Utusan Khusus PBB Tekan Junta Militer Myanmar, Rakyat Berhak atas Demokrasi
Kompas dunia | 18 Agustus 2022, 11:51 WIBBANGKOK, KOMPAS.TV - Utusan Khusus PBB Noeleen Heyzer hari Rabu, (17/8/2022) mengatakan rakyat Myanmar memiliki hak atas demokrasi dan penentuan nasib sendiri yang bebas dari rasa takut, seperti laporan Straits Times, Kamis, (18/8/2022).
Noeleen Heyzer mengatakan hal itu saat berkunjung ke Myanmar hari Rabu (17/8/2022) saat konflik bersenjata yang dipicu oleh kudeta militer tahun lalu yang hingga saat ini terus berkecamuk tanpa akhir yang jelas.
Tapi ini "hanya akan mungkin dengan niat baik dan upaya semua pemangku kepentingan dalam proses inklusif," katanya dalam sebuah pernyataan yang dirilis Rabu malam setelah bertemu dengan pejabat senior junta, termasuk kepala junta Min Aung Hlaing.
Pernyataan itu mengatakan kunjungannya "bertujuan untuk mengkomunikasikan secara langsung langkah-langkah pragmatis untuk mengurangi kekerasan dan mengatasi krisis multidimensi".
Ini adalah kunjungan resmi pertama Dr Heyzer ke Myanmar sejak dia menjabat sebagai utusan khusus Sekjen PBB untuk Myanmar pada bulan Desember lalu.
Heyzer menekankan setelah bertemu dengan jenderal senior, "Kunjungan saya adalah untuk menyampaikan keprihatinan PBB dan mengusulkan langkah-langkah konkret yang diperlukan untuk mengurangi konflik dan penderitaan rakyat." kata Heyzer, seraya menambahkan, "Keterlibatan PBB sama sekali tidak berkaitan dengan legitimasi."
Memperhatikan eksekusi aktivis pro-demokrasi baru-baru ini oleh junta, Dr Heyzer mendesak Jenderal Senior Min Aung Hlaing untuk memberlakukan moratorium pada seluruh eksekusi hukuman mati di masa depan dan membebaskan anak-anak yang ditahan.
Baca Juga: PM Bangladesh kepada PBB: Myanmar Harus Ambil Kembali Pengungsi Rohingya
Dia menyampaikan permintaan pemerintah Australia untuk membebaskan ekonom Australia yang ditahan Sean Turnell, yang diadili karena melanggar Undang-Undang Rahasia Resmi.
Dia juga menyoroti kebutuhan untuk memberikan bantuan kemanusiaan melalui semua saluran dan "mengangkat masalah forum inklusif untuk keterlibatan kemanusiaan", menurut pernyataan itu.
Sebelumnya, dia mengadakan pertemuan dengan menteri luar negeri junta Myanmar Wunna Maung Lwin, di mana dia "menekankan bahwa PBB perlu meninjau secara konstruktif dan pragmatis pendekatannya dalam kerja samanya dengan Myanmar", menurut siaran pers yang dikeluarkan kemlu Myanmar.
Angka PBB menunjukkan lebih dari 1,2 juta orang saat ini mengungsi, dengan mayoritas terpaksa meninggalkan rumah mereka setelah kudeta 1 Februari tahun lalu.
Ratusan kelompok bersenjata memerangi junta militer, yang pada gilirannya menargetkan penduduk sipil dalam upayanya untuk memadamkan dukungan bagi perlawanan.
Lebih dari 12.000 tahanan politik tetap berada di balik jeruji besi.
Ini termasuk penasihat negara terguling Aung San Suu Kyi, yang sekarang menjalani hukuman 17 tahun di sel isolasi atas korupsi dan tuduhan lain yang secara luas dianggap palsu.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV/Straits Times