Berbagai Lembaga HAM Dunia Desak Pemerintah Sri Lanka yang Baru Tidak Lakukan Kerasan
Kompas dunia | 24 Juli 2022, 05:25 WIBKOLOMBO, KOMPAS.TV - Kelompok HAM internasional mendesak presiden baru Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, segera memerintahkan pasukan keamanan menghentikan penggunaan kekuatan terhadap pengunjuk rasa.
Desakan itu muncul setelah tentara dan polisi membersihkan kamp utama pengunjuk rasa yang berbulan-bulan berdemonstrasi atas krisis ekonomi negara itu.
Sehari setelah Presiden Ranil Wickremesinghe dilantik, ratusan pasukan bersenjata menyerbu sebuah kamp protes di luar kantor presiden pada dini hari Jumat, menyerang demonstran dengan tongkat.
Dilansir Associated Press, Sabtu (23/7/2022), Human Rights Watch mengatakan tindakan itu seperti mengirim pesan kepada rakyat Sri Lanka bahwa pemerintah baru bermaksud untuk bertindak melalui kekerasan daripada aturan hukum.
Dua wartawan dan dua pengacara juga diserang oleh tentara dalam tindakan keras itu.
Baca Juga: Sosok Ranil Wickremesinghe, Rubah Licin yang Jadi Presiden Negara Bangkrut Sri Lanka
Pasukan keamanan Sri Lanka menangkap 11 orang, termasuk pengunjuk rasa dan pengacara.
"Langkah-langkah yang sangat dibutuhkan untuk mengatasi kebutuhan ekonomi rakyat Sri Lanka menuntut pemerintah yang menghormati hak-hak dasar," kata Meenakshi Ganguly, direktur Asia Selatan di Human Rights Watch, dalam sebuah pernyataan.
“Mitra internasional Sri Lanka harus mengirimkan pesan dengan lantang dan jelas bahwa mereka tidak dapat mendukung pemerintahan yang menginjak-injak hak rakyatnya.”
Amnesty International mengatakan, "Memalukan bahwa pemerintah baru menggunakan taktik kekerasan seperti itu dalam beberapa jam setelah berkuasa."
"Para pengunjuk rasa memiliki hak untuk berdemonstrasi secara damai. Penggunaan kekuatan yang berlebihan, intimidasi dan penangkapan yang melanggar hukum tampaknya menjadi pola berulang yang tak henti-hentinya di mana pihak berwenang Sri Lanka menanggapi perbedaan pendapat dan pertemuan damai," kata Kyle Ward, wakil sekretaris jenderal kelompok itu.
Wickremesinghe, yang sebelumnya menjabat sebagai perdana menteri enam kali, dilantik sebagai presiden seminggu setelah pendahulunya, Gotabaya Rajapaksa, meninggalkan negara itu.
Rajapaksa kemudian mengundurkan diri saat diasingkan di Singapura.
Baca Juga: Moeldoko Ingatkan Ancaman Krisis Pangan seperti Sri Lanka: Jangan Bicara Belanda Masih Jauh
Warga Sri Lanka turun ke jalan selama berbulan-bulan untuk menuntut para pemimpin puncak mereka mundur untuk mengambil tanggung jawab atas kekacauan ekonomi yang telah membuat 22 juta orang negara itu berjuang dengan kekurangan kebutuhan pokok, termasuk obat-obatan, bahan bakar dan makanan.
Sementara para pengunjuk rasa berfokus pada keluarga Rajapaksa, Wickremesinghe juga memantik kemarahan sebagai pengganti Rajapaksa.
Pasukan bersenjata dan polisi tiba dengan truk dan bus pada hari Jumat untuk membersihkan kamp protes utama di ibu kota, Kolombo, meskipun pengunjuk rasa telah mengumumkan bahwa mereka akan mengosongkan lokasi tersebut secara sukarela.
Oposisi Sri Lanka, Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB, dan Amerika Serikat mengecam taktik keras pemerintah.
Meskipun keamanan meningkat di luar kantor presiden, pengunjuk rasa bersumpah melanjutkan protes sampai Wickremesinghe mengundurkan diri.
Pada hari Jumat, ia menunjuk perdana menteri sekutu Rajapaksa, Dinesh Gunawardena.
Baca Juga: Sah! Eks PM yang Rumahnya Dibakar saat Demo, Terpilih Jadi Presiden Sri Lanka
Pada hari Senin, Wickremesinghe mengumumkan keadaan darurat sebagai pejabat presiden dalam upaya untuk memadamkan protes.
Hanya beberapa jam setelah dilantik, Wickremesinghe mengeluarkan pemberitahuan yang meminta angkatan bersenjata untuk menjaga hukum dan ketertiban, membuka jalan bagi gerakan melawan kamp protes.
Para pengunjuk rasa menuduh Rajapaksa dan keluarganya yang berkuasa menyedot uang dari kas pemerintah dan mempercepat keruntuhan negara dengan salah mengelola ekonomi.
Keluarga Rajapaksa membantah tuduhan korupsi, tetapi mantan presiden mengaku beberapa kebijakannya berkontribusi pada krisis Sri Lanka.
Gejolak politik mengancam upaya untuk mencari penyelamatan dari Dana Moneter Internasional.
Namun, awal pekan ini, Wickremesinghe mengatakan pembicaraan bailout hampir mencapai kesimpulan.
Kepala IMF, Kristalina Georgieva, mengatakan kepada majalah keuangan Jepang Nikkei Asia minggu ini bahwa IMF mengharapkan kesepakatan "secepat mungkin."
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Associated Press