di Inggris mulai terjadi setelah Rusia memberlakukan pembatasan energi sebagai balasan sanksi pada Barat yang telah mengutuk Rusia atas invasi Ukraina.
Adanya peningkatan biaya energi lantas mengerek naik sejumlah harga kebutuhan pokok, hingga membuat warga kesulitan mencukupi kebutuhan pokoknya.
Tekanan tersebut yang kemudian memicu timbulnya perlambatan ekonomi atau yang kerap disebut inflasi. Namun, usai perubahan jabatan yang terjadi pada kursi Perdana Menteri Inggris, nilai Pound perlahan mulai menguat mengembalikan kerugian selama beberapa pekan terakhir.
"Karena itu, Sunak mengambil alih sebagai PM harus mengembalikan sejumlah besar kredibilitas di sekitar kebijakan Inggris, yang kemungkinan akan membatasi penurunan untuk aset sterling dalam waktu dekat," kata Michael Brown, kepala intelijen Pasar di Caxton.
Selain Pound, respon positif atas terpilihnya Sunak juga membuat biaya utang pemerintah turun, dengan tingkat bunga atau hasil obligasi yang akan dilunasi dalam waktu 30 tahun menjadi 3,8 persen.
Setelah sebelumnya tingkat utang Inggris melonjak mencapai 5,17 persen, akibat kebijakan pemangkasan pajak secara besar – besaran yang diterapkan mantan menteri keuangan Kanselir Kwasi Kwarteng.
Sebelum terpilih sebagai PM Inggris yang baru, Rishi Sunak dalam kampanye sempat memperingatkan bahwa rencana pemotongan pajak Liz Truss sembrono dan akan menyebabkan masalah ekonomi.
Hal itu terbukti benar, dengan pound jatuh, suku bunga hipotek naik, dan Bank of England akhirnya harus campur tangan untuk mencegah runtuhnya industri pensiun.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV