Kisah Meroket dan Jatuh Gedubraknya Liz Truss, Perdana Menteri Inggris dengan Masa Jabatan Terpendek
Kompas dunia | 21 Oktober 2022, 21:56 WIBLONDON, KOMPAS.TV — Liz Truss berkampanye untuk posisi perdana menteri sebagai inkarnasi ideologis Iron Lady Margaret Thatcher tahun 1980-an, seorang perempuan yang kuat dan polos laksana mutiara.
Namun, Liz Truss akhirnya membuat mubazir potensi sebenarnya Inggris pasca-Brexit dengan memotong pajak untuk investor dan perusahaan serta orang-orang super kaya dan membuat para pekerja harus bekerja sedikit lebih keras.
Liz Truss yang terpilih jadi perdana menteri usai mundurnya Boris Johnson akhirnya mengundurkan diri hari Kamis (20/10/2022) secara terhina, padahal baru 44 hari menjabat.
Karir politik Liz Truss selesai bukan sebagai kisah sukses Partai Konservatif atau Tory modern, tetapi sebagai perdana menteri dengan masa jabatan terpendek dalam sejarah Inggris.
Truss jatuh oleh apa yang secara luas dianggap sebagai ketidakmampuannya, serta ketidakbecusannya menjual visi, tidak hanya kepada anggota parlemen dari Partai Konservatif dan sejumlah kecil warga Tory di pedalaman, tetapi juga kepada pemilih yang lebih luas serta pedagang mata uang dan obligasi di London.
Penggulingannya juga mencerminkan krisis identitas yang sedang berlangsung di kalangan kubu Konservatif, fragmentasi yang disebabkan borok menyakitkan Brexit, sehingga membuka pertanyaan tidak hanya siapa yang akan memimpin negara, tetapi ke arah mana.
Inggris terombang-ambing tentang tempatnya di dunia dan hubungannya dengan Eropa, tentang bagaimana mengatasi inflasi yang melonjak dan resesi, dan tentang apa yang harus dilakukan tentang masalah mulai dari imigrasi hingga perubahan iklim.
Baca Juga: Lini Masa Singkat Pergolakan Politik 4 PM Inggris, Saling Cakar di Partai Konservatif
Truss bergegas untuk membalikkan dirinya dan sisi penawarannya, rencana trickle-down untuk pertumbuhan, dengan cepat membuang menteri-menteri tinggi dan menghapus kebijakan khasnya, dengan pemotongan pajak untuk mereka yang berpenghasilan tinggi, investor dan perusahaan, didanai dalam jangka pendek dengan lebih banyak pinjaman dan utang.
Usai reaksi buruk publik dan pasar, Truss langsung putar balik usai mencopot Menteri Keuangan (Menkeu) lama Kwasi Kwarteng dan menunjuk Menkeu baru Jeremy Hunt yang muncul dengan pembalikan kebijakan.
Hal itu membantu menenangkan pedagang obligasi sejenak dan memperkuat mata uang Inggris, tetapi tidak cukup untuk menyelamatkannya secara politis.
“Mengingat situasinya, saya tidak dapat mewujudkan mandat yang membuat saya terpilih oleh Partai Konservatif,” katanya di depan kediaman perdana menteri di Downing Street haru Kamis.
“Karena itu saya telah berbicara dengan Yang Mulia Raja untuk memberi tahu dia bahwa saya mengundurkan diri,” tukas Liz.
Pialang kekuasaan Konservatif sangat terpecah tentang siapa yang selanjutnya harus memimpin partai mereka dan menjadi perdana menteri Inggris ketiga dalam delapan minggu.
Tumbangnya Truss juga dipicu setidaknya 16 anggota parlemen Konservatif yang menyerukan agar Truss mengundurkan diri setelah 24 jam yang kacau dan membingungkan, termasuk tuduhan intimidasi di Parlemen. Pengunduran diri menteri dalam negeri menjadi pukulan terakhir bagi partai yang membuat Truss akhirnya mundur.
Baca Juga: Lima Nama Ini Digadang-gadang Gantikan Liz Truss sebagai PM Inggris, Termasuk Boris Johnson
Lahir di Oxford tahun 1975, Mary Elizabeth Truss adalah putri seorang profesor matematika dan seorang perawat, yang membawanya pada protes anti-nuklir dan anti-Thatcher sebagai seorang anak, di mana dia ingat pernah berteriak: "Maggie, Maggie, Maggie, keluar, keluar keluar!"
Dalam pidato tahun 2018, dia mengatakan mulai mengembangkan pandangan politiknya sendiri sejak dini, "berdebat melawan orang tua sosialis saya di rumah sayap kiri kami."
Keluarga itu tinggal di Paisley, Skotlandia, sebelum pindah ke Leeds di Inggris utara, di mana Truss bersekolah di sekolah menengah umum, sesuatu yang membedakannya dari banyak rekan Konservatif yang berpendidikan swasta.
Selama kampanye kepemimpinan, Truss menekankan latar belakangnya yang relatif sederhana.
Tetapi dia membuat marah beberapa mantan teman sekelas dan guru ketika dia mengatakan bahwa siswa di sekolahnya "dikecewakan oleh harapan yang rendah, standar pendidikan yang buruk, dan kurangnya kesempatan."
Alumni sekolah tersebut antara lain akademisi, hakim, dan beberapa anggota parlemen lainnya.
Baca Juga: Boris Johnson Dilaporkan Mulai Kasak-kusuk Ingin Come Back Jadi PM, Drama Politik Inggris Makin Seru
Truss melanjutkan ke Universitas Oxford, di mana dia belajar filsafat, politik, dan ekonomi — jurusan pilihan bagi banyak calon politisi — dan menjadi presiden cabang universitas Partai Demokrat Liberal.
Lib Dems, para penganut Partai Demokrat Liberal, yang berhaluan ekonomi sentris, mendukung reformasi konstitusi dan kebebasan sipil, dan Truss adalah anggota yang antusias. Ia memasang poster "Bebaskan Ganja" yang menyerukan dekriminalisasi ganja dan berdebat dalam pidato untuk penghapusan monarki.
Littlewood, yang merupakan sesama anggota Oxford Lib Dems dan sekarang mengepalai Institute for Economic Affairs, sebuah wadah pemikir pasar bebas, mengingat Truss sebagai seorang "keras kepala, teguh pendirian, dan blak-blakan."
"Anda tidak pernah ragu di mana dia berdiri dalam suatu masalah atau seseorang," katanya.
Setelah Oxford, Truss bergabung dengan Partai Konservatif, "ketika itu jelas tidak modis," katanya kemudian.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV/Associated Press