> >

PM Sri Lanka Undang Kelompok Pemuda Pengunjuk Rasa Jadi Bagian dari Pemerintahan

Kompas dunia | 30 Mei 2022, 02:45 WIB
PM Sri Lanka Ranil Wickremesinghe, Minggu (29/5/2022), mengatakan kelompok mahasiswa dan pemuda yang berunjuk rasa akan diundang untuk menjadi bagian dari pemerintahan. (Sumber: AP Photo/Eranga Jayawardena)

KOLOMBO, KOMPAS.TV — Perdana Menteri (PM) Sri Lanka Ranil Wickremesinghe, Minggu (29/5/2022), mengatakan kelompok mahasiswa dan pemuda yang berunjuk rasa akan diundang untuk menjadi bagian dari pemerintahan.

Langkah itu merupakan bagian dari reformasi politik yang dia usulkan untuk menyelesaikan krisis politik negara yang dipicu oleh keruntuhan ekonomi.

Seperti dilansir Associated Press, Minggu, PM Ranil Wickremesinghe mengatakan, di bawah usulan reformasi konstitusi, kekuasaan presiden akan dipangkas dan kekuasaan parlemen diperkuat.

Dalam sebuah pernyataan yang disiarkan televisi ke seluruh negeri, dia mengatakan, pemerintahan akan berbasis luas melalui komite parlemen di mana anggota parlemen, pemuda dan ahli akan bekerja sama.

“Pemuda menyerukan perubahan dalam sistem yang ada. Mereka juga ingin mengetahui isu-isu terkini. Oleh karena itu, saya mengusulkan untuk menunjuk empat perwakilan pemuda untuk masing-masing dari 15 komite ini,” kata Wickremesinghe.

Para pengunjuk rasa yang sebagian besar terdiri dari kaum muda berkemah di luar kantor presiden selama lebih dari 50 hari.

Mereka menuntut pengunduran diri Presiden Gotabaya Rajapaksa, dan menuntut Gotabaya beserta keluarganya bertanggung jawab atas krisis ekonomi terburuk di negara itu.

Baca Juga: Tanker Minyak Rusia Berlabuh di Sri Lanka yang Dihajar Krisis dan Sudah Kehabisan Bahan Bakar

Pengunjuk rasa di depan kediaman presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa. PM Sri Lanka Ranil Wickremesinghe, Minggu (29/5/2022), mengatakan kelompok mahasiswa dan pemuda yang berunjuk rasa akan diundang untuk menjadi bagian dari pemerintahan. (Sumber: AP Photo/Eranga Jayawardena)

Mereka juga menginginkan perombakan sistem pemerintahan, dengan mengatakan pemerintahan berturut-turut sejak kemerdekaan dari Inggris pada 1948, telah salah mengurus negara sehingga berakibat krisis ekonomi dan sosial.

Mahasiswa memimpin protes hampir setiap hari di ibu kota Kolombo dan di tempat lain ketika Sri Lanka berada di ambang kebangkrutan.

Sri Lanka gagal membayar pinjaman luar negerinya, dan sedang berjuang melawan kekurangan akut barang-barang penting seperti gas untuk memasak, bahan bakar, dan obat-obatan.

Rakyat terpaksa menunggu berjam-jam dalam antrean yang mengular panjang untuk mencoba membeli barang dan banyak yang masih pulang dengan tangan kosong.

Cadangan mata uang asing Sri Lanka menyusut menjadi hanya cukup untuk membeli dua minggu impor yang dibutuhkan.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV/Associated Press


TERBARU