> >

Kisah Mata Hari, Mata-Mata Penari Erotis dari Jawa yang Ditembak Mati pada Perang Dunia I

Kompas dunia | 24 Juli 2022, 09:00 WIB
Mata Hari, penari erotis kelahiran Belanda yang dituding jadi mata-mata Jerman dan dihukum mati oleh pengadilan Prancis pada 1917 saat Perang Dunia I berlangsung. (Sumber: Repro from Reader's Digest: Great Mysteries of The 20th Century)

PARIS, KOMPAS.TV – Penangkapan enam orang yang diduga merupakan intelijen asing di Sebatik Utara, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara pada Rabu (20/7/2022) lalu mengingatkan akan kisah tentang Mata Hari, seorang penari erotis yang pula dituding menjadi mata-mata pada Perang Dunia I. 

Mata Hari bahkan dicurigai menjadi double agent alias agen mata-mata ganda Prancis sekaligus Jerman pada perang yang berpusat di Eropa itu. Ia diadili atas tuduhan spionase dan mati di depan regu tembak Pancis pada 1917. 

Berikut kisahnya, seperti dilansir dari buku Reader’s Digest: Great Mysteries of The 20th Century (1999).

Pernikahan yang Gagal

Terlahir dengan nama Margaret Geertruida Zelle di Belanda pada 1876, Mata Hari menikah dengan Rudolph MacLeod, seorang lelaki Belanda keturunan Skotlandia. Pernikahannya hanya bertahan selama 11 tahun, karena tabiat sang suami yang pemabuk dan kasar.

Namun, selama tinggal di Jawa bersama Rudolph, Mata Hari tertarik pada tarian gadis-gadis setempat dan seni tarian erotis. Saat kembali ke Belanda, ia mengubah namanya menjadi Mata Hari. 

Pada 1905, Mata Hari tampil menari sebagai penari kuil di Paris, Prancis. Konon, ia dilatih oleh para pendeta Hindu di Jawa atau India selatan. Tariannya disebut didedikasikan bagi Dewa Syiwa. 

Saat menarikan tarian-tariannya, kata Mata Hari, ia harus tampil telanjang, dengan hanya mengenakan sejumlah gelang di pergelangan kaki dan tangannya.

Baca Juga: Kepala MI6: Kekuatan Mata-Mata Rusia di Eropa Telah Berkurang Setengah

Pelacur Kondang

Dengan singkat, reputasi Mata Hari sebagai ‘pelacur kondang’ pun jadi buah bibir di seluruh ibu kota Eropa. Para pangeran, bangsawan, menteri, dan jenderal Eropa mengundangnya untuk tampil, dan Mata Hari menetapkan bayaran yang terbilang sangat besar saat itu.

Pada 1914, saat perang pecah, Mata Hari kebetulan tengah berada di Berlin, Jerman.

Sekadar informasi, Perang Dunia I berlangsung pada 28 Juli 1914 hingga 11 November 1918. Perang besar yang terpusat di Eropa itu melibatkan Blok Sekutu (Inggris, Prancis, Rusia, Italia dan Amerika Serikat) melawan Blok Sentral (Jerman, Austria, Hungaria, Kekaisaran Ottoman atau Turki, dan Bulgaria). 

Di Berlin, para agen intelijen Prancis melaporkan bahwa Mata Hari kedapatan tengah bersama kepala polisi setempat. 

Tudingan itu tak sepenuhnya salah. Sang kepala polisi Jerman itu merupakan kawan lama Mata Hari. Ia mengenal Mata Hari saat menyelidiki laporan dan aduan tentang tari telanjang Mata Hari, dan telah membantu Mata Hari menghindari jeratan hukum akibat tarian erotisnya.

Kode Nama H21

Saat itu, para jaksa Prancis disebut telah menuding Mata Hari sebagai seorang mata-mata Jerman dengan kode nama H21. H diambil dari Holland, atau Belanda, tempat ia tinggal selama beberapa bulan pada 1915. 

Saat Mata Hari kembali ke Prancis menjelang akhir 1915, para agen Paris membayangi setiap pergerakannya. Tak cuma selama berada di Paris, tetapi pula saat Mata Hari bepergian ke kota-kota besar Eropa lain. Kendati begitu, pada tahun berikutnya, intelijen Sekutu tak bisa menemukan alasan kuat untuk menangkap Mata Hari. 

Adalah fakta bahwa Mata Hari memiliki banyak teman dan kenalan di lingkaran diplomat, termasuk para atase negara netral macam Belanda, Swedia, dan Spanyol, yang disebut bisa menjadi perantaranya menyampaikan pesan ke Jerman. Tetapi, tak ada bukti bahwa ia melakukan hal itu.

Fakta yang terang benderang adalah, Mata Hari punya banyak teman lelaki di banyak lingkaran penting.

Agen Mata-Mata Ganda

Saat Prancis mengultimatumnya dengan ancaman deportasi pada 1916, Mata Hari dengan sengit membantah bahwa ia tak pernah menjadi mata-mata bagi Kaiser, sebutan kaisar Jerman. Namun, jika Prancis ingin mempekerjakan dirinya, kata Mata Hari, ia tahu banyak sosok kalangan atas nan penting Jerman, tempat ia bisa mengorek informasi berharga. 

Kapten Georges Ladoux dari Biro Kedua dinas intelijen Prancis pura-pura percaya pada tutur kata Mata Hari. Bersama, keduanya mendiskusikan tugas mengirim Mata Hari ke Belgia yang saat itu diduduki Jerman. Di sana, Mata Hari ditugaskan merayu Putra Mahkota Jerman dengan imbalan 1.000 franc. 

Baca Juga: Mata-Mata Rusia Tersebar hingga Kantor Perdana Menteri, Warga Ukraina Resah

Pada tahun itu, Mata Hari tak berhasil melakukan perjalanan itu. Namun, dalam perjalanan ke Den Haag lewat Spanyol dan Inggris, Mata Hari ditangkap saat kapal yang ia tumpangi berlabuh di Falmouth, pesisir Inggris tenggara, pada November 1916.

Sang penari eksotis itu kemudian diangkut ke Scotland Yard di London. Di markas pusat Kepolisian Inggris itu, Mata Hari diinterogasi oleh Sir Basil Thomson, kepala cabang khusus intelijen. Padanya, Mata Hari mengaku jadi mata-mata, tetapi menyebut bahwa ia bekerja untuk intelijen Prancis.  

Sir Basil Thomson dari kepolisian Inggris, Scotland Yard, menginterogasi Mata Hari pada 1916. (Sumber: Repro from Reader's Digest: Great Mysteries of The 20th Century)

Sir Thomson yang meragukan pengakuan Mata Hari, kemudian berujar pada Mata Hari, “Nyonya, jika Anda mau menerima nasihat dari seseorang yang usianya hampir dua kali usia Anda, berhentilah melakukan apa yang telah dan tengah Anda lakukan.”

Dari London, Mata Hari pindah ke Madrid untuk merayu Mayor Arnold Kalle, seorang atase militer Jerman. Kalle kemudian memberi Mata Hari sejumlah informasi dan gosip tak berguna, yang diharap Mata Hari bisa diberikannya pada atasan barunya di Paris.

Mata Hari pun kembali ke Paris pada 3 Januari 1917 untuk mengambil bayarannya dari Ladoux. Namun, ia justru ditangkap oleh polisi Prancis di Hotel Elysee Palace pada 13 Februari 1917. 

Antara Pelacur dan Pengkhianat

Dalam interogasi yang diikuti sidang pengadilan, Mata Hari dicecar pertanyaan seputar uang senilai 3.500 peseta (mata uang Spanyol saat itu) yang diterimanya dari Kalle. Para jaksa Prancis menuding, uang itu merupakan bayaran yang diterima Mata Hari dari intelijen Jerman.

Namun, Mata Hari mengeklaim bahwa uang itu merupakan imbalannya sebagai ‘simpanan’ sang mayor Jerman. 

“(Jadi) pelacur, ya benar. Tetapi pengkhianat, tak akan pernah!” begitu seruan pembelaan Mata Hari di depan sidang pengadilan Prancis pada Juli 1917.  

Mata Hari mengeklaim, uang itu merupakan bayarannya atas ‘malam-malam penuh cinta’ bersama sang perwira Jerman itu.

Saat sidang pengadilan menyebut satu demi satu nama perwira Jerman yang pernah terlibat dengan Mata Hari, sang penari erotis itu pun membalasnya dengan membeberkan sejumlah nama pejabat Prancis yang disebutnya pernah bersamanya. 

Jules Cambon, sekretaris jenderal Kementerian Luar Negeri Prancis, disebut Mata Hari pernah menjadi salah satu kekasihnya. Sang pejabat bahkan sempat dipanggil ke muka sidang untuk menguatkan pembelaan Mata Hari atas profesinya sebagai pelacur, dan bukan pengkhianat.

Baca Juga: Petinggi Garda Revolusi Iran Ditembak Mati di Teheran, Mata-mata Israel Ditangkap

Meregang Nyawa di Depan Regu Tembak

Sidang pengadilan berlangsung alot. Pada akhirnya, Mata Hari pun menyampaikan pembelaan terakhirnya. 

“Tolong dicatat bahwa saya bukan orang Prancis, dan saya punya hak untuk menjalin hubungan dengan siapa pun dari kewarganegaraan mana pun. Perang bukan alasan yang cukup untuk menghentikan saya jadi seorang kosmopolitan,” tutur Mata Hari.

“Saya seorang yang netral, tetapi saya bersimpati untuk Prancis. Jika itu tidak memuaskan Anda, silakan lakukan sesuka hati Anda,” imbuhnya.

Meski tuduhan sebagai mata-mata Jerman tak sepenuhnya terbukti, Mata Hari kemudian diputuskan bersalah dan dijatuhi hukuman mati pada 25 Juli 1917.

Pada dini hari 25 Oktober 1917, Mata Hari menghadapi regu tembak di Vincennes, pinggiran timur Paris, Prancis. (Sumber: Repro from Reader's Digest: Great Mysteries of The 20th Century)

Pada subuh 15 Oktober 1917, Mata Hari digiring ke barak Vincennes di pinggiran timur Paris. Di sana, ia diikat di sebuah tiang pancang dengan tali melilit pinggangnya. Menolak mengenakan penutup mata, Mata Hari dengan berani menyambut peluru regu tembak yang mengakhiri hidupnya. 

 

Penulis : Vyara Lestari Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Reader's Digest


TERBARU