Krisis Kian Parah, Inggris Putuskan Memangkas Tajam Bantuan Luar Negeri, Bencana Ekonomi Menanti
Kompas dunia | 20 Oktober 2022, 01:05 WIBLONDON, KOMPAS.TV - Krisis ekonomi dan inflasi yang kian parah membuat pemerintah Inggris mengambil keputusan untuk memangkas jumlah bantuan luar negeri, Rabu (19/10/2022).
Melansir New York Times, Inggris selama ini duduk di antara donor terkemuka untuk negara-negara termiskin. Namun, pemangkasan kontribusi bantuan luar negerinya dipandang membahayakan kemajuan global melawan penyakit menular, kelaparan, dan perubahan iklim, serta upaya untuk meningkatkan pendidikan anak perempuan dan kesehatan seksual dan reproduksi.
Sejak tahun 2020, negeri Big Ben memotong kegiatan hak asasi manusianya hingga 80 persen, dana untuk beberapa program kesehatan global sebanyak lebih dari 80 persen, dan bantuan kemanusiaan ke Yaman, Suriah, dan negara-negara lain sebesar 60 persen.
Konsekuensinya menjadi bencana besar bagi ekonomi yang sedang berjuang, terutama di banyak negara berpenghasilan rendah, kata para ahli.
Pandemi, krisis utang yang semakin dalam, dan perang di Ukraina, semuanya merusak kapasitas banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah untuk berinvestasi di bidang kesehatan dan membahayakan jutaan nyawa, menurut laporan baru oleh program PBB untuk HIV dan AIDS, UNAIDS.
“Kami hanya melihat lebih banyak orang di ambang kelaparan,” kata Joe Cerrell, direktur pelaksana Bill & Melinda Gates Foundation untuk kebijakan global di Eropa, Timur Tengah, dan Asia Timur. "Anda tidak bisa memilih waktu yang lebih buruk untuk mundur."
Baca Juga: Pertahanan Inggris Jebol, Inflasinya Menembus 10 Persen Tertinggi dalam 40 tahun Dipicu Harga Pangan
Pukulan terakhir diperkirakan terjadi pada akhir bulan ini, ketika Inggris akan mengumumkan kontribusinya kepada Global Fund, yang mendanai sebagian besar kampanye melawan HIV, Malaria dan TBC.
Para pemimpin negara-negara Kelompok 7 menjanjikan dukungan mereka untuk dana Global Fund di sebuah acara yang diselenggarakan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden bulan lalu. Tetapi, Inggris, salah satu pendiri dana dan donor terbesar kedua setelah AS, tidak hadir.
“Saya sangat tidak setuju dengan pemotongan anggaran,” kata Tony Blair, anggota oposisi Partai Buruh yang menjabat sebagai perdana menteri 1997-2007 dalam sebuah wawancara.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV/New York Times