Era Keemasan Ratu Elizabeth II, Pastikan Monarki Selamat dari Era Perubahan yang Cepat
Kompas dunia | 9 September 2022, 07:50 WIBSejarawan konstitusi Inggris David Starkey mengatakan, Ratu Elizabeth II tidak menganggap perannya selaku ratu sebagai perwujudan periode sejarah, melainkan hanya sebagai suatu pekerjaan.
"Ia (Elizabeth II) tidak melakukan dan tidak mengatakan hal apa pun yang akan diingat oleh siapa pun. Dia tidak akan menyematkan namanya untuk suatu era," tulis David Starkey pada 2015.
"Saya mengatakan ini bukan sebagai kritik, tetapi hanya sebagai pernyataan fakta. Bahkan sebagai semacam pujian. Saya kira, ratu akan menganggapnya seperti itu. Karena dia naik takhta hanya dengan satu niat: untuk menjaga keberlangsungan kerajaan (Inggris) terus berjalan," ucapnya.
Beberapa sejarawan dan penulis biografi lain mengatakan pandangan David Starkey itu masih kurang untuk menggambarkan peran Ratu Elizabeth II yang bergerak seiring waktu.
"Dalam dunia yang semakin kacau, dia telah memberikan rasa stabilitas," kata Andrew Morton, penulis biografi Putri Diana pada 1992 yang menyebabkan pertengkaran di keluarga kerajaan.
Baca Juga: Ratu Elizabeth II Wafat, Pemimpin Dunia Sampaikan Ungkapan Dukacita
Beberapa orang menyebut, tekad sang ratu untuk melakukan perannya sebaik mungkin dan menahan diri untuk tidak menyuarakan pandangan apa pun memberinya otoritas moral besar yang dia perintahkan hanya melalui posisinya sebagai ratu.
"Apa yang berhasil dilakukan Ratu (Elizabeth II) adalah membawa monarki Inggris ke abad ke-21 sebaik mungkin," kata cucu sang ratu, Pangeran William, dalam film dokumenter pada 2012.
"Setiap organisasi perlu sering menilai dirinya sendiri, dan monarki adalah mesin yang terus berkembang dan saya pikir monarki benar-benar ingin mencerminkan masyarakat, ingin bergerak seiring waktu dan penting bahwa monarki melakukannya untuk kelangsungan hidupnya sendiri," ujar William.
Para sejarawan mengatakan Elizabeth II telah menggunakan "kekuatan lembut" dan menjadikan monarki Inggris sebagai titik fokus pemersatu bagi bangsa di tengah perpecahan masyarakat yang besar.
Kekuatan lembut itu dicontohkan Ratu Elizabeth II melalui siarannya untuk meyakinkan publik pada awal pandemi Covid-19.
Selain segala keributan politik, sang ratu masih menyempatkan diri bertemu perdana menteri untuk audiensi mingguan pribadi.
Baca Juga: Ratu Elizabeth II Meninggal Dunia, Para Selebritis Berduka
Para mantan pemimpin pemerintahan Inggris mengatakan pengalaman Ratu Elizabeth II selama bertahun-tahun telah terbukti sangat membantu, memungkinkan mereka untuk berbicara dengan jujur tanpa takut percakapan mereka akan dipublikasikan.
"Anda bisa benar-benar jujur, bahkan sampai bersikap tidak bijaksana (saat berbicara) dengan ratu," kata Perdana Menteri Inggris periode 1990-1997 John Major.
Tony Blair, yang menggantikan Major dan menjadi perdana menteri selama satu dekade, mengatakan bahwa Ratu Elizabeth II menilai situasi dan kesulitan serta dapat menggambarkannya tanpa pernah memberikan petunjuk apa pun tentang preferensi politiknya.
"Sangat luar biasa untuk dilihat," ungkap Tony Blair.
Beberapa sejarawan mengatakan, Ratu Elizabeth II akan dipandang sebagai yang terakhir dari jenisnya, yakni seorang pemimpin kerajaan dari masa ketika para elite memerintahkan rasa hormat.
Namun, Ratu Elizabeth II masih mungkin menjadi salah satu tokoh yang terbesar di Inggris, menurut para sejarawan.
"Tidak ada keraguan bahwa dia akan berada di atas sana sebagai salah satu tokoh terbesar kerajaan Inggris, tidak hanya untuk umur panjangnya, tetapi juga untuk periode perubahan yang telah dia saksikan," kata profesor sejarah monarki di Universitas London Anna Whitelock.
"Dan seperti Elizabeth I... (Elizabeth II) sama-sama berperan penting bagi Inggris dan juga bagi tempat Inggris di dunia," ujarnya.
Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV, Antara