"Tampak jelas Korea Utara secara bersamaan mengejar kemampuan untuk menyerang Amerika Serikat dan menyerang Korea Selatan," katanya.
Kwon mengatakan, Korea Utara dapat melanjutkan uji coba nuklir "kapan saja."
Sementara pemerintah AS berjanji menerapkan sanksi tambahan terhadap Korea Utara jika kembali melakukan uji coba nuklir, kemungkinan tindakan hukuman baru masih belum jelas karena perang Rusia di Ukraina memperdalam perpecahan di antara anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
China dan Rusia memveto proposal yang disponsori AS yang akan meningkatkan sanksi terhadap Korea Utara atas beberapa uji coba rudal balistiknya baru-baru ini.
Kwon, yang menjabat sebagai duta besar Korea Selatan untuk China dari 2013 hingga 2015, berharap Beijing dan Moskow akan bereaksi berbeda terhadap uji coba nuklir Korea Utara karena keduanya mempertahankan dukungan publik untuk Semenanjung Korea yang telah didenuklirisasi.
Baca Juga: Kim Jong-Un Tak Takut Ancaman AS dan Sekutunya, Malah Bakal Gandakan Persenjataan Korea Utara
"Jika Korea Utara melanjutkan uji coba nuklir pada saat situasi keamanan global tidak stabil seperti sekarang, negara itu akan menghadapi kritik besar dari masyarakat internasional, dan tanggapannya akan lebih dari sekadar kata-kata," kata Kwon.
Korea Utara melakukan lebih banyak tes balistik pada paruh pertama tahun 2022 daripada yang dilakukan sepanjang tahun sebelumnya, menembakkan sekitar 30 rudal, termasuk tes pertama ICBM dalam hampir lima tahun.
Kim Jong Un menekankan berulang kali bahwa Korea Utara akan menggunakan senjata nuklir secara proaktif jika diancam atau diprovokasi, yang menurut para ahli, merupakan eskalasi dalam doktrin nuklirnya.
Pemerintah AS menegaskan kembali komitmennya untuk membela sekutunya, Korea Selatan dan Jepang, dengan berbagai kemampuan militernya, termasuk nuklir. Tetapi ada kekhawatiran di Seoul bahwa ICBM Korea Utara dapat membuat Washington ragu-ragu jika terjadi perang lain di Semenanjung Korea.
Para ahli mengatakan aktivitas pengujian Korea Utara yang luar biasa berat tahun ini menggarisbawahi niat Kim Jong Un untuk memajukan persenjataannya serta menekan AS agar menerima Korea Utara sebagai kekuatan nuklir, sehingga memperkuat posisinya dalam merundingkan konsesi ekonomi dan keamanan.
Pembicaraan terhenti sejak awal 2019 karena ketidaksepakatan atas pelonggaran sanksi yang dipimpin AS terhadap Korea Utara dengan imbalan langkah-langkah pelucutan senjata Korea Utara.
Penulis : Edwin Shri Bimo
Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV/Associated Press