> >

Washington Post Soroti Kisah Anak 3 Tahun yang Tewas di Tragedi Kanjuruhan, Ungkap Pilu Sang Ibu

Kompas dunia | 6 Oktober 2022, 12:56 WIB
Muhammad Vidy Prayoga, bersama ibunya Elmiati dan ayahnya, Rudi Haryanto saat menonton Arema FC Vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022). Vidy yang berusia 3 tahun menjadi salah satu korban anak-anak dari tragedi kerusuhan Kanjuruhan. (Sumber: Elmiati Via Washington Post)

MALANG, KOMPASTV - Banyaknya anak-anak yang menjadi korban tewas saat tragedi kerusuhan Kanjuruhan mendapat sorotan dari media asing.

Salah satunya adalah Washington Post yang mengungkapkan kepiluan dari ibu dari anak salah satu korban tewas tragedi kerusuhan Kanjuruhan, Muhammad Vidy Prayoga.

Media Amerika Serikat (AS) itu mengungkapkan, Prayoga yang baru berusia 3 tahun ikut menyaksikan laga antara Arema FC vs Persebaya Surabaya di Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022).

“Virdy berdiri di kursinya sebelum kick-off mengenakan syal Arema di lehernya yang membentang hingga mata kaki. Ibunya, Elmiati (33 tahun), menyalakan ponselnya untuk merekam video dan Virdy tersenyum lebar ke arah kamera. Ia mencintai Arema FC,” bunyi tulisan di artikel itu.

Baca Juga: Mengenang Peristiwa Kematian 328 Suporter di Peru, Punya Kemiripan dengan Tragedi Kanjuruhan

Tetapi kemudian kerusuhan terjadi setelah Arema FC kalah dari Persebaya 2-3, dan dilaporkan membuat 131 orang kehilangan nyawa.

Insiden paling berdarah di sepak bola Indonesia itu juga yang akhirnya membuat Virdy harus meninggalkan keluarganya untuk selama-lamanya.

 

“Kami tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Orang-orang terus mendorong dan berdesak-desakan,” kata Elmiati terkait kerusuhan tersebut, dikutip dari Washington Post.

Imbas dari tragedi itu, jumlah korban tewas yang merupakan anak-anak terus bertambah.

Awalnya pejabat mengatakan ada 17 anak-anak yang tewas karena kerusuhan tersebut.

Namun pada Rabu (5/10/2022). Kepala Otoritas Kesehatan Malang, Wiyanto Wijoyo mengatakan jumlanya bertambah hingga 40 anak yang menjadi korban tewas.

Elmiati mengungkapkan dirinya serta sang suami dan Vidy menyaksikan pertandingan dari sektor 13.

Ketika pertandingan usai, mereka masih dalam suasana yang baik meski Arema kalah.

Namun, ia mulai merasakan bahaya ketika melihat polisi masuk lapangan, dan mulai menembakkan gas air mata ke arah tribun, dekat drinya duduk, yang kemudian membuatnya panik.

“Gas membakar tenggorokan, dan membuat mata dan kulit saya perih. Mereka terus menembak,” katanya.

Washington Post pun mengungkapkan bagaimana Elmiati mengatakan suaminya, Rudi Hariyanto, 34 tahun langsung menggendong Virdy di mana mereka berusaha keluar dari gerbang 13.

Namun, mereka dihalangi, dan hanya diizinkan satu per satu orang untuk keluar.

Ia kemudian terpisah dari anak dan suaminya. Ketika di luar Elmiati mengetahui dari kerabat mereka yang juga ikut menonton bahwa Hariyanto dan Virdy masih berada di dalam.

Ia kemudian memberikan foto mereka kepada otoritas setempat untuk menolongnya membantu mengidentifikasi mereka.

Setelah pukul 11 malam, satu jam setelah polisi menembakkan gas air mata ia menerima telepon.

Virdy ditemukan di Rumah Sakit Kanjuruhan, dan Hariyanto di Rumah Sakit Wava Husada.

Keduanya dilaporkan tewas. Melihat suami dan anaknya yang tewas, Elmiati pun tak bisa menyembunyikan kepiluannya.

“Kami berencana memasukkannya ke taman kanak-kanak tahun depan. Kini ia tak akan memiliki kesempatan tersebut,” ujarnya.

Baca Juga: Imbas Tragedi Kanjuruhan, New York Times Sorot Polisi Indonesia: Kurang Terlatih, Seolah Kebal Hukum

Washington Post pun melaporkan bahwa Kepala Polisi Malang, Ferli Hidayat telah diberhentikan pada Selasa (4/10/2022), karena insiden tersebut.

Begitu juga sembilan orang komandan Brimob.

Mereka juga mengungkapkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD telah membentuk tim yang akan melakukan penyelidikan atas apa yang terjadi.

Washington Post juga mengungkapkan Mahfud MD berjanji akan mengidentifikasi siapa yang beranggung atas isiden ini.

Penulis : Haryo Jati Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Washington Post


TERBARU