> >

Rivalitas Syiah di Balik Krisis Politik Irak dan Kerusuhan Baghdad, Nasionalis vs Kubu Pro-Iran

Kompas dunia | 30 Agustus 2022, 22:25 WIB
Ilustrasi. Seorang warga menangis ketika pemakaman kerabatnya yang menjadi korban kerusuhan Baghdad. Pemakaman digelar di Najaf, Irak, Selasa (30/8/2022). (Sumber: Anmar Khalil/Associated Press)

BAGHDAD, KOMPAS.TV - Ibu kota Irak, Baghdad, dilanda kerusuhan dua hari belakangan yang menewaskan setidaknya 30 orang per Selasa (30/8/2022).

Bentrok antara pendukung Muqtada Al-Sadr, ulama Syiah kenamaan sekaligus tokoh politik, dan aparat keamanan membuat Irak dikhawatirkan terjerumus kembali ke dalam perang saudara.

Pada Senin (29/8), Al-Sadr yang partainya memenangi sebagian besar kursi parlemen mengumumkan mundur dari politik.

Pengumuman ini memicu kerusuhan akibat para pendukungya menyerbu Zona Hijau, kawasan pusat pemerintahan Irak di pusat Baghdad.

Sebagian kalangan menganggap pengumuman Al-Sadr itu sekadar diniatkan untuk mencari daya tawar lebih besar.

Pemerintahan Irak sendiri mengalami kebuntuan usai platform politik Al-Sadr, Gerakan Sadris, memenangi sebagian besar kursi parlemen dalam pemilu pada Oktober 2021 silam.

Namun, partai Al-Sadr gagal mengamankan ambang batas mayoritas parlemen sehingga memicu perselisihan dengan berbagai faksi Syiah di pemerintahan Irak.

Akan tetapi, kini, berbagai kalangan politik Syiah berselisih. Syiah Irak terpecah antara mereka yang disokong Iran dan pihak yang menganggap diri nasonalis Irak.

Mereka berebut kekuasaan, pengaruh, dan sumber daya alam negara.

Rivalitas politik nasionalis Syiah dan elemen pro-Iran di Irak dikhawatirkan bisa memicu kekerasan sewaktu-waktu. Irak dan Iran sendiri berperang pada 1980-an dan menewaskan satu juta orang.

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV/Associated Press


TERBARU