Lelang Medali Nobel Jurnalis Rusia untuk Anak Ukraina Laku 103,5 Juta Dolar AS, Pecahkan Rekor
Krisis rusia ukraina | 21 Juni 2022, 14:57 WIBNEW YORK, KOMPAS.TV - Medali Nobel Perdamaian 2021 yang dilelang jurnalis Rusia, Dmitry Muratov laku dengan harga 103,5 juta dolar AS atau sekitar 1,53 triliun rupiah pada Senin (21/6/2022).
Jika mengabaikan inflasi, medali Nobel Muratov memecahkan rekor medali Nobel termahal sebelumnya hingga hampir 22 kali lipat.
Acara lelang medali Nobel Muratov sendiri digelar secara langsung mulai Senin (21/6) di New York, Amerika Serikat (AS). Pemimpin redaksi Novaya Gazeta itu melelang medali Nobel-nya untuk membantu anak-anak korban perang di Ukraina.
Menurut laporan Associated Press, rumah lelang yang menggelar acara itu tidak bisa mengonfirmasi identitas si pembeli. Namun, pembayaran yang menggunakan mata uang francs Swiss mengindikasikan bahwa pembeli berasal dari luar AS.
Baca Juga: Jurnalis Rusia Lelang Medali Nobel Perdamaian demi Bantu Anak-Anak Ukraina
Muratov sendiri mengaku terkejut mendapatkan tawaran hingga melampaui 100 juta dolar AS. Walaupun mengharapkan tebusan besar, jurnalis yang dianugerahi Nobel bersama jurnalis Filipina, Maria Resa ini mengaku terkejut.
“Saya memang berharap akan ada (pembelian) solidaritsa berjumlah ebsar, tetapi saya tidak menyangka ini akan berjumlah sangat besar,” kata Muratov.
Penjualan medali Nobel Muratov mengalahkan rekor medali Nobel dengan harga lelang tertinggi milik James Watson, peraih Nobel Kedokteran 1962.
Pada 2014 silam, medali Nobel Watson ditebus dengan harga lelang 4,76 juta dolar AS.
Acara lelang medali Nobel Muratov sendiri dimulai secara daring sejak 1 Juni lalu, bertepatan dengan Hari Anak Internasional. Kemudian, acara lelang langsung digelar mulai 20 Juni, bertepatan dengan Hari Pengungsi Dunia.
Muratov mengaku semua dana hasil lelang akan disumbangkan ke Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNIEF) untuk membantu anak-anak yang mengungsi dari perang di Ukraina.
Dmitry Muratov dianugerahi Nobel Perdamaian pada Oktober 2021 lalu bersama jurnalis Filipina yang mendirikan Rappler, Maria Resa.
Kedua jurnalis itu dianugerahi Nobel karena jasa-jasa mereka mempertahankan kebebasan berbicara di masing-masing negara, kendati diserang perisakan, ditekan pemerintah sendiri, bahkan mendapatkan ancaman pembunuhan.
Baca Juga: Ramos Horta, Presiden Timor Leste Peraih Nobel Perdamaian yang Kerap Hidup di Pengasingan
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Purwanto
Sumber : Associated Press